Beranda / Berita / Aceh / Dekan FISIP UIN Ar-Raniry Sesalkan "Skandal Pimpinan Yayasan" di Pidie Jaya

Dekan FISIP UIN Ar-Raniry Sesalkan "Skandal Pimpinan Yayasan" di Pidie Jaya

Selasa, 25 Januari 2022 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Zakir

Dekan FISIP UIN Ar-Raniry, Dr. Ernita Dewi, S.Ag., M.Hum.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam beberapa hari ini, publik Aceh dihebohkan dengan dua kasus asusila yang menjerat dua pejabat sekaligus pimpinan pesantren dan pimpinan yayasan di Aceh Tenggara (Agara) dan Pidie Jaya (Pijay). 

Seperti diketahui, salah satu pimpinan pesantren di Agara dilaporkan telah diamankan pihak kepolisian atas dugaan asusila yang merenggut kehormatan salah seorang santrinya. Pimpinan pesantren yang juga Kepala Baitul Mal Agara itu dilaporkan memperkosa santrinya itu hingga lima kali.

Sementara kasus tidak kalah menghebohkan juga datang dari Pidi Jaya. Pimpinan Yayasan Darul Aitam yang juga pejabat di Kementerian Agama (Kemenag) Pidie berinisial Z, dilaporkan merenggut kehormatan ibu dari salah satu anak asuhnya, dengan imbalan mempermudah proses administrasi anaknya "mondok" di yayasan yang dipimpinnya itu.

Skandal yang menjerat pimpinan yayasan di Pidie Jaya itu terungkap setelah seorang ibu dari anak asuh mengaku telah ditidurinya berkali-kali dengan iming-iming anaknya (yang tidak cukup syarat) akan dipermudah untuk diterima di yayasan itu. 

Pengakuan wanita berusia 38 tahun yang oleh pemberitaan sejumlah media menyebutnya telah berpindah agama dari Islam ke Kristen dan kemudian ingin anaknya memeluk dan belajar agama Islam di yayasan dimaksud, tentu saja sangat menyayat hati bila skandal tersebut benar adanya.

Namun pimpinan yayasan Darul Aitam, Z, telah membantah keras pengakuan wanita itu bahwa dirinya telah menidurinya di Banda Aceh dan Sabang. Z menyebut pengakuan wanita tersebut kepada sejumlah awak media sebagai fitnah. Saat media ini mencoba mengkonfirmasi ke pihak Polres Pidie Jaya, Senin 24/1/2022), ternyata juga tidak ada laporan terkait kasus tersebut.

"Tidak ada laporan di kita Bg terkait kasus itu. Kalau berdasarkan pengakuan ibu dari anak itu kan kasus (asusila) terjadi di Banda Aceh dan Sabang. Mungkin karena kejadian di luar wilayah hukum kita makanya tidak ada laporan ke kita," ujar Kasat Reskrim Pidie Jaya, Iptu Dedi Miswar.

Terlepas dari benar tidaknya skandal kasus asusila itu, namun Pimpinan Yayasan Darul Aitam, Z, kepada sejumlah media mengaku bahwa anak wanita itu ingin dimasukkan ke yayasan tersebut. Namun anak itu tidak memenuhi syarat karena berasal dari Medan dan tidak ada rekomendasi kepala desa (keuchik) sebagai salah satu syarat masuk yayasan. 

Pun demikian, berdasarkan pengukuran Z, anak itu sempat diterima di yayasan Darul Aitam dengan administrasinya diselesaikan belakangan, meski pada akhirnya dikeluarkan karena ibu si anak tidak bisa memenuhi persyaratan administrasi.

Menyikapi kasus tersebut, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Dr. Ernita Dewi, S.Ag., M.Hum menyayangkan adanya kasus seperti itu. Menurutnya, agar kasus ini tidak menimbulkan tanda tanya dikalangan masyarakat, pihak terkait dapat menyelesaikannya secara hukum sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

"Kasus ini kan sudah sangat viral, dan berdasarkan pemberitaan sangat kontradiktif antara pengakuan korban dengan pimpinan yayasan. Agar ini tidak menimbulkan tanda tanya di masyarakat dan menjadi citra buruk bagi Aceh, bijaknya diselesaikan secara hukum supaya ada titik kebenarannya. Korban membuat laporan ke polisi dan yang tertuduh juga membuat laporan atas tuduhan tersebut. Kalau sudah di ranah hukum, konsekuensinya kan sudah jelas. Menurut saya seperti itu," kata Ernita Dewi saat dimintai tanggapan oleh Dialeksis.com, Selasa (25/1/2021).

Namun Dekan FISIP UIN Ar-Raniry itu menekankan pada poin masalah administrasi. Menurutnya, pemangku kebijakan (pimpinan yayasan) bisa mempermudah masalah adminitrasi. Apalagi anak itu mualaf yang bisa dibilang terlantar di Aceh dan ingin belajar ilmu agama Islam sebagaimana pengakuan orang tuanya.

"Ini bisa jadi pelajaran bagi kita semua terutama yang punya kekuasaan di suatu instansi. Kalau kiranya masalah administrasi di panti asuhan atau yayasan bisa dipermudah, jangan dipersulit. Kalau dalam kasus ini - anak mualaf - bila memang tidak bisa diterima karena masalah administrasi, ya bijaknya dikomunikasikan dengan dinas terkait, apalagi kan pimpinan yayasan orang yang punya jabatan di Kemenag," imbuhnya.

"Yang paling kita harapkan, ya kasus seperti ini yang mencoreng wajah Aceh tidak terulang lagi. Apalagi kita Aceh kan dikenal luar sebagai daerah Syariat Islam. Jangan lagi lah ada pimpinan yayasan atau pimpinan pesantren apalagi itu yang punya jabatan di instansi keagamaan tersandung dengan kasus asusila. Wajah Aceh dengan syariat Islamnya kita jaga bersama-sama. Harapan saya seperti itu," pungkas Dr. Ernita Dewi.

Keyword:


Editor :
Zakir

riset-JSI
Komentar Anda