Fasilitator Pendampingan Korban Pelecehan Harus Dipertanyakan Kendalanya Apa Saja
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Aktivis dan Pemerhati Sosial, Sarah Danur. [Foto: Tangkapan Layar]
DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Kasus pelecehan seksual di Aceh tentu memberi perhatian khusus sampai hari ini terhadap beberapa pemerhati anak ,sosial yang ada di Aceh dalam mempertanyakan sudah sejauh mana perkembangan dan upaya dalam perlindungan terhadap korban pelecehan seksual.
Aktivis dan Pemerhati Sosial, Sarah Danur mengatakan, bahwa terakhir kemarinkan sudah direncakan akan direvisi Qanun untuk pengalihan ke UU Perlindungan Anak, tapi apakah sudah berjalanan itu tidak tahu.
“Seharusnya segera ya, tapi dibalik itu juga jangan hanya aturan saja yang dilihat, tapi fasilitasnya juga,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Minggu (14/11/2021).
Sarah mengatakan, fasilitas pendampingan anak atau korban itu harus diperhatikan juga.
“Itu dari para pendampingnya, fasilitas rumah sementara atau rumah aman, psikolognya juga, dan masih banyak lagi,” kata Sarah.
Sarah juga mempertanyakan, sebenarnya fasilitas dalam perlindungan terhadap korban pelecehan ini seperti apa saja bentuknya. “Kenapa sering sekali yang diberitakan itu lebih kepada penyelesaian kasusnya saja, namun seperti apa prosedur, terapisnya, atau proses rehabnya jarang sekali terdengar, apakah prosedur ataupun tahap-tahap itu tidak dilakukan atau dilakukan namun tidak di report?,” ujar Sarah.
Ada atau tidaknya, Kata Sarah, seharusnya ada report secara khusus, misalkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam upaya terapis atau kegiatan-kegiatan daripada para pendamping saat mendampingi korban.
“Perlindungan terhadap mereka itu penting sekali, namun masyarakat jadi bertanya juga ini, apakah benar ada didampingi, karena ini sudah redup saja, seperti apa pendampingan mereka (Korban), apa hanya sebatas pendampingan saja?,” sebut Sarah.
Oleh karenanya, Kata Sarah, harus lebih transparan pihak fasilitator dari pada pendamping korban pelecehan ini. [ftr]