FDKP: Banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur Indikator Bobrok Kinerja DLHK
Font: Ukuran: - +
Reporter : Fajrizal
Ketua Umum Forum DAS Krueng Peusangan, Suhaimi Hamid. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Bireuen - Ketua Umum Forum DAS Krueng Peusangan (FDKP) Suhaimi Hamid mengatakan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh tidak becus menjaga hutan Aceh. Banjir besar di Aceh Timur dan Aceh Utara, salah satu indikator bobroknya kinerja DLHK Aceh.
Hal tersebut disampaikan ketua FDKP Suhaimi Hamid, Kamis (10/12/2020) yang dihubungi Dialeksis.com mengaku yang saat ini berada di Jakarta di Kementerian LHK saat ditanya terkait persoalan banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur.
Suhaimi mengatakan DLHK Aceh tidak pernah bekerja di lapangan. Bahkan oknum-oknum di dinas itu mempersulit upaya masyarakat yang ingin mengelola hutan.
"Mereka lebih memprioritaskan izin untuk perusahaan besar ketimbang masyarakat," ungkap Suhaimi.
Hasilnya, kata Suhaimi, hutan Aceh habis dirambah perusahaan-perusahaan besar. Dampak yang tak bisa dipungkiri dari buruknya pengelolaan hutan Aceh adalah banjir besar ini.
“Masyarakat adat tidak ada peluang dari DLHK Aceh untuk melindungi hutan. Bahkan perlu waktu bertahun-tahun untuk mendapatkan izin pengelolaan hutan oleh masyarakat,” jelas Suhaimi.
Suhaimi mengatakan pihaknya pernah mencoba mengusulkan pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat. Namun prosesnya bertele-tele.
Suhaimi menangkap kesan oknum aparat di DLHK sengaja menjauhkan masyarakat Aceh dari hutan agar kinerja mereka tidak terpantau.
Ia juga menilai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan tidak bekerja di lapangan. Mereka, kata Suhaimi, sama tidak becusnya dengan DLHK.
“Banjir saat ini menimbulkan kerugian ratusan miliar dan menyebabkan kesengsaraan rakyat Aceh. Padahal anggaran perlindungan, jika mereka bekerja secara serius, jauh lebih murah,” kata Suhaimi.
Suhaimi mengatakan DLHK Aceh hanya berpura-pura menjaga hutan. Saat ada masyarakat yang ingin memanfaatkan hasil hutan dan menjaga hutan di sekitar mereka, proses perizinan dipersulit.
“Mengapa dipersulit? Jika masyarakat turun, masyarakat akan tahu siapa yang bermain di balik kerusakan hutan. Jadi mereka berusaha menutup-nutupi akses masyarakat untuk menjaga hutan," pungkas Suhaimi Hamid.
Hingga berita diturunkan belum ada konfirmasi resmi dari DLHK Aceh. (Faj)