kip lhok
Beranda / Tajuk / Takdir Politik Pj Gubernur Aceh

Takdir Politik Pj Gubernur Aceh

Minggu, 03 Juli 2022 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Ilustrasi/net


DIALEKSIS.COM | Editorial - Siapapun yang bakal ditetapkan menjadi Penjabat Gubernur Aceh pasti akan bertemu dengan persoalan. Takdir politik itu harus dihadapi. 

Pertama, soal kemiskinan Aceh. Inilah yang saban waktu menjadi sorotan berbagai pihak untuk mengukur kinerja Pemerintah Aceh. Makin berat, karena indikator yang dipakai adalah kemampuan melewati berbagai provinsi di Sumatera. Jika belum mampu melewati provinsi lain di Sumatera maka dinilai tidak sukses. 

Hingga saat ini Aceh masih menjadi daerah termiskin di Sumatera. Lihatlat data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Aceh meningkat 0,20 persen atau 16 ribu orang sejak Maret 2021 hingga September 2021 menjadi 15,53 persen. 

Secara total, jumlah penduduk miskin di Aceh mencapai 850 ribu orang. Pada 2020 lalu, BPS mencatat penduduk miskin di Aceh berkisar 15,43 persen atau sebanyak 833 ribu orang.

"Persentase penduduk miskin Aceh pada September 2021 mencapai 15,53 persen per Maret 2021-September 2021," ujar Koordinator Fungsi Statistik BPS Aceh Dadan Supriadi dalam konferensi pers secara daring, Rabu (2/2/2022). 

Kedua, kerasnya tarik menarik politik anggaran di DPR Aceh. Siapapun Pj Gubernur Aceh, jika tidak bisa mengakomodir pokok-pokok pikiran di DPR Aceh maka akan tersangkut di pengesahan RAPBA. Berbagai penolakan sangat mungkin terjadi, sementara jika mengakomodir Pokir akan berhadapan dengan kritik keras publik. 

Pokir bagi dewan bagaikan suatu keharusan, dimana Pokir ini sudah menjadi rahasia umum menjadi lahan bagi para wakil rakyat. Bila melakukan penolakan, maka suara riuh di DPRA dan trik trik politik akan dimainkan.

Bila diakomodir publik akan bersuara, yang tentunya juga akan menyita perhatian, energy serta pemikiran Pj Gubernur. Bagaimana nantinya Pj Gubernur menyikapi persoalan ini. 

Ketiga, meski Aceh dibentengi dengan UUPA yang memungkinkan Aceh untuk fokus mengurus dirinya sendiri, namun terasa sulit untuk menolak agenda pusat di Aceh. Berbagai regulasi di Kemendagri mau tidak mau harus dipatuhi yang di dalamnya termasuk kewajiban singkronisasi dengan agenda pembangunan yang bersifat nasional, sekalipun agenda itu bisa jadi tidak atau belum dibutuhkan menurut kebutuhan Aceh. 

Keempat, Penjabat Gubernur Aceh akan berhadapan dengan agenda kepentingan politik nasional dan lokal yang berkepentingan terhadap Pilpres dan Pilkada 2024. Kebayang posisi serba salah dan serba risih dalam menghadapi tarik menarik dari kekuatan politik nasional dan lokal. 

Kelima, Penjabat Gubernur Aceh akan berhadapan pula dengan proses birokrasi yang juga sarat dengan ragam kepentingan. Promosi jabatan, tenaga kontrak, urusan mutasi dan permintaan ragam macam, yang apabila salah urus atau pun salah melakukan komunikasi, berpeluang menimbulkan gejolak yang tidak mudah.

Berbagai persoalan itu dibentangkan dihadapan PJ Gubernur. Persoalan itu harus dijawab. Kemampuan seorang pemimpin benar-benar diuji. Pj Gubernur bukan hanya menyukseskan Pilpres dan Pilkada di tahun 2024, namun akan dihadadapkan dengan beragam persoalan lainya.

Nakhoda yang tangguh akan teruji kemampuanya ketika berhadapan dengan badai. Menjabat sebagai Pj Gubernur Aceh tidaklah mudah, dia harus menghadapi sejumlah tantangan yang dibentangkan dihadapanya. 

Bila sang Pj jeli dan pandai menentukan sikap, dia akan mendapat simpati dari publik dan beragam persoalan yang dibentangkan dihadapanya akan mampu diatasi. Semoga siapapun nantinya menjabat sebagai Pj mampu menjawab beragam persoalan yang ada di negeri Serambi Mekkah ini.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda