Banjir di Aceh Utara Bukan Lagi Musiman, YARA: Ada Masalah Ekologi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Iskandar PB, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Aceh Utara. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Lhoksukon - Ratusan rumah di Kecamatan Matangkuli dan Tanah Luas, Kabupaten Aceh Utara, kembali terendam banjir pada Jumat (4/10/2024).
Banjir yang datang akibat luapan sungai di wilayah tersebut merendam sejumlah desa dengan ketinggian air mencapai satu meter di beberapa lokasi, terutama di jalanan utama yang lebih tinggi daripada halaman rumah warga.
Kondisi terparah dilaporkan terjadi di Kecamatan Matangkuli. Beberapa desa seperti Alue Tho, Hagu, Meuria, Tumpok Barat, Lawang, dan Cibrek mengalami genangan air yang parah. Air juga telah merendam jalan ex ExxonMobil, yang menjadi akses utama masyarakat.
Sementara di Kecamatan Tanah Luas, desa yang paling terdampak adalah Rayeuk Kuta. Luapan air sungai di kedua kecamatan ini dipicu oleh hujan deras yang mengguyur wilayah Aceh Utara dan sekitarnya selama dua hari berturut-turut.
Daerah Aliran Sungai (DAS) di kawasan Matangkuli yang tidak memiliki tanggul menjadi faktor utama yang memperparah banjir ini. Air dengan cepat mengalir ke pemukiman saat volume sungai meningkat.
Iskandar PB, Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Aceh Utara, menyoroti bahwa banjir ini bukan lagi fenomena musiman.
Menurutnya, banjir di Aceh Utara, terutama di wilayah Matangkuli, kini terjadi berkali-kali dalam setahun.
“Ini bukan lagibanjir musiman. Dalam setahun, bisa terjadi banjir hingga enam kali. Pasti ada yang salah dengan kondisi alam dan aliran sungainya,” ujar Iskandar kepada Dialeksis.com, Sabtu (5/10/2024).
Dia menambahkan, masalah ini diperparah oleh kurangnya perhatian pemerintah dalam melakukan normalisasi sungai secara rutin.
"Jika tidak ada perbaikan, air akan terus meluap dan membanjiri pemukiman warga setiap kali volume air naik," ujarnya.
Iskandar juga menyinggung bahwa deforestasi atau kerusakan hutan di Aceh Utara mungkin menjadi penyebab mendasar banjir yang semakin sering terjadi.
"Hutan yang gundul dan aliran sungai yang tidak teratur jelas menyebabkan banjir semakin parah. Ini adalah krisis ekologi yang harus segera ditangani," tegasnya.
Banjir yang terjadi berulang kali ini jelas membawa dampak besar bagi masyarakat.
Iskandar menjelaskan bahwa ekonomi masyarakat terpengaruh signifikan karena setiap banjir menyebabkan kerugian baik materiil maupun imateriil.
“Masyarakat tidak hanya kehilangan harta benda, tapi juga waktu produktif yang terbuang. Apalagi di wilayah Matangkuli, banyak yang menggantungkan hidup dari pertanian dan peternakan. Dengan banjir yang terus terjadi, mereka tidak bisa bekerja maksimal,” jelasnya.
Iskandar juga mendorong warga Aceh Utara, khususnya di wilayah Matangkuli dan sekitarnya, untuk menuntut pemerintah setempat jika banjir ini tidak segera ditangani dengan solusi yang tepat.
"Masyarakat punya hak untuk mengajukan gugatan kelas aksi di pengadilan jika masalah banjir ini tidak diselesaikan," kata Iskandar.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah Kabupaten Aceh Utara terkait banjir yang kembali melanda wilayah tersebut.
Warga berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret, seperti membangun tanggul dan melakukan normalisasi sungai, untuk mencegah banjir lebih lanjut. [nh]