Beranda / Berita / Aceh / ASPEK Aceh Minta Pemerintah Cabut PP Turunan UU Cipta Kerja

ASPEK Aceh Minta Pemerintah Cabut PP Turunan UU Cipta Kerja

Kamis, 25 Februari 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

ASPEK Aceh, Muhammad Arnif. [Foto: Roni/Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam Peraturan Pemerintah (PP/No. 35/2021) yang merupakan turunan UU Cipta Kerja, para pengusaha dibolehkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan efisiensi tanpa perlu membayar pesangon secara penuh.

PP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menilai regulasi tersebut, Sekretaris Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Provinsi Aceh, Muhammad Arnif mengatakan, sangat kecewa dan prihatin dengan kehadiran PP dari turunan UU Cipta Kerja itu.

Kekecewaannya itu ia sebutkan karena PP tersebut dinilai telah mengurangi hak-hak yang seharusnya diterima oleh para kaum buruh.

"Kami kecewa dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, karena lagi-lagi hak buruh dikurangi. Tentunya juga, regulasi yang diterbitkan itu ternilai hanya pro kepada pemilik modal dan tidak mengakomodasi para rakyat," kata Arnif saat dihubungi Dialeksis.com, Kamis (25/2/2021).

Ia melanjutkan, kehadiran PP itu juga seolah mengulang kembali tragedi masa Orde Lama, yang pada saat itu juga menghilangkan dan tidak memerhatikan kepentingan para buruh.

Karena demikian, ASPEK Aceh meminta pemerintah untuk mencabut atau merevisi kembali UU Cipta Kerja beserta PP yang telah dibentuk. 

"Kalau ini bentuknya kebijakan, maka bentuk solusinya ialah dengan mencabut kebijakannya. Karena, jika kebijakan atau PP yang dibuat ini tidak dicabut maka secara otomatis kebijakan itulah yang akan berlaku dan diterapkan hingga seterusnya," jelasnya. 

Selain itu, Arnif juga berharap, bila pemerintah mau menerbitkan sebuah kebijakan, harusnya pemerintah juga perlu memerhatikan dan menerima masukan dari para kalangan buruh, pengusaha, dan juga kalangan pemerintah daerah.

"Artinya tidak hanya untuk kepentingan pemodal dan pemerintah saja, tetapi juga harus memerhatikan bagaimana kehidupan dan kepentingan kaum buruh," pungkas Arnif.

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda