Beranda / Berita / Aceh / Amnesty International Desak Pusat Cegah Hukum Pancung, Pakar Hukum : Hukuman Mati Wilayah Hukum Nasional

Amnesty International Desak Pusat Cegah Hukum Pancung, Pakar Hukum : Hukuman Mati Wilayah Hukum Nasional

Jum`at, 16 Maret 2018 14:36 WIB

Font: Ukuran: - +

Pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh. (EPA via DAILY MAIL/Jawa Pos)

Dialeksis.com ---  Amnesty International mendesak Pemerintah Indonesia  untuk turun tangan dan mencegah upaya pemberlakuan hukuman pancung untuk kejahatan pembunuhan di Propinsi Aceh.

Menurut organisasi non-pemerintah internasional yang bergerak dalam promosi Hak Asasi Manusia (HAM) ini, alasan bahwa pemenggalan kepala memiliki efek jera terhadap kejahatan sama sekali tidak berdasar dan tidak dapat diterima.

"Tidak ada bukti bahwa hukuman mati memiliki efek jera khusus terhadap kejahatan, betapapun mengerikannya metode eksekusi itu," kata Direktur Amnesty International di Indonesia, Usman Hamid sebagaimana dilansir ABC News.

Lebih lanjut, usman juga memaparkan Pemerintah Aceh tidak dapat menggunakan dalih status otonomi khusus untuk dapat menerapkan kebijakan yang melanggar HAM.

Direktur Amnesty International Usman Hamid . MI/ROMMY PUJIANTODirektur Amnesty International Usman Hamid . MI/ROMMY PUJIANTO

"Pemerintah Aceh tidak dapat menggunakan status otonomi khusus untuk memberlakukan UU dan kebijakan yang secara mencolok melanggar HAM," imbuhnya. Menurut Amnesty, Aceh dan Indonesia secara keseluruhan harus menghentikan segala bentuk hukuman mati.

Sementara sejumlah Pakar hukum nasional mengutarakan pandangan senada.  Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun mengungkapkan keistimewaan yang dimiliki oleh Provinsi Aceh tidak serta merta memberikan kewenangan untuk memberlakukan hukuman mati. Hukuman paling berat dalam pidana ini hanya dapat diberlakukan dalam peraturan yang diatur dalam legislasi nasional.

Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun. TEMPO/Imam SukamtoPengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun. TEMPO/Imam Sukamto

"Memang ada pengecualian untuk pemberlakuan syariat islam di Aceh tapi kekuasaan kehakiman berpucuk di MA itu itu sudah hukum nasional. Pemberlakuan syariat di Aceh yang dilakukan hanya hukuman yang minor," ujarnya sebagaimana dilansir detik.com, Kamis (15/3/2018).

Pengamat Hukum Pidana Abdul Fickar juga menyebutkan hal yang sama.  Kepada Detik.com, dirinya menyatakan hukuman mati merupakan domain hukum nasional yang diatur peraturan setingkat undang-undang (UU). "Maka perda tidak dapat membuat aturan itu karena tingkatannya UU, bukan perda," jelasnya.

Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakkir berpendapat wacana penerapan hukum pancung atau qisas di Aceh sebaiknya diatur dalam undang-undang. Menurutnya, tak tepat bila hukum pancung diatur dalam regulasi setingkat pemerintah daerah.

"Jangan diatur di perda, tapi undang-undang. Kalau dasarnya perda itu enggak boleh," ujar Muzakkir kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/3).

Seperti diberitakan sebelumnya, Dinas Syariat Islam Aceh mewacanakan penerapan hukum Qisas bagi para pelaku kejahatan berat seperti pembunuhan. Menurut Kabid Bina Hukum Syariat Islam dan HAM Dinas Syariat Islam Aceh, Syukri Bin Muhammad Yusuf  hal ini dalam rangka meredam tingginya angka kriminalitas yang marak  di Aceh belakangan ini.  

Qisas adalah istilah dalam hukum islam yang berarti pembalasan (memberi hukuman yang setimpal), mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.

(ABC News/detik.com/CNNIndonesia)



Keyword:


Editor :
HARIS M

riset-JSI
Komentar Anda