kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Aceh Termiskin di Sumatera, Bukti Pemerintah Tak Miliki Data Akurat Berantas Kemiskinan

Aceh Termiskin di Sumatera, Bukti Pemerintah Tak Miliki Data Akurat Berantas Kemiskinan

Rabu, 09 Februari 2022 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Akademisi, Usman Lamreung. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pusat Statistik (BPS) kembali mencatat Provinsi Aceh masuk lima besar provinsi termiskin di Indonesia. Tahun sebelumnya Aceh menempati posisi enam termiskin di Indonesia.

Hal ini diungkapkan oleh Akademisi, Usman Lamreung kepada Dialeksis.com, Rabu (9/2/2022).

“Ini menjadi bukti bahwa Nova Iriansyah gagal dalam memimpin Aceh. Dengan demikian, sebaiknya Nova Iriansyah mundur saja dari jabatan Gubernur Aceh sebagai bentuk pertanggungjawaban ke publik," ucapnya.

Lanjutnya, Pemerintah Aceh di bawah Nova Iriansyah yang sudah memasuki akhir kepemimpinannya belum mampu menurunkan angka kemiskinan, seperti provinsi lainnya, yang menyesakkan dada adalah persentase kemiskinan Tanah Rencong stagnan pada angka 15%.

“Betapa malunya rakyat Aceh, pemimpin baik di Provinsi dan Kabupaten/Kota yang sudah dipilih tak berdaya menyelesaikan PR besar menuntaskan masalah kemiskinan, padahal ini adalah kewajiban dan amanat rakyat yang disumpah atas nama agama untuk mengabdikan diri pada rakyat, namun apa yang terjadi adalah bentuk pengkhianatan amanah yang secara terus menerus terabaikan yang tidak mampu menyelesaikan masalah yang sama setiap tahunnya,” tukasnya.

Kemudian, Dirinya menyampaikan, sorotan daerah termiskin Provinsi Aceh, ketidakmampuan masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya, penyebabnya adalah pendidikan, keterampilan/skill, tidak mempunyai asset, ahli fungsi lahan dan budaya.

Seharusnya, kata Usman, pemerintah provinsi, Kab/Kota berfikir kedepan, Aceh punya sektor unggul seperti sektor pertanian, pangan dan perikanan, namun sepertinya pemerintah tidak fokus disektor unggulan tersebut.

“Malah saat ini yang menjadi skala prioritas dalam pembangunan Aceh adalah sektor industri, dan investasi yang tidak memiliki basis bahan baku primer dan skunder, namun sektor periotas tersebut tidak berbanding lurus menyebabkan sektor industri tidak berjalan,” sebutnya.

Lebih lanjut, dirinya menambahkan, malah menjadi tambah masalah, kemiskinan tidak teratasi, lebih buruk lagi sektor industri dan investasipun gagal.

“Kawasan Industri Aceh (KIA) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dicadangkan, malah menjadi aset terbengkalai, tidak fungsional menjadi program gagal, kawasan tanpa industri dan KEK yang tidak ekonomis dan gagal,” ujarnya.

“Provinsi Aceh dengan slogan Aceh Hebat, menjadi provinsi gagal, miskin se-Sumatera, akibat ketidakberdayaan penguasa, elit dan pejabat, provinsi kaya raya, namun tak ada rasa, dalam berdaya mensejahterakan rakyatnya,” tambahnya.

Dalam hal ini, kata Usman, Berbicara kemiskinan menjadi tanggungjawab bersama baik provinsi, kabupaten/kota seharusnya bersama-sama merumuskan program prioritas pengentasan kemiskinan.

Maka, lanjutnya, sudah sepatutnya provinsi, kabupaten/kota bersama-sama merumuskan dan membangun database, untuk menjawab angka miskin 15 persen. Bila tanpa data yang akurat, tentu akan berakibat pada salah sasaran program pembangunan yang selama ini terjadi.

“Pengentasan kemiskinan juga menjadi tanggung-jawab Baitul Mal tingkat Provinsi dan kabupaten/kota, membantu pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan. Lembaga Baitul Mal harus mempunyai konsep penurunan angka kemiskinan dan punya data akurat kelompok masyarakat, agar angka kemiskinan juga semakin menurun,” sebutnya.

Selanjutnya, terhadap temuan BPS, seharusnya dijawab oleh Pemerintah Aceh, dan Kabupaten/Kota, dengan di dukung pembangunan dan penguatan data yang akurat, konsistensi kebijakan pengentasan kemiskinan, sistem informasi data akurat, dengan penguatan pengawasan internal.

“Sudah semestinya program-program pengentasan kemiskinan bisa diturunkan. Namun bila data tidak akurat, sudah pasti, terus akan berulang-berulang tidak pernah selesai, karena sasaran program bukan kelompok masyarakat miskin,” ungkapnya.

“Mengapa sudah lima tahun pemerintah Nova Iriansyah belum mampu menyelesaikan pengentasan kemiskinan? kemana sebenarnya anggaran diperuntukan? bukankah semua program sudah dijalankan? Tapi kenapa angka 15 persen tidak bergeser?. Disini bisa dan kita simpulkan, pemerintah Aceh, Kabupaten/kota tidak memiliki data akurat masyarakat miskin. Maka sudah wajar para pejabat provinsi dan kabupaten/kota tidak berdaya menuntaskan masalah termiskin di Sumatera. Akibat tidak beresnya data, dan tidak konsistennya kebijakan sang penguasa,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda