kip lhok
Beranda / Tajuk / Menyoroti Kondisi Aceh di Kepemimpinan Achmad Marzuki

Menyoroti Kondisi Aceh di Kepemimpinan Achmad Marzuki

Jum`at, 10 Februari 2023 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +


(ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)


DIALEKSIS.COM | Tajuk - Kondisi ekonomi Aceh kian membaik, begitulah disampaikan Pusat Statistik (BPS) awal pekan ini. Data menyatakan ekonomi Aceh tumbuh dengan migas tumbuh 4,21% dan tanpa migas tumbuh 3,80%. 

Selain itu, semakin positif trend ekonomi Aceh tingkat inflansi pada Januari 2023 sebesar 0,63% (mtm) atau 5,52% (yoy), lebih rendah dari Desember 2022 yang sebesar 0,93% (mtm) atau 5,89% (yoy). Jika merujuk data BPS artinya kondisi inflansi mendera Aceh mengalami penurunan, walaupun tidak signifikan.

Lantas dari sisi Pemerintah Provinsi Aceh melalui kepemimpinan Achmad Marzuki Pj Gubernur Aceh dan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Bustami Hamzah telah mampu perlahan lahan namun pasti menata pemerintahan jadi lebih baik. Terbukti data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).

Masalah stunting misalnya mengalami penurunan 2% jika dibandingkan tahun 2021 sebesar 33,2% dan tahun 2022 sebesar 31,2%. 

Capaian lainya, penilaian pemerintah pusat soal realisasi anggaran APBD (APBA), Aceh masuk 10 besar nasional sebesar 94,5%. Terobosan lainnya dari duet kepemimpinan Pj Gubernur Aceh bersama Sekda Aceh mampu mengesahkan APBA 2023 di akhir tahun 2022.  

Terlihat nyata publik menilai sosok Sekda mampu membangun harmonisasi antar legislatif dengan eksekutif. Lintas sektor multi pihak mampu terjalin sinergis, tanpa memicu konflik, bahkan sampai menjaga komunikasi ke kabupaten/kota untuk membantu kendala dihadapai dimasing-masing daerah. 

Demikian dengan sektor proyek strategis nasional di Aceh menjadi perhatian serius, terlihat mulai menggeliatnya kegiatan di sektor tersebut. Bahkan pemerintah Aceh berhasil meyakinkan Presiden Jokowi untuk kembali hadir ke Aceh. Membahas berbagai kepentingan pembangunan, maupun urusan kegiatan lainnya seperti pergelaran Pekan Olahraga Nasional (PON).

Walaupun urusan strategis lainnya belum tersentuh di kepemimpinan Achmad Marzuki Pj Gubernur Aceh. Aeperti menindaklanjuti pasca Presiden Jokowi menyatakan sekaligus mengakui telah terjadi kasus pelanggaran HAM di Aceh di peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis (1998), Simpang KAA (1999), dan Jambo Keupok (2003).

Sebenarnya bukan tentang persoalan strategis nasional itu saja belum terselesaikan. Perihal memastikan kejelasan investasi, urusan kepemiluan, hingga masuk ke hal dunia migas dimana Badan Pengelola Migas Aceh dinilai kurang optimal menjalankan fungsi dan perannya melekat secara kelembagaan. Untuk itu sangat diperlukan penyegaran dan penataan jadi lebih baik. 

Titik tekannya agar Aceh jadi lebih baik dalam hal postur ekonomi dan stabilitas politik dan keamanan terjaga. Yakni komitmen “political wiil” serta keseriusan semua pihak terlibat aktif, bukan sekedar mengkritik pemerintah tanpa aksi nyata.

Namun, kita juga harus realistis, tantangan yang dihadapi masih berat. Selain ketidakpastian global, situasi di dalam negeri pun sedang menghangat. Target penerimaan negara lewat pajak sepertinya juga bakal sulit tercapai, jika sektor ekonomi sumber pendapatan tidak terkelola optimal.

Kita semua optimistis masih ada harapan untuk mencapai target maksimal mengubah Aceh disemua lini sektor ekonomi, pembangunan, maupun pelayanan publiknya. Mewujudkan hal itu tentunya dukungan penuh seluruh lapisan masyarakat sangat diharapkan.

Kerja keras dalam menggapai cita-cita demi memakmurkan Aceh tidaklah semudah membalik telapak tangan. Semuanya membutuhkan proses, ada tantangan dan hambatan dalam melaksanakanya. Namun semua itu akan mampu dihadapi bila semua pihak serius dan adanya dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Semoga Aceh ke depanya semakin maju.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda