Affan Ramli, Pegiat Pendidikan Kritis, Membongkar Kezaliman Sekolah dalam Podcast Terbaru
Font: Ukuran: - +
Reporter : Biyu
Affan Ramli, seorang pegiat pendidikan kritis dan mantan aktivispada era '98. Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Sebuah puncak kebijaksanaan pendidikan terungkap dalam podcast terbaru di Sagoe TV, yang menampilkan Affan Ramli, seorang pegiat pendidikan kritis dan mantan aktivispada era '98.
Dalam episode berjudul "Inilah Kezaliman Sekolah dan Salah Kaprah Soal Pendidikan Islam" yang ditayangkan pada 26 Januari 2024, Ramli berbincang dengan keahlian bersama Muhadzir Maop, seorang host yang terampil dalam menggali informasi dari narasumber.
Dalam obrolan mendalam ini, Ramli mengungkap isu-isu kompleks seputar pendidikan Islam, membuka diskusi dengan pertanyaan kritis dan menggali akar masalah yang melingkupinya.
Affan Ramli memulai dialog dengan perincian tajam antara konsep pendidikan Islam dan bahaya Islamisasi pendidikan.
Dengan kejernihan berbicara, ia menyoroti pengaruh warisan kolonial Eropa di negara-negara Muslim, memandang perbedaan keduanya sebagai landasan bagi diskusi lebih lanjut.
Berlandaskan pengalaman luasnya di bidang pendidikan, Ramli mendorong pendidikan kritis yang melampaui sekadar hafalan fakta dan ujian tradisional.
“Perlunya memandang pendidikan sebagai alat pengembangan pemikiran kritis, bukan sekadar akumulasi pengetahuan,” tegasnya.
Kritik tajam Ramli terhadap sistem pendidikan saat ini terpusat pada ketidakmampuannya menanggapi ketidakadilan dan ketidaksetaraan sosial.
Pendidikan, menurutnya, seharusnya bukan hanya tentang transfer pengetahuan, melainkan juga tentang pengembangan pemikiran kritis dan solusi atas masalah sistemik, dengan memberikan penekanan pada pembentukan karakter.
Ramli meyakini bahwa karakter dan keyakinan seseorang tidak hanya terbentuk di dalam dinding kelas, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal seperti keluarga, masyarakat, dan lembaga keagamaan.
"Kita membutuhkan pendekatan lebih manusiawi dan inklusif dalam pendidikan, di mana sekolah terhubung erat dengan realitas sosial dan akar budaya siswa," ungkapnya.
Pendapat Ramli semakin tajam ketika ia mengkritik praktik diskriminatif di sekolah, terutama pemeringkatan siswa berdasarkan kecerdasan yang dirasakan. Dalam visinya, pendidikan harus bergerak menuju model humanistik yang mengakui dan memahami kecerdasan majemuk setiap individu.
Dalam konteks pendidikan Islam, Ramli menyoroti perlunya penanganan warisan kolonial, pemastian keadilan, dan keterhubungan dengan sistem sosial.
Bahkan, ia mengusulkan konsep "indeks ketidakadilan sekolah" sebagai alat untuk mengukur dan mengungkapkan secara terbuka tingkat ketidakadilan sekolah terhadap siswa.
Meskipun memberikan apresiasi terhadap kebijakan pendidikan baru-baru ini, seperti inisiatif "Merdeka Belajar", Ramli tidak lupa menyerukan pergeseran pola pikir yang lebih dalam.
Bagi Ramli, sekolah seharusnya melihat siswa tidak hanya sebagai pekerja masa depan, tetapi sebagai individu dengan identitas budaya dan tanggung jawab sosial.
Affan Ramli menyajikan argumennya dengan kerangka pandang yang mendalam, mengajak penonton untuk merenungkan hakikat pendidikan.
Diskusinya melibatkan pendidikan kritis, pembentukan karakter, dan urgensi hubungan antara sekolah dan realitas sosial siswa. Sebuah perbincangan yang membangkitkan kesadaran untuk merenungkan arah pendidikan di masa depan.