kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Belum Ada Upaya Signifikan Pemerintah Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Belum Ada Upaya Signifikan Pemerintah Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Rabu, 18 September 2019 11:05 WIB

Font: Ukuran: - +

Sarasehan evaluasi dan prospek penyelesaian pelanggaran HAM berat di Aceh yang diselenggarakan di Balai Senat Unsyiah, Banda Aceh, Rabu (18/9/2019). [Foto: Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan hingga saat ini belum ada perkembangan yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Padahal menurut Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, cita-cita penyelesaian pelanggaran HAM merupakan salah target pemerintah Indonesia dalam program Nawa Cita Presiden RI periode 2014-2019. 

Hal ini dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satu poinnya menyebutkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi salah satu fokus utama.

"Faktanya hingga saat ini, upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu atau pelanggaran HAM yang berat belum ada perkembangan yang signifikan. Selain itu, tidak ada upaya-upaya pemulihan hak-hak korban perlu menjadi perhatian khusus dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang berat," ujarnya.

Hal itu disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, dalam sarasehan evaluasi dan prospek penyelesaian pelanggaran HAM berat di Aceh, yang diselenggarakan di Balai Senat Unsyiah, Banda Aceh, Rabu (18/9/2019).

Dia memaparkan, stagnasi penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia hingga saat ini masih belum tuntas. Menurut Komnas HAM, kondisi ini berpotensi mengarah pada kebuntuan.

Hingga saat ini tercatat 9 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang statusnya belum ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung ke tingkat penyidikan.

Salah satu penyebab stagnasi tersebut karena adanya bolak-balik berkas penyelidikan yang diserahkan kepada Kejaksaan Agung kemudian dikembalikan dengan alasan kurang lengkap.

Menurut Taufan, proses pengadilan HAM ini seringkali terhambat oleh perbedaan wewenang antara Kejaksaan Agung sebagai penyidik dengan Komnas HAM sebagai penyelidik.

Selain itu, Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan, satu tugas dan wewenang Komnas HAM adalah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran HAM. Sedangkan wewenang penyidikan dan pembentukan tim ad hoc berada dibawah kewenangan Kejaksaan Agung RI.

Dia menambahkan, sementara yang terjadi di Aceh termasuk menyisakan proses penyelesaian. Ketentuan dalam Perjanjian Helsinki, Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi menjadi hal yang harus ada.

"Pendekatan yuridis ditempuh untuk mengadili pelaku dan mengungkap kejahatan, sedangkan pemulihan dan pencarian kebenaran menjadi hal yang saling melengkapi menuju keadilan transisional. Ini menunjukan konteks yang terjadi di Aceh harus serius untuk menjaga hal dimaksud," katanya.

Karena itu, Komnas HAM mengadakan kajian dengan judul "Menilai Upaya Negara Dalam Penyelesaian Pelanggaran HAM Yang Berat".

Kajian ini menggunakan konsep unwilling or unable dalam Pasal 17 Statuta Roma untuk menilai upaya negara dalam proses penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia. Kajian ini juga ingin melihat apakah kasus pelanggaran HAM yang berat di Indonesia bisa menjadi yurisdiksi internasional. 

Seperti diketahui, Komnas HAM memiliki mandat dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Komnas HAM merupakan lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.(red)  


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda