Akademisi USK Dukung RUU TPKS Dibahas
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pekan depan, DPR dan Pemerintah akan membahas Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Pihak DPR sudah menetapkan Badan Legislasi (Baleg) sebagai alat kelengkapan dewan untuk membahas RUU tersebut.
Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Ayu Ningsih mengatakan, dirinya sangat mendukung pembahasan RUU TPKS ini dilaksanakan. Soalnya rancangan hukum ini sudah ditunggu massa jauh-jauh hari.
“Alhamdulillah, karena sudah lama kita menunggu dan tahun ini semoga bisa terealisasikan,” ucap Ayu Ningsih kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Jumat (18/3/2022).
Memang ia tak menampik jika dalam perjalanan rancangan undang-undang ini menuai polemik akibat definisi dari kekerasan seksual itu sendiri. Akan tetapi ia berharap agar kalangan elite tak mengubah hal-hal substansial yang menjadi semangat awal perumusan undang-undang tersebut.
Ia menegaskan, definisi kekerasan seksual secara ketentuan hukum belum ada. Diharapkan dengan hadirnya UU TPKS bisa menjadi acuan terutama pada penindakan hukum yang sebelumnya kerap menggunakan KUHAP sehingga penanganannya dinilai kurang efektif.
“Selama ini, pembuktian kasus kekerasan seksual terlalu ribet. Korban selalu dilontarkan dengan pertanyaan yang menekan seolah-olah korban ini bagian dari aksi. Namun, dengan UU TPKS saya lihat cukup dengan satu alat bukti saja, apakah nanti bukti visum atau bukti lainnya,” ungkapnya.
Sejauh ini, lanjutnya, predator kekerasan seksual kebanyakan sering lepas dari hukuman. Karena banyak pelaku kekerasan seksual yang bebas disebabkan karena tidak cukup alat bukti untuk menjerat si pelaku.
Menurutnya, sangat konyol bila dalam penanganan kasus kekerasan seksual diminta seorang saksi. Karena lazimnya kejadian kekerasan seksual selalu terjadi di tempat privat, alias tak ada orang yang melihat.
“Kasus-kasus kekerasan seksual pembuktiannya sebenarnya berbeda dengan pidana biasa. Karena kejadiannya itu terjadi di ruang yang privat. Nanti pembuktiannya bagaimana, apakah harus ada saksi yang melihat langsung? Nah, ini salah satu contoh konyol kalau menurut saya,” terangnya.
Pemerhati anak ini juga menegaskan jika sebenarnya RUU TPKS memberi peluang yang lebih besar untuk melindungi hak seseorang yang menjadi korban kekerasan seksual.