Dorong Kemajuan Ekonomi, Kepala BI Aceh dan Bupati Abdya Bahas Integrated Farming
Font: Ukuran: - +
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Achris Sarwani memperkenalkan konsep integrated farming, Sabtu (19/6/2021) di Kabupaten Aceh Barat Daya. [Foto: dok. Bank Indonesia]
DIALEKSIS.COM | Blangpidie - Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh, Achris Sarwani memperkenalkan konsep integrated farming untuk mendorong kemajuan ekonomi daerah dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang dikenal sebagai penghasil kelapa sawit ini.
Kunjungan Kepala BI Aceh diterima dengan baik oleh Bupati Akmal Ibrahim, Wakil Bupati Muslizar, Sekda Thamrin, dan jajaran Kepala Dinas terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Abdya, Sabtu (19/6/2021).
Acara yang berlangsung selama tiga jam tersebut, turut dihadiri Direktur Operasional Bank Aceh Syariah Lazuardi dan Kepala Bank Aceh Syariah Cabang Blangpidie Samsul Bahri.
"Konsep integrated farming merupakan bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pemanfaatan biaya modal yang rendah, namun bisa memberikan hasil lebih dari dua kali lipat," jelas Achris.
Achris mencontohkan melalui penerapan teknologi yang sedang disupport oleh BI ini, petani cukup memiliki 3 ekor sapi untuk menghasilkan 1 Ha padi dengan tingkat produktivitas maksimal mencapai 20 ton per Ha. Kotoran sapi dapat dikonversi menjadi pupuk organik yang mampu memperbaiki struktur dan hara tanah, selanjutnya jerami padi yang selama ini dianggap sebagai limbah pertanian dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk ternak selama proses produksi.
"Kami mengajak masyarakat agar mengadopsi kegiatan penguatan ekonomi ini dengan menggerakkan sektor pertanian yang ramah lingkungan," tutur Achris.
Pada kesempatan tersebut, konsultan ahli BI, Dr. Ir. Nugroho juga memaparkan teknis dan menjelaskan bahwa pihak BI Aceh telah memperkenalkan formula cairan pengubah kotoran hewan menjadi pupuk organik dalam waktu yang lebih cepat. Formula dekomposer organik yang diberi nama Microbachter Alfaafa (MA-11) tersebut telah digunakan di 32 provinsi di Indonesia.
"Saat ini di Provinsi Aceh sedang dikembangkan di mini lab SMKPP Negeri Saree, Aceh Besar yang terintegrasi dengan integrated farming di sekolah tersebut sejak awal tahun 2021 dengan hasil memuaskan," ungkap Nugroho.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Abdya Akmal Ibrahim merasa antusias menyambut teknologi pertanian terpadu berbasis pelestarian lingkungan ini.
"Konsep memadukan lahan peternakan atau perikanan dengan lahan pertanian secara konvensional telah banyak diterapkan masyarakat," tutur Bupati Akmal.
Ia mencontohkan masyarakat yang menggembala ternaknya di areal padi ataupun kelapa sawit serta potensi peningkatan produksi tambak udang vaname di Kabupaten Abdya. Selain hewan ternaknya sehat-sehat, lahan padi atau sawit semakin subur dengan produktivitas yang semakin meningkat. Apalagi jika kita bisa memanfaatkan teknologi yang ditawarkan BI Aceh ini akan sangat membantu pada petani maupun peternak.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat dari delapan desa di Abdya mengeluhkan munculnya kawanan lalat yang menyerang permukiman mereka. Penyebab banyaknya kawanan lalat tersebut diduga berasal dari tempat usaha peternakan ayam berupa tujuh buah kandang milik sebuah perusahaan yang dekat permukiman warga. Tidak hanya kotoran sapi, kotoran ayam pun dapat dikonversi menjadi pupuk organik untuk tanaman jagung dan limbah pertanian dapat digunakan sebagai bahan pakan ayam.
Di akhir pertemuan, Kepala BI Aceh Achris Sarwani memberikan 1 paket MA-11 sebanyak 10 liter, hand sprayer, dan harameter kepada Bupati Abdya sebagai bentuk perkenalan dalam rangka uji coba penggunaan super dekomposer MA-11 di lahan pertanian maupun perkebunan bagi masyarakat Abdya. [rls]