Batasi Waktu Warung Kopi, Ketua PW Muhammadiyah Aceh: Diatur Melalui Qanun Lebih Kuat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zulkarnaini
Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh, A Malik Musa, SH, MHum,
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, mengeluarkan surat edaran yang bertujuan untuk menguatkan penerapan prinsip-prinsip syariat Islam di wilayah ini.
Dalam upaya untuk lebih mengatur berbagai aspek kehidupan sesuai dengan nilai-nilai agama, surat edaran tersebut mengandung sejumlah poin penting.
Salah satu poin yang diatur dalam surat edaran ini adalah terkait dengan batasan waktu operasional pelaku usaha seperti warung kopi dan kafe.
Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh, A Malik Musa, SH, MHum, memberikan pandangannya terkait pelaksanaan syariat Islam di wilayah ini. Dalam pernyataannya, A Malik Musa mengatakan, bahwa pelaksanaan syariat Islam tidak boleh bersifat parsial atau terbatas pada aspek tertentu saja.
Ia mengajukan perlunya pendekatan yang komprehensif yang melibatkan semua stakeholder terkait."Syariat Islam memiliki dimensi yang luas dan mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat," ujar A Malik Musa. "Oleh karena itu, pelaksanaannya harus memperhatikan kepehensifan dan melibatkan partisipasi semua pihak yang terkait".
Menurut A Malik Musa dalam poin yang mengatur waktu operasional cafe yang harus ditutup pukul 00.00 bertujuan untuk mendukung kesehatan dan memastikan kedisiplinan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, dan bangun subuh tepat waktu.
Agar lebih aturan ini lebih kuat, A Malik Musa menyarankan agar diatur melalui qanun. Qanun adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki kekuatan hukum dan berimplikasi pada konsekwensi jika tidak dijalankan.
"Memiliki qanun sebagai landasan hukum akan memberikan aturan lebih kuat, dengan sanksi yang jelas jika tidak dijalankan," ujarnya. "Hal ini akan meningkatkan kewibawaan aturan dan memberikan implikasi yang lebih jelas terhadap pelaksanaannya".
Selain itu, A. Malik Musa juga menekankan pentingnya kolaborasi antara semua jajaran Pemerintah Daerah dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).
Kolaborasi ini untuk memastikan kepatuhan dan keselarasan dalam menjalankan prinsip-prinsip syariat Islam di Aceh.
Tak hanya itu, dialog dan diskusi terbuka dengan organisasi-organisasi Islam juga sebagai langkah penting dalam mengawal pelaksanaan syariat Islam di Aceh.
"Dengan berdiskusi bersama ormas-ormas Islam, Gubernur Aceh dapat lebih mendekatkan langkah-langkah pelaksanaan syariat dengan aspirasi dan pandangan masyarakat," pungkasnya.