Beranda / Berita / Aceh / Aceh Darurat Kekerasan Seksual 2021

Aceh Darurat Kekerasan Seksual 2021

Sabtu, 18 Desember 2021 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Direktur Yayasan Anak Bangsa, Sriwahyuni. [Foto: Ist] 


DIALEKSIS.COM  | Banda Aceh  - Menyikapi rentetan kasus kekerasan seksual yang terjadi di provinsi Aceh, Yayasan Anak Bangsa, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh dan Koalisi NGO HAM di Aceh pada akhir acara PDLH VIII 2021 di Takengon, 18 Desember 2021 menyatakan sikap mengutuk tindakan penyekapan dan pemerkosaan 14 pelaku (gang rape) terhadap anak perempuan berusia 15 tahun di sebuah caffe di Kabupaten Nagan Raya.

Direktur Yayasan Anak Bangsa,  Sriwahyuni mengatakan tindakan kekerasan seksual dengan beragam bentuknya adalah tindakan biadab dan tidak berprikemanusiaan. Siapapun pelakunya layak mendapat hukuman yang menjerakan sesuai undang undang perlindungan anak. 

"Hampir setiap hari khalayak Aceh membaca di media massa yang memberitakan soal tindakan pemerkosaan, pelecehan, pemerkosaan beramai ramai, perundungan yang berujung pada kekerasan seksual dan lain lain," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Sabtu (18/12/2021). 

 Data terakhir BP3A Provinsi Aceh mencatat selama tahun Januari sd Agustus 2021 telah terjadi 355 kasus. Kekerasan seksual mayoritas menyasar remaja dan anak usia dini. Tindakan kekerasan seksual ini menjadi momok yang sangat menakutkan dan sudah mencapai situasi darurat. 

Pelaku mayoritas dari orang yang dikenal oleh korban, ayah, abang, teman, tetangga, ustad, guru, pacar, dan lain lain. Lokasinya pun bisa dimana saja, di sekolah, di rumah, di pesantren bahkan di masjid dan sarana ibadah lainnya. 

"Situasi ini telah melampaui akal sehat kita. Kita sudah memasuki era kehidupan zahiliyah, tidak ada lagi tempat aman bagi anak anak kita. Dan korban kekerasan seksual tidak melulu anak perempuan, tetapi juga menyasar anak laki laki," ungkapnya.
  

Untuk itu Yayasan Anak Bangsa, Walhi Aceh dan Koalisi NGO HAM Aceh meminta kepada pemerintah Aceh untuk segera mengambil tindakan preventif dan menyatakan wilayah Aceh sebagai daerah dengan status Darurat Kekerasan Seksual.

Pernyataan tersebut harus ditindaklanjuti dengan meningkatkan kesiagaan seluruh lapisan masyarakat yang bersinergi dengan pihak keamanan. Pantau dan perhatikan bagaimana kehidupan masyarakat, kantong kantong kemiskinan, jaringan narkoba, penggunaan internet yang tidak sehat, tempat tempat berkumpul generasi muda yang mencurigakan. 

Segala unsur pemerintahan dan masyarakat hendaknya wajib meningkatkan kesadaran apa yang disebut dengan Kekerasan Seksual. 

Contoh yang paling kecil adalah tindakan pelecehan yang dilakukan terhadap perempuan di pinggir jalan, memanggil dengan ungkapan mengejek, menyerang fisik secara lisan ( body shaming ) mengajak berhubungan badan atau bermesraan di depan khalayak ramai, tindakan tindakan memalukan lainnya. 

Sesungguhnya tindakan perkosaan adalah tindakan kesekian yang lebih dahulu diawali oleh tindakan pelecehan yang dipandang sesuatu yang biasa, akar masalahnya adalah pada konsep, nilai, pandangan dan penghargaan yang rendah terhadap orang lain. 

Perempuan dan anak dipandang sebagai kelompok yang lemah yang dapat dikuasai, dikontrol, dimanipulasi dan menjadi tempat melampiaskan Hasrat seksual.

4Tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, Dayah Dayah dan pesantren, mohon tingkatkan perhatian, tambah wawasan dan pengetahuan apa yang di maksud dengan Kekerasan Seksual. Apa yang harus dilakukan agar mencegah kekerasan seksual terjadi di lembaga/institusi pendidikan. 

Beri ruang bagi peserta didik untuk berbicara dan berpendapat tentang siatuasi nya sehari hari di lembaga pendidikan. Harus ada ruang Konsul yang dikelola oleh pihak pihak kompeten, psikolog, tenaga kesehatan dan pendamping social lainnya. 

Pemerintah Aceh harus segera melakukan gerakan cepat, dengan membentuk Tim khusus pencegahan kekerasan seksual yang bertugas melakukan sosialisasi dan pencegahan di kampung kampung. Lembaga ini harus segera dibentuk dan di fungsikan guna menunjukkan bahwa provinsi Aceh sebagai daerah ber- syariat Islam jauh lebih serius dari provinsi lain di negara ini dalam melakukan upaya pencegahan Kekerasan Seksual. 

Revisi qanun jinayah Aceh harus segera dilakukan sehingga tidak menambah kesulitan dalam penegakan hukum ,dan pemulihan bagi korban. Dualisme hukum yang terajadi sangat menguras energi pendamping daalm upaya mendampingi korban baik dalam proses litigasi dan juga non litigasi.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda