DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ratusan tenaga kesehatan (nakes) dari berbagai profesi di Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh turun ke lapangan apel rumah sakit, Kamis (18/9/2025).
Mereka menggelar aksi damai menuntut keadilan atas pemotongan jasa medis yang dilakukan manajemen rumah sakit pada Juli lalu.
Dengan membawa poster dan spanduk bertuliskan Help Us hingga Sudahi Penzaliman Ini, Tuhan Tidak Pernah Tidur, para nakes menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kebijakan yang dianggap sepihak dan merugikan hak pegawai.
Awalnya, pencairan jasa medis yang sempat menunggak disambut lega oleh pegawai. Namun, jumlah yang diterima ternyata jauh dari harapan. Formula pembagian yang seharusnya didasarkan pada masa kerja, tingkat pendidikan, dan kinerja, dinilai tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
"Kami tidak ingin hanya menjadi pahlawan tanpa jasa tanpa pelayanan yang layak. Tolong perhatikan nasib kami, perawat, bidan, nakes lainnya, dan administrasi,” tegas Kepala Poli Ortopedi RSUDZA, Sinta, dalam orasinya.
Ia menekankan bahwa perawat, bidan, dan tenaga pendukung lainnya telah bekerja tanpa henti selama 24 jam, namun balas jasa yang diterima belum sepadan.
"Tolong bapak ibu yang terhormat, jangan bohongi kami lagi. Turunkan wakil direktur bila tidak mampu membuat perubahan,” tambahnya.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan secara bergantian, para nakes mengajukan sejumlah tuntutan. Antara lain, kenaikan jasa pelayanan bagi seluruh profesi termasuk perawat, bidan, tenaga kesehatan non-medis, hingga staf administrasi; transparansi pembayaran jasa pelayanan; serta pembubaran tim remunerasi yang dinilai tidak adil. Mereka juga menuntut agar pimpinan RSUDZA bersikap lebih adil dan tidak hanya berpihak pada profesi tertentu.
“Jadi pemimpin harus adil, jangan hanya peduli profesi sendiri. Stop eksploitasi kami, jangan potong lagi remunerasi kami,” ucapnya.
Tuntutan lainnya yang menggema dalam aksi adalah agar manajemen segera berhenti memberikan janji manis yang tak pernah terealisasi.
“Kami tidak butuh janji, kami butuh aksi nyata. Sudah cukup buai kami dengan kata-kata manis, nyatanya pahit yang kami terima. RSUDZA bukan milik segelintir penguasa, tapi ada kami yang membuat sistem rumah sakit ini terus bergerak,” tegasnya.
Di balik aksi ini, beredar kabar bahwa pemotongan dilakukan atas instruksi Pelaksana Harian (Plh) Direktur RSUDZA. Kebijakan itu disebut bertujuan menaikkan jasa medis bagi tenaga kontrak yang menerima di bawah Rp2 juta.
Namun, kebijakan tersebut hanya menyasar profesi selain dokter spesialis. Hal inilah yang memicu kecemburuan dan kekecewaan mendalam di kalangan pegawai.
“Kalau memang adil, harus berani transparan. Tak perlu ada yang ditutupi,” ujarnya.
Aksi damai ini menjadi puncak dari gelombang ketidakpuasan yang sudah lama terpendam. Para nakes menegaskan, mereka tidak akan tinggal diam jika manajemen RSUDZA kembali mengulangi praktik pemotongan sepihak. [nh]