Beranda / Berita / Aceh / KKR Aceh Akan Verifikasi Temuan Elemen Sipil Perihal Pelanggaran HAM Masa Konflik

KKR Aceh Akan Verifikasi Temuan Elemen Sipil Perihal Pelanggaran HAM Masa Konflik

Rabu, 26 Juni 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua KKR Aceh, Mastur Yahya. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh akan menverifikasikan temuan elemen masyarakat sipil mengenai peta data digital Pelanggaran HAM di masa konflik Aceh.

"Kami menerima dokumentasi submisi yang mengungkapkan tempat-tempat penyiksaan masa lalu, khususnya yang terjadi pada masa konflik di Aceh. Dokumentasi ini mencatat lokasi-lokasi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan korban-korbannya. Meskipun informasi dalam dokumen ini sudah pasti dan valid, kami tetap perlu melakukan verifikasi lebih lanjut, baik terhadap lokasi maupun korban," kata Ketua KKR Aceh, Mastur Yahya kepada awak media, Rabu (26/6/2024).

Dikatakan bahwa dalam konteks verifikasi ini, KKR Aceh memainkan peran penting. KKR Aceh memiliki mandat dan tugas untuk mengungkap kebenaran terkait pelanggaran HAM masa lalu. 

Hingga saat ini, KKR Aceh telah mengumpulkan data lebih dari 5.000 korban yang berasal dari berbagai situs tersebut. Namun, data ini mungkin belum mencakup semua korban, sehingga verifikasi lanjutan sangat diperlukan.

"Dokumentasi yang kami terima hari ini akan menjadi penguatan bukti di samping data yang telah kami miliki sebelumnya. Ini adalah langkah penting dalam mengungkap kebenaran secara resmi dan institusional," ujarnya. 

KKR Aceh, kata Mastur, sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah, memiliki tiga mandat utama, mengungkap kebenaran, melakukan pendekatan rekonsiliasi antara korban dan pelaku, serta memberikan rekomendasi reparasi.

Dalam hal ini, Verifikasi terhadap korban dan lokasi penyiksaan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti. 

Selain itu, pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk memperlakukan tempat-tempat ini dengan penuh penghormatan. 

Salah satu cara untuk menghormati para korban adalah dengan mendirikan monumen atau tugu peringatan yang mencantumkan nama-nama mereka. Ini akan memberikan nilai sejarah dan makna yang mendalam bagi masyarakat.

Namun, ada tantangan yang perlu dihadapi, seperti ketidakpuasan terhadap penamaan tempat peringatan. Misalnya, nama "Living Park" dianggap tidak mencerminkan makna yang sesuai dengan peristiwa yang terjadi di lokasi tersebut. Oleh karena itu, penting untuk mencari nama yang lebih tepat dan bermakna bagi masyarakat.

Dengan diserahkannya dokumen ini, kemungkinan akan ada fakta baru yang terungkap di lapangan. Meskipun tempat-tempat ini sudah dikenal secara umum, pengumuman resmi dari lembaga yang berwenang seperti KKR Aceh akan memberikan legitimasi yang lebih kuat. 

"Ini bukan berarti temuan dari lembaga lain seperti LSM tidak valid, tetapi data yang disampaikan oleh lembaga resmi memiliki bobot yang lebih besar dalam proses hukum dan sosial," ujarnya. 

Mastur mengatakan bahwa bantuan dari berbagai pihak sangat membantu dan ia berharap dengan keterlibatan elemen sipil akan banyak fakta akan terungkap dan lebih banyak korban yang akan mendapatkan keadilan. 

"Di sisi lain, masyarakat juga harus dilibatkan dalam proses ini untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda