kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / 18 Tahun Perdamaian Aceh, Prof Herman: Mari Fokus Bangun Ekonomi dan Perkuat SDM

18 Tahun Perdamaian Aceh, Prof Herman: Mari Fokus Bangun Ekonomi dan Perkuat SDM

Senin, 14 Agustus 2023 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal) Prof Herman Fithra Asean Eng. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tepat pada 15 Agustus 2023 besok, masyarakat Aceh akan menyambut hari Perjanjian Damai atau MoU Helsinki yang ke 18 Tahun. 

Bila melihat kembali sejarah, sejak kemerdekaan NKRI 17 Agustus 1945 ini adalah masa perdamaian di Aceh paling lama. 

Delapan tahun pasca kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 1953 Aceh bergejolak yang dikenal dengan Pemberontakan DI/TII akibat dicabutnya status Aceh sebagai provinsi dan dilebur menjadi bagian dari provinsi Sumatera Timur, sehingga terjadi konflik bersenjata dengan pemerintah pusat selama 9 tahun diakhiri dengan perdamaian di tahun 1962 dimana Aceh menjadi daerah Istimewa dalam bidang agama, pendidikan dan budaya. 

Tetapi perdamaian ini hanya berlangsung selama 14 Tahun, di 4 Desember 1976 Aceh kembali bergejolak dengan lahirnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menuntut Aceh lepas dari NKRI, akibat kesenjangan ekonomi. 

Pergolakan ini memuncak diawal tahun 2000an seiring berakhirnya rezim orde baru. Terjadinya bencana Gempa Bumi yang diikuti terjangan Tsunami 26 Desember 2004, membuka mata masyarakat dunia untuk membantu Aceh dan diikuti dengan perjanjian damai antara GAM dengan pemerintah Indonesia di Finlandia, yang dikenal dengan MoU Helsinki setelah 29 tahun terjadi konflik.

“Belajar dari sejarah kelam tersebut, seyogyanya kita sebagai sesama anak bangsa sudah sepatutnya terus menjaga perdamaian ini dalam bingkai NKRI,” kata Rektor Universitas Malikussaleh Prof Dr Ir Herman Fithra kepada Dialeksis.com, Senin (14/8/2023). 

Prof Herman mengajak semua pihak untuk fokus membangun Aceh untuk mengejar ketinggalannya dari provinsi lain di Indonesia. Saatnya, mencurahkan semua sumber daya yang ada untuk membangun ekonomi Aceh berbasis kearifan lokal dengan kekuatan syariat islam.

“Kekuatan ekonomi Aceh adalah di perkebunan, pertanian dan kelautan. Oleh karenanya, mari saling mendukung membangun 3 andalan ekonomi Aceh tersebut dengan memperkuat ekosistemnya,” tuturnya. 

Melihat letak geografis dan topografi serta keindahan alamnya yang begitu eksotis, kata Prof Herman, selayaknya Aceh mengembangkan sektor jasa. Baik jasa perhubungan, jasa pariwisata maupun jasa lainnya seperti pendidikan. 

“Aceh memiliki 12 Perguruan Tinggi (nomor 2 terbanyak di Indonesia) sepatutnya Aceh menjadi pusat pendidikan tinggi di Indonesia. Sekarang ini di hampir semua PTN Aceh memiliki jumlah mahasiswa luar Aceh yang semakin bertambah banyak setiap tahunnya. Ini juga mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan UMKM, yang dapat menjadi penopang utama ekonomi Aceh,” jelasnya. 

Ke depan, lanjutnya, di tahun 2045 atau seratus tahun kemerdekaan Indonesia diproyeksikan Indonesia akan menjadi negara maju dan ini hanya 22 tahun lagi, tiada waktu lagi bagi Aceh terus larut dalam perdebatan, perselisihan dan perpecahan. 

“Saatnya fokus membangun ekonomi Aceh dan terus memperkuat SDM Aceh dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan menjamin kesehatan bagi masyarakatnya. Karena tiada kemajuan suatu bangsa tanpa SDM unggul yang sehat ditopang dengan infrastruktur yang handal,” ucapnya. 

Untuk itu, ia mengajak semua kalangan untuk mengisi perdamaian Aceh dengan berkontribusi untuk kemajuan dan memberikan yang terbaik dari setiap orang Aceh warga negara Indonesia. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda