kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Budaya Jep Kupi di Aceh Mulai Ramai Kembali

Budaya Jep Kupi di Aceh Mulai Ramai Kembali

Minggu, 14 November 2021 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Penyeduh kopi di warung kopi solong, Banda Aceh. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dunia perkopian di Aceh terus berkembang setiap hari. Tentu setiap warung kopi memiliki ciri khasnya masing-masing.

Muhammad Sofyan Lutfhi salah satu penikmat kopi di kota langsa mengatakan, kalau kebanda Aceh tentu carinya kopi dulu.

“Cuma kalau ke daerah baru kan rada suka bingung hunting kopi yang enak, jadi harus siap-siap lambungnya karena terus cicip kopi,” ucapnya kepada dialeksis.com, kamis (4/11/2021).

Dirinya mengatakan, sebenarnya hari ini yang menjadi problem dalam dunia perkopian itu adalah terlalu overnya warung kopi yang ada di Aceh.

Baginya, over ini tentu membuat orang itu terus berlomba-lomba membuat resep baru dengan kopi. Seharusnya, warung kopi itu jangan terlalu banyak di bangun, sampai disetiap sudut jalan itu ada warung kopi. Tentu ini juga ada bagusnya dan merupakan peluang yang baik bagi berwirausaha, hanya saja sektor lain seperti pendidikan itu justru semakin tak terlihat.

“Dan juga semakin banyak warung kopi, maka semakin banyak resep dan trik dalam perkopian, tentu membuat kita sebagai penikmat semakin tertantang untuk mencicip kopi-kopi yang ada,” sebutnya.

Sofyan mengatakan, karena itu, sebagai penikmat, kita harus bisa menilai mana kopi yang dibuat dengan hati.

“Hari ini banyak sekali para penikmat kopi asal menilai kopi yang dibuat itu tidak enaklah, inilah, itulahh, tanpa mengetahui bagaimana peracik kopi membuatnya dengan sepenuh hati,” sebutnya.

Lanjutnya, sofyan menyampaikan, jadi sebagai penikmat harus pintar dalam merasakan kopi yang dibuat oleh peraciknya. Kadang banyak sekali orang yang datang ke warkop untuk melaksanakan budaya orang Aceh yaitu Jep Kupi di pagi, siang, dan malam.

Namun, Kata Sofyan, sejak pandemi ada penurun drastis dari kebiasaan orang Aceh dalam budaya Jep Kupi ini dikarenakan adanya PPKM yang cukup lama di Aceh dan di Indonesia. Tentu juga berdampak kepada pada perekonomian daripada pemilik warung kopi yang ada di Aceh.

Menurutnya, kebiasaan Budaya Jep Kupi yang sedikit mulai penurunan ini menunjukan masyarakat itu lebih Take Away dan menikmati kopinya itu dirumah saja, namun kini sudah mulai terlihat lagi kebiasaan ini mulai ramai lagi di Aceh.

"Tak hanya di Banda Aceh saja, hampir diseluruh daerah di Aceh sudah mulai ramai lagi, hanya saja tak selama yang dulu-dulu, yang biasanya bisa sampai 1-5 jam sekali jep kupi karena serunya mengobrol kini mulai lebih awal durasinya, biasanya setiap saya perhatikan itu saja hanya 1-2 jam saja, kadangpun lebih awal dari itu," sebut Sofyan.

Dirinya mengatakan juga, ada juga sebuah kebiasaan orang suka menilai kopi itu langsung asal-asalan 'Kopinya gak enak, pahit sekali'. "Bagi saya kopi yang nikmat itu, kopi yang meninggalkan rasa kesat pahit dan manis buah di ujung lidah, bukan manis susu atau gula, itu kopi yang nikmat, namun kebanyakan anak-anak sekarang tahunya kopi itu manis susu atau gula, dan sering sekali mengatakan kopinya tidak enak, bagaimana itu perasaan barista nya kalau tahu kopinya dikatakan tidak enak, padahal memang rasa kopinya seperti itu," sebutnya.

Oleh karena itu, Kata Sofyan, jangan langsung menilai kopi itu tidak enak, sebelum memesan kopi harus tanyakan dulu kepada waitersnya. "Ini kopi jenis apa, beansnya apa pakai jenis apa, prosesnya bagaimana, espresso atau tidak, ini pahitnya bagaimana, jadi harus tanyakan dulu, jangan langsung pesan setalah itu komen yang aneh terhadap kopi tersebut, kan ini gak baik juga, harus pintar-pintar lah dalam menikmati kopi yang disajikan oleh barista atau penyeduhnya," kata Sofyan.

Lanjutnya, “Jangan merasa bahwa semua rasa kopi itu sama semua, tentu setiap kopi itu memiliki cita rasa yang berbeda, apalagi dibuat dengan tangan peracik yang berbeda-beda,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda