10 Poin yang Diminta Koalisi Masyarakat Sipil Atas Penanganan Pengungsi Rohingya di Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Imigran Rohingya kembali terdampar di Provinsi Aceh, tepatnya di Pesisir Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar sejak Minggu (25/12/2022) kemarin. [Foto: Amanda Jufrian/AFP via Getty Images].
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Perkumpulan SUAKA, KontraS Aceh, Yayasan Geutanyoe, Dompet Dhuafa, dan Amnesty International Indonesia mengapresiasi semua pihak yang telah berkontribusi terhadap penanganan tahap awal penerimaan kedatangan pengungsi Rohingya yang terdampar di Provinsi Aceh.
Koalisi ini juga meminta agar penanganan Rohingya yang ada di Provinsi Aceh bisa ditindaklanjuti dengan membentuk penanganan lanjutan oleh para pihak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Perpes No.125/2016.
Di samping itu, penanganan pengungsi Rohingya juga dipandang perlu adanya upaya koordinasi lanjutan, baik mengenai penampungan, penyediaan lokasi, serta akses terhadap kebutuhan dasar secara berkelanjutan.
Lebih jauh, poin-poin yang diminta Koalisi Masyarakat Sipil secara spesifik ialah sebagai berikut:
1. Mendorong adanya statement/kebijakan oleh Pemerintah Pusat mengenai penempatan pengungsi di Aceh, berkoordinasi dan memberikan dukungan bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan penanganan pengungsi, serta melakukan kewajiban-kewajiban hukum berdasarkan Perpres No.125/2016;
2. Memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah Aceh Besar dalam penanganan tahap awal dan pemberian penempatan sementara di Kantor Dinas Sosial Provinsi Aceh;
3. Memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Pidie atas adanya penanganan cepat dalam memberikan lokasi tinggal sementara di gedung sekolah serta bantuan awal terkait dengan kebutuhan makanan;
4. Mendesak pemerintah, baik di tingkat daerah dan nasional, untuk menjamin kebutuhan dasar para pengungsi terpenuhi dan menjamin adanya penanganan berbasis kemanusiaan dan HAM secara berkelanjutan untuk mereka, mengingat kondisi kerentanan kelompok pengungsi yang mendarat dengan komposisi pengungsi yang terdiri dari perempuan dan anak-anak dalam jumlah besar;
5. Mendorong Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera melakukan pembentukan Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri di wilayah Aceh dengan pelaksanaan tugas berdasarkan SOP yang dirancang dan ditentukan;
6. Mendorong adanya pengusutan hukum yang komprehensif dan terstruktur oleh Aparat Penegak Hukum akan adanya potensi Tindak Pidana Perdagangan Orang yang melekat pada situasi kedatangan pengungsi Rohingya dan memberikan sanksi pidana terhadap pelaku;
7. Mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan lokasi tinggal dengan kapasitas yang memadai untuk penanganan lanjutan, agar sekolah dapat digunakan untuk kegiatan belajar mengajar;
8. Mendorong adanya pendataan yang mempertimbangkan kondisi kerentanan dan perlindungan individu, mengingat cukup banyak pengungsi yang sakit, rentan, dan membutuhkan intervensi medis bersifat khusus;
9. Mendorong adanya langkah kolaboratif dalam penanganan pengungsi berkelanjutan melalui peran-peran penting seluruh pihak termasuk organisasi internasional, organisasi masyarakat sipil, masyarakat lokal, serta pemerintah daerah maupun pusat juga sesuai dengan implementasi adat dan hukum Islam yang berlaku;
10. Mendorong Pemerintah Indonesia sebagai pemegang keketuaan ASEAN untuk meningkatkan upaya diplomasi sebagai upaya untuk mengakhiri persekusi dan kekerasan terhadap komunitas Rohingya di Myanmar untuk segera mengakhiri kekerasan di Myanmar, dan memastikan tidak ada pemulangan kembali (non-refoulement) terhadap pengungsi atau siapapun yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar.(Akh)
- Jaringan Masyarakat Sipil Apresiasi Semua Pihak Atas Penerimaan Tahap Awal Kedatangan Rohingya di Aceh Besar
- Konsorsium LSM Aceh Peduli Rohingya Minta Pemerintah Segera Bentuk Satgas PPLN
- UNHCR Sudah Koordinasi dengan Pemkab Soal Pengungsi Rohingya di Aceh Besar
- 185 Imigran Rohingya Kembali Mendarat di Aceh, Kali ini di Pidie