Sudahlah Om
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
DIALEKSIS.COM | Tajuk - Bustami Hamzah - Fadhil Rahmi sebagai peserta pilkada gubernur (Pilgub) Aceh tahun 2024 tentu diberikan kesempatan untuk melakukan permohonan gugatan hasil pilkada. Benar bahwa tidak semua gugatan itu fokus tentang hasil tapi bisa juga menyasar tentang proses.
Hanya saja, perlu menjadi pertimbangan sejak dini jika yang disasar adalah tentang pelanggaran administrasi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM). Lalu pertanyaan adalah apakah benar adanya dugaan kecurangan dilakukan oleh aparat struktural, apakah kemudian dugaan pelanggaran yang direncanakan itu dilakukan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi hingga dampaknya cukup meluas.
Salah satunya untuk memenuhi syarat materil yang harus terjadi di 50 persen plus 1 sebarannya di daerah pemilihan. Katakan saja ada ada pelanggaran, namun jika sebarannya tidak dapat dikuatkan dengan bukti maka akan ditolak untuk disebut pelanggaran TSM.
Membuktikan bahwa penyelenggara tidak melaksanakan prosedur, tata cara dan mekanisme yang dimulai dari pemungutan dan penghitungan suara sampai rekapitulasi secara berjenjang butuh energi ekstra dan mustahil berhasil jika minim pembuktian. Sekedar mengingatkan bahwa pengawasan dilakukan secara berjenjang sejak di TPS oleh Pengawas TPS dan Panwascam untuk tingkat rekapitulasi kecamatan, Panwaslih di tingkat rekapitulasi kabupaten/kota dan provinsi. Dan setiap proses itu juga dapat disaksikan masyarakat.
Nah, yang terakhir mengenai potensi sengketa hasil, butuh 1,5 persen untuk provinsi dengan penduduk 2 juta sampai enam juta jiwa sebagai persyaratan formil ambang batas pengajuan permohonan perselisihan hasil Pilkada. Sedangkan selisih suara antara pasangan nomor urut 1 (46,73 persen) dan nomor urut 2 (53,27 persen), terdapat selisih sebanyak 6,54 persen.
Kalau mengikuti bisikan tim sukses, bisa jadi mereka akan menyatakan bahwa semua alat bukti bisa dihadirkan. Namun, saat dipersidangan tidak semengalir apa yang disampaikan oleh tim sukses.
Sebagai pasangan calon sebaiknya Bustami Hamzah - Fadhil Rahmi memikirkan lebih dalam sehingga tidak mudah dibujuk rayu oleh tim sukses yang sudah terbukti tidak mampu berkerja memenangkan kompetisi.
Katakanlah tim sukses sudah luar biasa menjalankan strategi namun terbukti di tingkat aksi taktik politik kacau sehingga menghentikan langkah meraih kemenangan. Untuk itu, paslon perlu menghindari langkah blunder berikutnya di sengketa hasil pilkada.
Percayalah, pilkada itu sementara, sedangkan politik itu selamanya. Di pilkada memang mesti ada yang kalah, dan sebaliknya pasti ada yang menang. Jangan sampai gara-gara tidak gentelmen menerima kekalahan malah berakibat buruk bagi langkah-langkah politik yang masih terbuka dibangun di masa hadapan.
Jadi, sudahlah Om!