kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Flower Aceh Kecam Vonis Bebas Terdakwa Kasus Pemerkosaan Anak

Flower Aceh Kecam Vonis Bebas Terdakwa Kasus Pemerkosaan Anak

Senin, 11 Oktober 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana Rizky

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati. [Foto: IST]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Berbagai elemen di Aceh mengecam putusan vonis bebas terdakwa kasus pemerkosaan anak kandung berinisial SU (25) oleh Mahkamah Syariah Aceh (MSA).

Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati menegaskan keputusan ini sangat merugikan korban dan menjadi preseden buruk penanganan hukum terhadap kasus kekerasan seksual anak di Aceh.      

Riswati mengatakan kasus ini sangat mengerikan, rumah tidak aman lagi bagi anak, bahkan orang tua yang harusnya memberikan perlindungan justru merusak kehidupannya. Pelaku harusnya mendapatkan hukuman yang menjerakan. Ini kali kedua MS Aceh memutuskan vonis bebas kepada pelaku pemerkosaan anak, dampaknya sangat merugikan korban dan keluarga, serta mencederai hak-hak korban. 

Penanganan hukum di MS Aceh menjadi pertanyaan besar akibat putusan ini, dan menjadi preseden buruk penangan hukum terhadap kasus kekerasan seksual anak di Aceh. Untuk itu, kami mendukung upaya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aceh Besar mengajukan kasasi agar pelaku mendapatkan hukuman maksimal dan menjerakan. 

“Hukuman yg menjerakan dan terberat ya penjara dengan jangka waktu maksimal dan sanksi lainnya supaya pelaku jera dan menjadi warning buat lainnya untuk tidak melakukan kekerasan terhadap anak,” ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Senin (11/10/2021).

Ia juga menambahkan penting memastikan korban segera mendapatkan penanganan konfrehensif untuk pemulihan fisik dan psikis secara optimal, juga penanganan psikososial, dampak sosial yang dialaminya. 

“Jangan sampai menghambat proses perkembangannya. Perkuat dukungan keluarga, komunitas, dan masyarakat untuk proses pemulihan korban juga menjadi penting. Korban dan keluarga saat ini sangat membutuhkan dukungan, jangan sampai justru dihakimi dan mendapat stigma merugikan atau bahkan didiskriminasikan. Negara harus hadir menjamin korban mendapatkan pemulihan dan hak-haknya sehingga dapat menjalankan kehidupan dengan layak dan terjamin,” ujarnya.

“Hukuman penjara dengan jangka waktu maksimal harus diputuskan. Jika pun ada nanti pelaku dihukum cambuk, maka ini juga akan mencederai hak korban dan mengancam keamanannya. Pelaku dapat kembali lagi ke komunitas dan bertemu dengan korban yg masih alami traumatik, baik fisik dan psikis akibat kejahatan seksual. Selain itu tidak memberikan efek jera bagi pelaku,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda