kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / HUT RI ke-77 Bangkitlah Negeriku….!

HUT RI ke-77 Bangkitlah Negeriku….!

Rabu, 17 Agustus 2022 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Bendera Indonesia. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM - Tanpa terasa perputaran waktu, kemerdekaan Bumi Pertiwi sudah memasuki usia ke 77. Usia menuju dewasa bagi sebuah negeri. Moment peringatan HUT RI ke- 77 merupakan moment kebangkitan, setelah negeri ini dilanda wabah yang memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan. 

Banyak pihak yang menjadikan perayaan HUT RI 2022 sebagai moment pulih dan bangkit. Bagaimana pandangan para pihak, khususnya kalangan akademisi dalam memaknai HUT RI ke-77 ini, Dialeksis.com merangkumnya.

Misalnya, Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL) Ir. Rizal Syahyadi, ST.,M.Eng yang akrab disapa Didi, dia menyebutkan PNL dalam merayakan HUT RI ke 77 diisi dengan banyak kegiatan positif, salah satunya di dunia pendidikan.

“Salah satunya adalah mempersiapkan lulusan Politeknik atau lulusan Vokasi dapat berperan aktif dalam pembangunan nasional dan serta berdaya saing Internasional. Caranya, salah satunya memberikan lulusan PNL sertifikat kompetensi yang dapat dipergunakan untuk berkompetisi dengan tenaga asing di tingkat Asia Tenggara,” sebut Rizal Syahyadi.

Menurutnya, Kemerdekaan Indonesia secara makro memang sudah terpenuhi seperti harapan masyarakat Indonesia. Tetapi ada hal-hal tertentu yang harus ditingkatkan. Salah satunya sarana dan prasarana transportasi dibeberapa daerah masih sulit dan aksesnya masih susah dijangkau.

“Harus juga dipenuhi sumber energi listrik dijamin hidup 24 jam. Selain itu peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, terutama bagi anak-anak ataupun mahasiswa berprestasi tetapi secara ekonomi masih digaris kemiskinan.

“Itu yang sangat kita harapkan, terutama di APBN tahun 2023 ini. Beasiswa dan pembangunan infrastruktur yang berhubungan dengan pergerakan ekonomi yang berkaitan dengan dunia pendidikan untuk dapat ditingkatkan,” sebutnya.

Menyingung jiwa nasionalisme, Rizal menuturkan, agak sedikit berbeda antara generasi muda saat ini dan generasi muda yang lampau.

Generasi muda saat ini nasionalisme nya lebih kepada eforia, untuk itu makna nasionalisme sebenarnya perlu ada pemahaman yang lebih mendalam.

Karena yang namanya nasionalisme itu terkadang tidak perlu ada reward yang berlebihan, tetapi ada event-event tertentu nasionalisme menggugah pemuda saat ini untuk dapat lebih berperan aktif, jelasnya.

Terpenting adalah harus bisa saling menghargai setiap perbedaan. Indonesia ini terdiri dari ribuan etnis, agama, dan suku yang berbeda. Tanpa adanya saling menghargai ini, akan sulit bagi kita membangun satu kesatuan bangsa.

Bagaimana pandangan Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal), Prof. Dr. Herman Fithra, S.T., M.T., IPM, Menurutnya, kemerdekaan ini adalah terbebasnya masyarakat Indonesia dari segala jenis penjajahan oleh bangsa lain.

Kemerdekaan dapat dimaknai bahwa bukanlah akhir dari perjuangan, tetapi awal perjuangan jati diri bangsa dalam bersaing secara global dengan kemajuan teknologi dan informasi yang begitu cepat saat ini.

"Dunia berubah begitu cepat dan tantangan berbangsa dan bernegara semakin kompleks dan berat. Oleh karena itu, diperlukan SDM yang unggul untuk menjawab tantangan dan ancaman tersebut, salah satunya melalui proses pendidikan," jelasnya.

"Kemerdekaan merupakan momentum meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan dan merawat toleransi sebagai wujub bangsa yang besar dan majemuk," kata Herman.

Bagaimana penilaian Rektor UIN Ar Raniry, Prof Mujiburrahman. Rektor di Darusalam ini berharap kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-cita negara harus tercapai. Seluruh aspek dalam pembangunan negara itu sudah berjalan maksimal dalam segala hal, baik pembangunan fisik dan pembangunan sumber daya manusia.

“Selama ini, banyak hal kemajuan yang telah dicapai kemudian juga perlu ada perbaikan terkait hal yang belum tercapai,” kata Prof Mujib.

Salah satunya, amanat negara untuk mensejahterakan masyarakat dan itu menjadi tugas negara. Ini yang harus menjadi prioritas dan menjadi perhatian pemerintah kedepanya.

“Kesejahteraan masyarakat itu segalanya dari tujuan bernegara. Saat ini terdapat pembangunan yang luar biasa digenjot secara infrastruktur, kemudian selanjutnya harus bergerak dan fokus terhadap pembangunan SDM,” jelasnya.

Dengan demikian, bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi jika kedua aspek itu ternyata belum mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat secara luas, maka perlu evaluasi. Sehingga capaian-capaian kemerdekaan pada tahun yang akan datang semakin dapat mensejahterakan masyarakat secara luas.

Menurut Prof Mujib, dalam kapasitas bernegara, masyarakat Indonesia saat ini semakin dewasa dalam bernegara. Hal itu terbukti dengan demokrasi yang tumbuh di negara ini semakin baik.Kepedulian masyarakat terhadap pembangunan negara dan semangat nasionalisme yang semakin meningkat.

Prof Mujib mencontohkan slogan UIN Ar-Raniry, “Energi Kebangsaan Sinergi Membangun Negeri”. Jadi artinya energi kebangsaan ini sebagai modal utama pembangunan di Indonesia.

“Seluruh masyarakat Indonesia harus memahami dalam konteks bernegara, berkehidupan, nilai-nilai Pancasila menjadi dasar dalam kehidupan bernegara,” terangnya.

Menurutnya, tugas negara dalam konteks slogan Bhinneka Tunggal Ika perlu ditata ulang, sehingga menjadi aplikatif dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Rektor UIN ini menyebutkan, di Negara Malaysia, semangat Bhinneka Tunggal Ika mereka implementasikan dalam konsep ‘Satu Malaysia’. Dimana warga negara yang ada di Malaysia (Melayu, China, India) membina ketiga suku bangsa ini secara adil dan profesional.

Di Indonesia konsep Bhinneka Tunggal Ika bisa menemukan paradigma baru untuk mengimplementasikan itu secara adil, sehingga semua warga negara yang ada di Indonesia diperlakukan sama. Dibina dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara secara adil, profesional dan proporsional.

Bagaimana dengan pemimpin Aceh? Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki mengajak semua pihak untuk bangkit secara bersama-sama. Di Aceh sebelum dilaksanakan HUT RIke-77 juga sudah dilaksanakan 17 tahun Aceh Damai.

Catatan editorial Dialeksis.com, ajakan itu sudah tepat. Dengan beban pembangunan yang cukup berat. Di Aceh masih ada kemiskinan dan pengangguran. Darurat stunting, thalasemia, serta serbuan masalah narkoba dan lainnya. Belum lagi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan dan sejumlah persoalan lainya.

Semua tidak mungkin bisa diatasi bila mengandalkan ego sektoral, apalagi ego kekuasaan semata. Aceh bukan hanya wajib bangkit, tapi harus bisa bangkit lebih kuat bahkan lebih cepat. Karena itu, sangat dibutuhkan keberanian untuk berpikir lebih, dan kemauan berkerja lebih pula, plus keberbihakan yang lebih kepada rakyat.

Modalitas untuk itu sudah ada, yaitu hidup di alam kemerdekaan, ada dilingkungan damai. Aceh juga provinsi syariat, provinsi urutan ke-4 dalam keterbukaan informasi publik, dan terkini oleh BPS disebut provinsi paling demokratis di Sumatera.

Nyaris tidak ada alasan yang dapat dipandang sebagai faktor penganggu kerja pembangunan. Bahkan, terkini secara politik pembangunan juga sudah dilakukan secara kolaboratif hingga ke tingkat kementerian.

Jadi, ironis sekali jika kemudian eksekutif dan legislatif tidak mampu menghadirkan agenda kerja dan penganggaran yang berpihak kepada kebangkitan rakyat Aceh.

Jika anggaran pembangunan hanya dinikmati oleh wakil rakyat, bukan langsung oleh rakyat, maka sia-sialah tema kemerdekaan pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat.

Berpihak langsung kepada rakyat itu indikator kuncinya sederhana. Maraknya sektor berusaha yang dilakukan rakyat khususnya oleh pelaku UMKM, adanya kebijakan dan dukungan ril untuk penyintas thalasemia dan stunting, dan makin membaiknya iklim pendidikan di Aceh, plus maraknya iklim tukar menukar pemikiran di semua kampus yang ada di Aceh.

Memarakkan iklim berinvestasi untuk saat ini belumlah masuk dalam kebutuhan daharuriyat yang jika tidak segera dihadirkan dapat membuat Aceh hancur. Jadi, belum perlu dihadirkan sesegera mungkin. Tapi, sebatas sudah perlu disiapkan segala sesuatu yang diperlukan agar pada waktunya jika dilakukan pengelolaan benar-banar dapat dihindari bencana yang ditimbulkan.

Harapan rakyat di ujung barat pulau Sumatera ini, Aceh jauh lebih maju dan bangkit dari sebelumnya. Momentum kemerdekaan RI-ke 77 bukan hanya untuk mengintropeksi diri apa yang sudah dilakukan, namun merupakan sebuah pijakan apa yang harus ke depan, agar Aceh semakin maju. Bangkit negeriku.* Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda