kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Dampak DOKA Jadi 1 Persen, Akademisi: Aceh Akan Kehilangan Energi Pembangunan

Dampak DOKA Jadi 1 Persen, Akademisi: Aceh Akan Kehilangan Energi Pembangunan

Minggu, 03 April 2022 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Aceh - Akademisi Universitas Malikussaleh Dr Mohd Haikal SE MM menyatakan, dampak pengurangan dari proyeksi Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) menjadi 1 persen Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional akan terasa secara signifikan terutama pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Sekalipun formulasi 1 persen dari plafon DAU Nasional itu mengikat karena mengacu pada Undang-undang No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh, artinya Aceh akan kekurangan energi untuk pembangunan,” ujar Dr Mohd Haikal kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (3/4/2022).

Menurutnya, pengaruh dari dampak pengurangan DOKA akan kental terasa pada sektor yang berkaitan dengan upaya kesejahteraan masyarakat Aceh melalui pembiayaan infrastruktur kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

“Pada gilirannya, upaya ini akan menekan laju angka kemiskinan kalau ini dilakukan dengan tepat sasaran dan berbasis pada program berkelanjutan bukan project minded yang output-nya justru tidak dinikmati oleh masyarakat,” ungkapnya.

Lebih lanjut, DOKA pada dasarnya menjadi suplemen penting bagi pembangunan bilamana dilakukan secara terarah dan tepat sasaran dengan proses perencanaan yang partisipasi. DOKA juga tidak boleh dibajak oleh kepentingan sesaat dengan orientasi project minded sehingga manfaat jangka panjangnya tidak dirasakan secara permanen oleh masyarakat.

“Padahal sejatinya dana otsus adalah untuk dan bagi sebesar-sebesarnya pada kesejahteraan masyarakat Aceh,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Dr Mohd Haikal menyatakan, DOKA bagi Aceh selama ini adalah sumber penerimaan publik terbesar, sehingga opsi untuk meminta kebaikan hati Pemerintah Pusat agar dana otsus ini bisa menjadi abadi sifatnya dengan beberapa pertimbangan yang masuk akal dan tentu dengan beberapa catatan penting mulai dari perencanaan dan pengawasan yang lebih baik dan akuntabel. 

Kemudian, lanjut dia, dengan waktu yang hanya tersisa lima tahun lagi dari batas akhir Aceh menerima dana otsus yaitu tahun 2027, maka bagaimana kemudian dana tersebut diarahkan peruntukannya untuk memperkuat kemandirian fiskal.

Menyedihkan lagi, kata dia, di tahun 2020 Indeks Kemandirian Fiskal Aceh pada rangking 29 secara nasional dan ditambah lagi dengan rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki Aceh dan ini menjadi tantangan serius bagi Aceh ke depan untuk membiayai pembangunan. 

“Maka pemimpin yang kreatif dan inovatif serta memiliki kemampuan entrepreneurial leadership dibutuhkan dalam kondisi tersebut,” pungkasnya.(Akhyar)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda