Jum`at, 26 September 2025
Beranda / Tajuk / Suara “Emas” Mualem

Suara “Emas” Mualem

Jum`at, 26 September 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi
Ilustrasi. [Foto: Diolah AI oleh dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Tajuk - Ada banyak cara orang menyebut suara emas. Biasanya, ia dikaitkan dengan nyanyian merdu, lantunan qori yang syahdu, atau vokal penyanyi yang menembus hati. Tapi kali ini, “suara emas" datang bukan dari nada, melainkan dari ucapan tegas seorang gubernur Muzakir Manaf alias Mualem.

Suara emas yang dimaksud bukanlah keindahan nada, melainkan keberanian dalam menyinggung sesuatu yang sudah lama jadi rahasia umum di Aceh, tambang emas ilegal.

Temuan terbaru Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Migas DPRA membuat publik terperangah. Ada 1.000 unit excavator yang beroperasi di tambang ilegal Aceh. Angka itu bukan kecil. Setiap alat berat ini diwajibkan menyetor Rp30 juta per bulan kepada aparat penegak hukum setempat dengan dalih “uang keamanan”.

Kalau dihitung kasar, jumlah “setoran haram” ini mencapai Rp360 miliar per tahun. Fantastis, bukan?

Lokasi-lokasi tambang ini tersebar di sedikitnya 450 titik dimulai dari Kabupaten Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, hingga pegunungan Gayo Lues dan Aceh Tengah, Pidie.

Sesuai dengan realitas di lapangan, tambang ilegal ini melibatkan banyak pihak yang memiliki kuasa dan wewenang. Dampak dari membabi butanya tambang ilegal yang dieksploitasi oleh mereka, sungai-sungai tercemar dengan merkuri. Banjir bandang akan hadir.

Belum lagi kerusakan lingkungan lainya. Hutan digunduli, sungai tercemar dengan merkuri dan tanah longsor mengintai desa-desa. Ironisnya, daerah tak dapat apa-apa dari aktivitas yang mengeruk perut bumi ini.

Mualem tak tinggal diam. Di hadapan anggota DPRA, ia mengungkapkan fakta mencengangkan Aceh merugi Rp2 triliun per tahun hanya dari emas, termasuk yang ilegal.

“Tambang emas yang saat ini ilegal dengan ada excavator atau beko dalam hutan mulai hari ini, saya bagi amaran waktu untuk dikeluarkan dari hutan,” kata Mualem lantang usai rapat paripurna di Gedung DPRA, Kamis 25 September 2025.

Ultimatumnya sangat jelas dalam dua pekan ke depan, semua alat berat harus keluar dari kawasan hutan. Jika tidak, pemerintah bersama bupati dan wali kota akan turun tangan melakukan penertiban.

Langkah Mualem sejalan dengan rekomendasi Pansus DPRA. Parlemen daerah ini sudah meminta agar seluruh kegiatan tambang ilegal ditutup. Tapi tak berhenti di situ. Mereka juga mendorong agar pengelolaan tambang bisa diatur lebih adil melalui koperasi-koperasi gampong, bekerja sama dengan BUMD.

Skema ini, jika dijalankan, bisa memberi manfaat langsung kepada masyarakat sekitar tambang sekaligus menambah pendapatan asli daerah (PAD). Bukan hanya segelintir elit dan aparat yang kenyang dengan setoran ilegal.

Suara emas Mualem tak hanya berhenti di tambang emas. Ia juga menyinggung soal minyak. Pemerintah Aceh sudah mendata 1.630 sumur minyak masyarakat yang tersebar di Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Bireuen.

Kini, bersama Pertamina dan pemerintah kabupaten, sedang diupayakan percepatan legalisasi. Tujuannya juga jelas agar ribuan sumur itu bisa dikelola resmi, memberi keuntungan bagi masyarakat dan daerah, bukan sekadar jadi “tambang liar” baru.

Mualem memang bukan tipikal kepala daerah yang suka bertele-tele. Gayanya blak-blakan, tegas, tapi kali ini justru memiliki nilai emasnya. Ia menyuarakan sesuatu yang selama ini hanya berbisik di warung kopi, bahwa tambang ilegal dilindungi aparat, dimainkan pengusaha, bahkan “diketahui” pejabat.

Membuka borok semacam ini jelas bukan hal sepele. Tapi di sinilah keberanian Mualem diuji. Apakah ultimatumnya benar-benar ditegakkan? Atau justru berakhir seperti suara emas yang hanya indah didengar, tapi tak berbekas?

Bagi Aceh, isu tambang bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga soal masa depan lingkungan dan keadilan. Rp2 triliun kerugian per tahun adalah angka yang cukup untuk membangun puluhan sekolah, rumah sakit, dan jalan.

Kini, semua mata tertuju pada langkah Mualem. Apakah suara emas itu akan berubah menjadi tindakan emas, atau hanya akan memudar di tengah derasnya kepentingan kelompok ?

Satu hal yang pasti, publik sudah mendengar, publik sedang menunggu dari suara menjadi nyata.[red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
bpka - maulid