Wajah Buruk Dunia Kampus
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Perananya sangat menentukan masa depan bangsa ini. Di sana ditempa generasi penerus bangsa untuk memiliki keahlian dengan beragam disiplin ilmu. Kekuatanya sangat diperhitungkan di bumi Pertiwi ini.
Generasi yang telah dilahirkanya cukup banyak. Namun sayang, ahir ahir ini kampus nama lain untuk universitas menjadi sorotan. Maraknya sang Rektor terlibat berbagai penyimpangan, khususnya kasus korupsi, tidak luput dari pembahasan.
Bukalah lembaran sejarah, tercatat dengan jelas dari fakta jejak digital sejumlah kampus. Mantan Rektor dan Rektor yang harus mengenakan baju orange. Ada nama Universitas Lampung, Karomani, mantan Rektor Universitas Airlangga, Fasichul Lisan, mantan Rektor Universitas Sumut Saidurahman, mantan rektor UNJ Kamarudin, mantan rektor UIN Suska Riau Ahmad Mujahidin, mantan rektor Udayana I Nyoman Gde Antara, serta terbaru rektor UMSU Prof Agussani diduga terlibat penipuan dan penggelapan.
Catatan kelam di dunia pendidikan. Dari fakta miris dan ironis, seyogianya mereka berpendidikan tinggi sekaligus status mulia, karena mencetak generasi penerus bangsa, namun harus terjebak dan tergiur bisikan duniawi. Berujung martabat dan harga diri selaku pendidik rusak di mata banyak orang.
Trust (kepercayaan) terhadap lembaga pendidikan dipertanyakan. Mampukah mereka melahirkan generasi yang bebas dari perilaku korupsi, jikalau teladan mereka menjadi aktor perusak dunia pendidikan.
Tidak mudah membangun kepercayaan, jika meminjam pemikiran Mayer et al (1995) menemukan rumusnya mewujudkan kepercayaan meliputi; kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity).
Apalagi pelakunya pemimpin tertinggi kampus, rumus baku ketika pemimpin berkarakter seperti itu, maka sudah pasti kebawahnya akan mencontoh pemimpinnya. Hal inilah menjadi fenomena buruk yang perlu segera direformasi serta ditata ulang agar tidak terulang kembali di masa mendatang.
Belum lagi faktanya keseriusan mengajar dan komitmen memberikan terbaik pembelajaran, namun tidak tuntas dilakoni para petinggi kampus, karena mereka disibukan dengan aktivitas struktural. Sederhananya mereka luput mengabdikan dirinya untuk serius dan berkomitmen melakukan “transfer knowledge” walau dihadapi kesibukan yang padat.
Kunci agar para pemimpin kampus tidak terjebak korupsi, maka diperlukan partisipasi semua pihak. Baik internal maupun eksternal kampus untuk melakukan pengawasan, termasuk seluruh proses kebijakan maupun kegiatan dilakukan secara transparan. Pelibatan pengawasan eksternal, hadirnya peran media, LSM, dan ormas.
Ada dua hal kenapa pengawasan ekstra dan transparansi penting, pertama seorang rektor memiliki akses ke berbagai sumber daya universitas, termasuk anggaran dan proyek-proyek besar. Hal ini tentu membuatnya memiliki kesempatan untuk memperkaya diri secara tidak sah, walau dilakukan secara terang-terangan maupun halus dengan berbagai cara.
Kedua karena otoritas kendali kekuasaan di kampus, sebagai pemimpin universitas, seorang Rektor memiliki kekuasaan yang besar. Hal ini bisa membuatnya merasa bahwa ia memiliki hak istimewa. Keistimewaan ini membuka ruang dia memungkinkan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan, termasuk mengambil uang secara tidak sah.
Belajar dari berbagai pengalaman selama ini, dimana banyak Rektor yang harus mendekam di hotel “prodeo”, perlu dipikirkan cara mengurangi risiko, agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Sistem penyelenggaraan pendidikan seyogyanya perlu dibenahi.
Salah satunya memetakan pada titik mana saja dalam tahapan pendidikan yang rentan terjadinya risiko korupsi. Menyiapkan tata kelola organisasi yang dapat mencegah, mendeteksi dan merespon terhadap risiko korupsi, serta memastikan dilakukannya monitoring dan evaluasi serta perbaikan berkelanjutan.
Kalau system bagaikan “raja” yang menguasai kampus dan mempergunakan kekuatan untuk kepentingan pribadi persoalan serupa akan terulang kembali, dunia pendidikan belum seperti yang diharapkan rakyat.
Upaya pencegahan dan penindakan atas perilaku korupsi di sektor pendidikan harus dioptimalkan. Jangan sampai teperosok ke dalam lubang yang sama. Jangan seperti keledai, dia akan terperosok dalam lubang yang sama, sementara kita diberikan akal dan pikiran untuk memperbaikinya kearah yang lebih baik.
Sudah saatnya berbenah. Memagari dunia kampus, agar sang pimpinan yang menjadi contoh dan tauladan, tidak melakukan perbuatan yang mencoreng citra kampus. Karena dari Universitas inilah akan lahir generasi penerus bangsa yang berkewajiban menjaga negeri ini.