kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Bocah di Aceh Utara Disiksa Ayah Kandungnya, KPPAA Harap Polisi Usut Motifnya

Bocah di Aceh Utara Disiksa Ayah Kandungnya, KPPAA Harap Polisi Usut Motifnya

Senin, 31 Januari 2022 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak aceh (KPPAA), Ayu Ningsih. [Foto: Dialeksis/Ahmad]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seorang bocah berinisial FZ (5) warga Tumpok Peureulak, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara, ditemukan lebam-lebam dan tidak bisa bicara karena trauma. Bocah tersebut diduga dipukul oleh ayahnya sendiri.

Wakil Ketua KPPAA, Ayu Ningsih mengatakan, KPPAA berharap polisi dapat mengusut motif penyiksaan anak kandung yang diduga pelakunya merupakan ayahnya sendiri.

“Kasus ini hendaknya bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama orangtua dan masyarakat, karena jika kita melakukan kekerasan terhadap anak, ada hukuman pidananya,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Senin (31/1/2022).

Kemudian, Dirinya mengatakan, Selama ini masih banyak sekali orangtua yang melakukan kekerasan terhadap anaknya, baik dengan disengaja ataupun tidak disengaja, anak kerap kali menjadi korban pelampiasan kemarahan, dendam dan tekanan/masalah lainnya yang dihadapi oleh orangtua.

“Dalam pasal 13 Undang-undang Perlindungan Anak jelas sekali menyebutkan “selama dalam pengasuhan orangtuanya anak berhadap mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi ekonomi ataupun seksual, penelantaran, kekejaaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakukan salah lainnya”.

Sedangkan, dalam Pasal 76C dijelaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, yang sanksinya terhadap dalam pasal 80 UU/352014 tentang perlindungan anak yaitu :

1. Siapa saja yang melakukan kekerasan terhadap anak dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda 72 juta

2. Jika anak mengalami luka berat maka pelaku dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak 100 juta

3. Jika anak mati, pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau dengan 3 milyar

4. Pidana ditambah 1/3 jika yang melakukan penganiayaan tersebut merupakan orang tuanya

“Jadi jelas sekali dalam UU perlindungan anak tidak mentolerir yang namanya kekerasan terhadap anak, mengingat anak merupakan generasi penerus yang harus dijamin hak hidupnya, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasinya secara optimal oleh Negara,” ujarnya.

Ayu Ningsih menyampaikan, bahwa Orangtua yang diharapkan menjadi pelindung untuk keselamatan anaknya, namun dalam praktek sering sekali kita lihat justru orangtua sendiri yang menjadi salah satu ancaman terhadap keselamatan anak-anak di rumah.

“Dari berbagai tindak kekerasan yang menimpa anak-anak, salah satu yang memprihatinkan adalah kasus penganiayaan yang dilakukan oleh orangtua atau pengasuh. Kasus ini umumnya yang paling sulit dibongkar, apalagi dicegah, karena korban biasanya tidak berdaya atau takut melaporkan kekerasan yang mereka alami, apalagi lokasi penganiayaan itu biasanya dilakukan di dalam rumah atau ditempat yang tertutup. Kasus-kasus seperti ini biasanya baru terbongkar setelah korbannya mengalami luka berat atau meninggal,” ungkapnya.

"Anak kerap sekali menjadi pelampiasan kekecewaan dan tekanan yang dihadapi orangtuanya. Anak yang sejak kecil mengalami korban tindak kekerasan dan pelampiasan kemarahan dari orangtunya, otomatis pada saat anak menjadi dewasa justru tanpa sadar dia akan mewarisi perilaku orangtuanya. Siklus seperti ini tentunya tidak akan pernah berakhir jika kita tidak melakukan pencegahan,” tambahnya.

Sementara itu, menurutnya, Untuk mencegah agar anak-anak tidak lagi menjadi korban pelampiasan emosi dan tindak kekerasan orangtuanya adalah :


1. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan dengan mengembangkan pendidikan pengasuhan bagi calon orangtua

2. Melibatkan peran serta kerabat dan masyarakat local yang peduli dan mengawasi tindak tanduk orangtua yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan terhadap anak

3. Segera melaporkan jika melihat, mendengar, mengetahui dan menyaksikan terjadinya kekerasan terhadap anak kepara perangkat gampong setempat, kepolisian, lembaga layanan, LSM pemerhati Anak dan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak aceh (KPPAA)

[RED]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda