Beranda / Berita / Aceh / Alasan Warga Tolak Rohingya Karena Tak Hargai Kearifan Lokal, KontraS Aceh: Mereka dari Daerah Perang

Alasan Warga Tolak Rohingya Karena Tak Hargai Kearifan Lokal, KontraS Aceh: Mereka dari Daerah Perang

Rabu, 14 Desember 2022 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Seorang wanita muslim Rohingya Myanmar berada dalam sebuah perahu bersama bayinya dalam pelarian. [Foto: AP Photo]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kehadiran warga Rohingya di Aceh terus mendapat penolakan warga secara bertubi-tubi. Meskipun warga Rohingya ini sudah ditempatkan sementara di bekas Kantor Imigrasi di Kota Lhokseumawe, tetap saja ada warga yang datang menggelar aksi penolakan terhadap pengungsi dari Myanmar itu. 

Menurut laporan media, alasan masyarakat menolak pengungsi Rohingya ini karena dipandang keberadaan mereka sangat mengganggu aktivitas masyarakat setempat dan dianggap tidak menghargai kearifan lokal.

Koordinator KontraS Aceh Azharul Husna di satu sisi mengaku agak sulit untuk menanggapi polemik ini. Hanya saja dia berkeyakinan bahwa masyarakat Aceh adalah orang-orang yang memiliki rasa empati yang sangat luar biasa terhadap kemanusiaan.

Azharul Husna kemudian menjelaskan bahwa warga Rohingya ini adalah pengungsi yang lari dari negaranya. Mereka tidak bisa menetap di negara asalnya karena terancam dimusnahkan akibat ketegangan perang yang terjadi di Myanmar.

“Mereka lari dari daerah perang untuk menyelamatkan diri. Perang penduduk lokal di Myanmar ini kan terjadi begitu lama. Jadi untuk memastikan dirinya selamat saja dan bisa hidup itu butuh effort yang luar biasa,” jelas Husna kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (14/12/2022).

Menurut Husna, sangat sulit bagi seseorang untuk menuntut pengungsi yang berada di bawah ketakutan untuk mengenal kearifan lokal setempat.

Kemudian Azharul Husna juga memberi gambaran penindasan yang dialami warga Rohingya di Myanmar ini seperti kejadian di saat Aceh masa DOM.

“Saya pikir masyarakat Aceh adalah warga yang paling mengerti dengan kondisi pengungsi Rohingya. Kita di Aceh pernah mengalami perang yang begitu lama. Kita juga lari-larian dulu, sekolah-sekolah dibakar. Dan kondisi ini yang lebih kurang dialami warga Rohingya,” jelas Azharul Husna.

Karena pengalaman pahit yang sama-sama dirasakan inilah yang kemudian menurut Husna perlu dipastikan agar masyarakat sekitar dengan pengusi Rohingya ini bisa menjalin hubungan harmoni.

Minta Dibentuk Kembali Satgas Pengungsi

Kilas balik kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh pada tahun 2015 yang terdampar di Aceh Utara, menurut Husna Pemerintah Indonesia sudah punya pengalaman baik dalam hal mengurusi pengungsi.

Yang mana, kata dia, pengalaman dari penanganan baik itu kemudian melahirkan Perpres No.125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

“Nah, mari kita gunakan penanganan baik itu yang sudah ada dari pengalaman itu diimplementasikan dalam penanganan kali ini. Karena kita sudah punya pembelajaran itu,” ujar Koordinator KontraS Aceh itu.

Dirinya juga berharap agar Pemerintah Indonesia kembali membentuk Satgas Pengungsi di Lhokseumawe. Menurutnya, dengan adanya Satgas maka kerja-kerja penanganan pengungsi akan lebih koordinatif.

Kemarin satgasnya kan sudah dibubarin tuh, karena mungkin pada saat itu dianggap sudah selesai ya. Tapi ternyata ini warga Rohingya sudah ada lagi. Dan sudah saatnya dibentuk kembal,” pungkasnya.(Akh)

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda