Selasa, 15 April 2025
Beranda / Berita / Aceh / Forbina Dukung Pemerintah Aceh Percepat Perbaikan Tata Kelola Pertambangan Rakyat

Forbina Dukung Pemerintah Aceh Percepat Perbaikan Tata Kelola Pertambangan Rakyat

Rabu, 09 April 2025 17:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ketua Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) Muhammad Nur menyatakan dukungannya terhadap upaya Pemerintah Aceh dalam mempercepat perbaikan tata kelola sektor pertambangan rakyat. [Foto: dok. Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh merencanakan penerbitan Qanun Pertambangan Rakyat yang bertujuan untuk memberikan ruang kepada masyarakat Aceh, yang tergabung dalam koperasi, ormas, dan BUMG, untuk mengelola sumber daya alam mineral, seperti tambang emas dan lainnya. 

Gubernur Aceh, Mualem, mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada regulasi yang mengatur hal tersebut, sehingga langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mendorong pengelolaan yang lebih terstruktur dan berkelanjutan.

Ketua Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) Muhammad Nur menyatakan dukungannya terhadap upaya Pemerintah Aceh dalam mempercepat perbaikan tata kelola sektor pertambangan rakyat, terutama di sektor pertambangan emas ilegal yang marak di seluruh wilayah Aceh. 

"Berdasarkan data yang ada, area pertambangan emas ilegal di Aceh mencapai lebih dari 6.805 hektar, dengan persebaran yang sangat signifikan, seperti di Kabupaten Aceh Barat (3.300 hektar), Nagan Raya (2.345 hektar), hingga beberapa wilayah lainnya seperti Pidie, Aceh Jaya, dan Aceh Tengah," rinci Nur, Rabu (9/4/2025).

Kondisi ini, menurut Nur, menunjukkan bahwa sektor pertambangan rakyat memerlukan perhatian serius dari pemerintah untuk dikelola secara benar, sesuai dengan kebijakan daerah dan nasional yang ada. 

Dalam hal ini, Nur menekankan pentingnya kebijakan yang pro-rakyat, khususnya bagi mereka yang memiliki modal untuk berpartisipasi dalam sektor pertambangan secara legal dan berkelanjutan.

"Misi yang didorong oleh Gubernur Aceh Mualem menjadi salah satu contoh konkret dalam upaya perbaikan tata kelola pertambangan rakyat,"sebutnya.

Nur menilai, kebijakan ini harus segera diselesaikan, mulai dari kebijakan tata ruang hingga kebijakan khusus lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), sehingga tidak ada benturan antara UU Pertambangan dan peraturan lokal yang ada. 

"Salah satu poin penting yang disoroti adalah perlu adanya perubahan sistem izin yang saat ini berbasis online menjadi sistem izin offline, khusus untuk Aceh, agar proses perizinan lebih mudah diakses oleh masyarakat," ujarnya.

Menurutnya, apabila sistem izin online tetap dipertahankan, hal itu tidak akan membawa perubahan yang signifikan bagi masyarakat Aceh yang ingin berpartisipasi dalam sektor pertambangan. 

"Penting bagi Pemerintah Aceh untuk segera merealisasikan kebijakan ini, agar sektor pertambangan rakyat dapat beroperasi secara lebih efisien dan menguntungkan bagi masyarakat setempat," sebut mantan direktur Walhi Aceh itu.

Lebih lanjut, Nur menjelaskan bahwa apabila sistem perizinan berjalan dengan baik, aspek-aspek lain yang terkait dengan pertambangan rakyat, seperti jaminan reklamasi pasca-tambang, ekonomi warga, pencemaran lingkungan, dan kerusakan hutan Aceh, akan lebih mudah dipertanggungjawabkan kepada pemegang izin. Ini penting agar sektor pertambangan tidak hanya memberi keuntungan ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekosistem Aceh.

Dalam hal ini, Nur menekankan bahwa sektor pertambangan rakyat tidak boleh hanya dijadikan sebagai wacana, namun harus dapat dijalankan secara optimal. 

"Jika kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik, ini akan menjadi salah satu contoh investasi dari rakyat untuk rakyat yang bisa membawa perubahan positif bagi Aceh, tanpa mengabaikan kaidah etika dan lingkungan yang berlaku," tuturnya.

Nur berharap agar Pemerintah Aceh segera mengambil langkah nyata untuk memperbaiki tata kelola sektor pertambangan rakyat, karena ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga menyangkut keberlanjutan hidup masyarakat dan lingkungan Aceh secara keseluruhan. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
dora
dinsos
inspektorat
koperasi
disbudpar