kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Dilema Kepastian Hukum dan Pedoman yang Jelas Bagi Pelaku Usaha Konstruksi

Dilema Kepastian Hukum dan Pedoman yang Jelas Bagi Pelaku Usaha Konstruksi

Kamis, 05 Januari 2023 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Sekjen AKA, Mansur Syakban. [Foto: for Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pada tanggal 30 Desember 2022, pemerintah mengumumkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang sebelumnya (UU No. 11 Tahun 2020) telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.  

Dalam Putusan tersebut, MK memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Selain itu, MK juga memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Sekjen Asosiasi Kontraktor Aceh (AKA), Mansur Syakban mengatakan, sejak kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 telah mereduksi sejumlah ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Berapa pasal di dalam beleid tersebut, kata dia, tidak memiliki data mengikat secara hukum karena telah dihapus, juga terdapat pasal-pasal yang mengalami perubahan yang berdampak pada implikasi subjek maupun objek hukum yang berbeda dari norma sebelumnya. Hal tersebut dimaksudkan demi satu tujuan yaitu penyederhanaan perizinan usaha.

“Setidaknya tercatat tidak kurang dari 25 klausul yang mengalami perubahan, dan 8 klausul undang-undang jasa konstruksi yang dihapus, berdasarkan undang-undang cipta kerja nomor 11 tahun 2020 yang lalu,” ujar Mansur Syakban dalam siaran pers yang diterima Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (5/1/2023).

Dalam penelusuran lebih jauh, lanjut dia, terdapat kontradiksi pasal antar beleid terkait, seperti adalah ketentuan pasal di dalam (Perppu atau UU CIPTAKER?) yang mengatur tentang pemilihan, dimana pasal 42 tentang pemilihan penyedia jasa konstruksi dihapus, sedangkan pasal 45 yang berbunyi:

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilihan Penyedia Jasa dan penetapan Penyedia Jasa dalam hubungan kerja Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 44 diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP)."

“Pasal 45 tersebut justru dipertahankan, Dengan makna lain bahwa perintah UU cipta kerja untuk pemilihan jasa konstruksi diamanahkan ke peraturan pemerintah, bukan ke peraturan presiden (Perpres) atau peraturan-peraturan lain yang secara hirarki berada di bawahnya,” jelas Mansur.

Saat ini, kata Mansur, dengan diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang notabene merupakan beleid baru atau pengganti dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang telah berstatus inkonstitusional di sektor jasa konstruksi.

Maka implikasinya adalah dengan penghapusan sejumlah pasal pada UU Jasa Kontruksi oleh UU CIPTAKER tersebut, seperti pasal yang berkaitan dengan pemilihan penyedia (pasal 42), kemudian pasal mengenai jaminan dalam proses penyelengaraan jasa konstruksi (pasal 57) kembali diakomodir alias dipertahankan di dalam PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Sehingga semua tatanan regulasi yang dibutuhkan sesuai dengan perintah beleid ini, harus tegas dalam bentuk Peraturan Pemerintah, bukan aturan delegasi yang lain.

Namun, lanjut dia lagi, fakta yang terjadi saat ini proses pemilihan penyedia jasa konstruksi berpedoman kepada perpres 16/2018 beserta perubahan nya perpres 12/2021 yang masih mengatur tentang pemilihan penyedia jasa konstruksi dan mempersyaratkan jaminan penawaran untuk kualifikasi menengah, dan jaminan sanggah banding utk semua peserta tender jika mungunakan hak sanggah banding saat proses pemilihan.

Jika berpedoman kepada ketentuan normatif hirarki perundang-undangan sebagaimana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Seharusnya Sejak ditetapkan UU Nomor 11 tahun 2020 terkait pemilihan penyedia jasa konstruksi Pemerintah wajib membuat PP sebagaimana amanah dari pasal 45 UU Jasa Konstruksi dan UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, bukan langsung kepada perpres 12/2021.

“Yang hari ini juga sangat berdampak kepada penyelengaraan pemilihan jasa konstruksi karena tidak adanya kepastian hukum dan pedoman yang jelas bagi pelaku usaha jasa konstruksi serta sangat jauh dari apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 sebagai dasar acuan pengadaan jasa khusus konstruksi,” pungkasnya.[]

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda