kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / BPN Bisa 'Menghilangkan' Rakyat Miskin di Aceh

BPN Bisa 'Menghilangkan' Rakyat Miskin di Aceh

Sabtu, 19 September 2020 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM| Banda Aceh- Apa mungkin Dinas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh mampu menghilangkan rakyat miskin di Aceh. Peran BPN Aceh untuk memperkecil masyarakat miskin sangat besar. Asal rajin dan mau bekerja, angka kemiskinan di Aceh mampu ditekan.

Apa konsep BPN Aceh dalam mengentaskan kemiskinan dan bagaimana aflikasinya dilapangan? Dialeksis.com, melakukan wawancara khusus dengan kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh Agustyarsyah, S.SiT, S.H, MP.

Menurut Agustyarsyah, banyak konsep dan gagasan cemerlang dari Dinas BPN yang dapat membebaskan rakyat Aceh dari kemiskinan. Konsep itu akan diaplikasikan di lapangan. Dinas Pertanahan punya peran di depan dalam membantu masyarakat miskin.

Selain konsep tentang pengentasan kemiskinan, BPN Aceh juga sudah mengharumkan nama Aceh, dimana untuk Indonesia pelayanan public yang diberikan BPN melejit, mendapatkan rangking satu ditingkat nasional.

 “Saat ini BPN sudah mulai berkarya. Dukungan semua pihak itu luar biasa. Aceh sudah mendapatkan peringkat pertama nasional dalam memberikan pelayanan. Kini naik peringkat dari 28 menjadi pertama nasional,” sebut Agustyarsyah.

“Kami fokus memberikan pelayanan kepada masyarakat, tidak terganggu dengan politik tentang pengalihan BPN kepada BPA. Kami tidak mencampur adukan persoalan politik yang diamanatkan MoU Helsinki, namun kami lebih mengutamakan pelayanan,” jelasnya.

Benarkah BPN mampu membebaskan rakyat miskin di Aceh? “Mengapa tidak, kalau semuanya diberdayakan, rakyat miskin di Aceh mampu kita hilangkan. BPN peranya sangat besar dalam persoalan ini.

Kongkritnya bagaimana? Dinas Pertanahan punya fungsi dan tugas yang berbeda dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pihak BPN itu tugasnya ditengah, melegalkan. Sementara Dinas BPN punya tugas sebelum legal dan sesudah legal (after legar, be for legal).

Sebelum legal, sebelum fihak BPN menerbitkan sertifikat, Dinas BPN punya peran yang lebih jauh. Bahkan setelah diterbitkan sertifikat oleh pihak BPN, Dinas BPN masih banyak tugas yang harus diselesaikan, membantu masyarakat dalam mengentaskan kemiskinan.

Rilnya begini, sebut Kanwil BPN Aceh ini. Sebelum pihak BPN menerbitkan sertifikat (legal) Dinas BPN melakukan sosialisai terlebih dahulu kepada masyarakat, mengaktifkan peradilan adat, tidak ada sengketa di lapangan, pasang tapal batas, menguasai fisik tanah, tanahnya diberdayakan. Tanah yang tidak hidup dimanfaatkan, itu bagian dari Dinas Pertanahan.

Contohnya, di satu kampung sebelum pihak BPN turun kelapangan, Dinas Pertanahan terlebih dahulu turun, memberikan penyuluhan. Memberikan pemahanan kepada masyarakat, sebentar lagi BPN akan turun memberikan legal.

“Ayo masyarakat kita persiapkan administrasinya. Jangan ribut-ribut. Pasang tanda batas. Ada yang karu-karu kita selesaikan secara musyawarah di desa. Ketika BPN turun patok sudah terpasang dengan rapi, sengketa tidak ada. Ini tugas Dinas Pertanahan,” sebut Agus.

“Begitu BPN turun tidak ada masalah di lapangan. Pihak BPN melakukan legal (pensertifikatan) tanah. Setelah tanah itu disertifikatkan, Dinas Pertanahan turun lagi kelapangan. Mana sertifikat, mana yang ada UKM. Ayo sama sama kita berdayakan. Mengapa tidak diberdayakan, itu yang digugah pihak Dinas Pertanahan,” sebutnya.

Beda tugas BPN dan Dinas BPN, masing masing ada fungsi wewenangnya. Sebelum pihak BPN menerbitkan sertifikat, maka Dinas Pertanahan harus menghimpun data ini dulu. Dinas Pertanahan harus tahu tanah ini siapa pemiliknya. BPN tentunya belum tahu, karena belum didaftar. Belum dijadikan sertifikat.

Dinas BPN harus tahu, misalnya ada lahan di satu desa, hanya investasi pemiliknya, namun belum bersertifikat. Tanah itu tidak dimanfaatkan, tidak efektif pengolahanya, sementara di desa itu ada masyarakat miskin.

Bagaimana membantu masyarakat miskin ini agar mampu menghidupi dirinya, sementara ada lahan di kampung itu yang tidak dimanfaatkan, atau pemanfaatanya tidak maksimal. Mengapa si miskin itu tidak diberdayakan untuk memanfaatkan lahan ini?

Ini tugas Dinas BPN, sebut Agus. Pihak Dinas BPN harus tahu tanah yang terlantar, tidak dimanfaatkan itu milik siapa. Kemudian pihak BPN dan aparat desa di sana menanyakan kepada pemilik tanah, apakah boleh tanahnya dimanfaatkan desa untuk pemberdayaan, apakah boleh ditanami.

Kemudian Dinas Pertanahan bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Perindustrian. Bagaimana kalau lahan itu dimanfaatkan, ditanami ubi. Berapa kebutuhan ubi dalam setahun. Pihak Perindustrian yang punya power menggerakan home indsutri, mengerahkan pengrajin ini untuk bekerjasama dengan masyarakat yang menanam ubi.

“Dinas pertanahan yang punya power untuk itu. Dinas pertanahan punya data base di satu kampung siapa saja pemilik tanah, kemudian bersama aparatur desa mengusulkan ke BPN, tolong disertifikatkan. Setelah legal, ada sertifkat, kemudian BPN melakukan kontrak dengan pemilik tanah untuk dimanfaatkan tanahnya,” kata Agus.

Dinas Pertanahan melakukan kontrak dengan kepala desa untuk memanfaatkan lahanya. Kalau satu desa, katakanlah tanahnya ditanam ubi semuanya, tanah tidak terlantar. Kemudian dimanfaatkan oleh orang miskin, tidak ada orang miskin di desa itu.

“Kita Jangan hanya fokus kepada legal, mengapa kita tidak fokus sebelum legal dan sesudah legal. Dimana ruangnya luar biasa untuk mengentaskan kemiskinan. Ini kosnep yang luar biasa sebenarnya. Tetapi kalau kita berpikiran sempit, kita tidak akan maju,” sebut Agus.

Bila seluruh lahan diperkampungan dimanfaatkan dan memberdayakan, memberi ruang dan kesempatan kepada mereka yang miskin, tidak ada lagi masyarakat miskin di desa itu. Mengapa ini tidak kita lakukan, sebutnya.

“Pak Gubernur, Sekda, dan Dinas sudah faham tentang ini. Namun ada beberapa dinas yang kurang bergerak karena kurang anggaran. Ini yang perlu diberikan pemahaman sehinga Dinas BPN di daerah bisa mengusulkan anggaran ke DPRK,” katanya.

“Kalau dinas BPN tidak punya ide, hanya menunggu siapa yang akan memberikan anggaran, kapan kita mau maju. Makanya kepala Dinas Pertanahan ini harus menjadi mad, bukan karena janji politik. Kalau Dinas Pertanahan berperan, Aceh akan maju dalam pertanahan, kemiskinan akan mampu diatasi,” sebut Kanwil Pertanahan ini.

Namun dalam menggerakan semua ini perlu adanya kesefahaman, ada regulasi yang mengaturnya. Bila peraturan tentang ini diatur dalam Pergub akan lebih baik. Negeri ini akan semakin maju. Kemiskinan di Aceh akan mampu dihilangkan. (baga)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda