GeRAK Aceh Barat Mulai Menggugat, Pertanyakan Banyak Hal Soal Legalitas Izin PT PBM
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra meminta Pemerintah Provinsi Aceh melalui dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh untuk tegas mengawal proses perizinan tambang.
Menurut Edy Syahputra, apa yang disampaikan oleh Kepala Bidang Mineral dan Batubara, Khairil Basyar yang menyatakan bahwa saat ini PT Prima Bara Mahadana (PBM) sedang Menyusun rencana reklamasi yang baru tahun 2017-2021.
Sebagaimana diberitakan dalam media Dialeksis.com pada 26 November 2021 lalu, disebutkan bahwa PBM juga telah berkomitmen akan segera menyampaikan dokumen dan menempatkan jaminan reklamasi paling lambat minggu pertama bulan Desember 2021.
Atas dasar itu, Edy Syahputra berharap agar jangan sampai evaluasi izin tambang yang telah dilakukan empat tahun sebelumnya menjadi sia-sia.
"Pada 2016 silam, Bupati Aceh Barat HT Alaidinsyah menyatakan sudah mengusulkan ke gubernur untuk mencabut izin produksi (eksploitasi) dan salah satunya adalah PT PBM. Sejak mengantongi izin produksi hingga waktu itu, perusahaan tersebut tidak beroperasi sehingga dinilai merugikan daerah," kata Edy Syahputra melalui keterangan tertulis kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Senin (29/11/2021).
Tentunya, lanjut dia, hal ini menjadi pertanyaan besar, apakah prosedurnya sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dimana pada paragraf kedua Reklamasi dan Pasca Tambang serta Pasca Operasi, Pasal 22 ayat (2) Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi wajib huruf A yaitu menempatkan jaminan Reklamasi tahap operasi produksi dan jaminan Pascatambang sesuai dengan penetapan Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Sedangkan pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827 K/30/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan Yang Baik pada LAMPIRAN VI yaitu Kegiatan penyusunan rencana reklamasi, rencana pasca tambang, dan rencana pasca operasi.
Penyusunan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi; Angka 1) Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi berdasarkan studi Kelayakan dan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui bersamaan dengan pengajuan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Angka 2) Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi; huruf a) Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyediakan Jaminan Reklamasi tahap Operasi Produksi sesuai dengan penetapan besaran Jaminan Reklamasi tahap Operasi Produksi oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya.
"Kami menduga banyaknya izin tambang yang digunakan pemburu rente memanfaatkan untuk mencari keutungan semata," tegas Edy.
Edy menambahkan, dalam situasi berubah, dengan mudahnya izin berpindah tangan, atas dasar itu Pemerintah Aceh harus memastikan beneficial ownership dari pemilik tambang sebenarnya. Ia berharap agar jangan sampai mewariksan praktek tambang berkedok bisnis portofolio dari sebuah izin tambang.
Sementara itu, menanggapi statement yang disapaikan Kabid Mineral dan Batubara ESDM Aceh Khairil Basyar, Koordinator GeRAK Aceh Barat mempertanyakan komitmen yang dinyatakan oleh PT PBM.
"Karena, tidak sesuai dengan fakta di lapangan, seperti persoalan lahan yang belum selesai ganti rugi bagi pemilik tanah, belum lagi rencana penggunaan jalan negara yang akan dilalui oleh truck pengangkut batubara menuju Pelabuhan Calang, Desa Bahagai, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya," ungkapnya.
GeRAK Aceh Barat mencatat, PT PBM sudah vakum sangat lama, ditambah lagi dengan usulan oleh Bupati Aceh barat pada 2016 untuk mencabut izin.
GeRAK Aceh Barat menegaskan bahwa pihaknya tidak melihat ada tindakan yang patut dan harus dilakukan oleh ESDM Provinsi Aceh. Bahkan faktanya, mereka baru mau di akhir 2021 melakukan eksploitasi pengambilan batubara yang masih juga meninggalkan persoalan yang belum selesai.
Catatan GeRAK Aceh Barat ialah, selain dana jaminan reklamasi yang wajib diselesaikan, juga hal yang tak kalah penting adalah menyangkut dengan izin penumpukan batubara (stockpile) di area Pelabuhan Calang, Aceh Jaya. Selain itu, juga menyangkut dengan tunggakan PNPB sebesar Rp260 juta hingga kini belum diselesaikan oleh PT PBM.
"Atas dasar itu, kami menilai bahwa ada banyak pelanggaran aturan yang dilanggar dan dikangkangi, dan untuk ESDM Provinsi Aceh kami menduga telah mengangkangi Instruksi Gubernur Aceh Nomor 12/INSTR/2020 tentang Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara Di Aceh," kata Edy.
"Dimana Diktum Ketiga huruf b menyebutkan adanya tugas khusus kepada ESDM untuk melakukan pengelolaan usaha pertambangan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan benar. Pada huruf d disebutkan tentang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara di Aceh sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," sambungnya.
GeRAK Aceh Barat juga menilai bahwa Dinas Lingkungan Hidup Aceh tidak maksimal dalam melakukan pengawasan di lapangan.
Sebagaimana diketahui hingga saat ini, izin AMDAL milik PT PBM diduga telah mati. Mereka diketahui juga tidak memiliki izin pengelolaan limbah cair di lokasi eksploitasi batubara di Desa Batu Jaya SP3, Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat.
"Informasi terbaru, kami juga mendapatkan informasi lainnya bahwa izin penumpukan stockpile di Pelabuhan Calang Aceh Jaya juga belum keluar izinnya dari dinas terkait dan bila dipaksakan maka jelas tindak itu adalah illegal," pungkasnya. [Akh]