kip lhok
Beranda / Tajuk / Konsorsium 522 ?

Konsorsium 522 ?

Kamis, 25 Agustus 2022 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Ilustrasi BIMTEK. [Foto: Istimewa]

DIALEKSIS.COM | Editorial - Konsorsium 303 sedang menjadi isu hangat yang diperbincangkan publik di nasional. Bahkan, juga sempat disinggung oleh Dipo Nusantara dalam Rapat Komisi III DPR dengan Kapolri

Di Aceh, kegiatan bimtek untuk 609 desa yang ada di Bireuen yang digelar di Medan dan Jakarta dengan total anggaran diperkirakan 13 miliar lebih juga sudah menjadi isu yang diperbincangkan publik di Aceh. 

Berbagai media semakin ramai mengangkat kegiatan yang dikelola oleh Kompak Nusantara dan Anak Bangsa Bersatu. 

Sayangnya, pihak DPRK Bireuen belum pernah memanggil Pj Bupati Bireuen untuk menanyakan mengapa bimtek perlu dilakukan, dan apa urgensinya dilakukan di luar Bireuen. 

Seperti penasarannya publik nasional yang memunculkan diagram konsorsium 303, maka bukan tidak mungkin akan muncul pula diagram konsorsium 522 yaitu pihak yang diduga menikmati keuntungan dari pengelolaan kode mata anggaran belanja barang dan jasa, terkait pelatihan hingga bimtek. 

Sebelum publik di Aceh mencari tahu secara mandiri, sebaiknya menteri desa, gubernur, bupati dan pihak legislatif segera mengambil langkah-langkah yang dapat mengakhiri praktek-praktek tidak sedap menurut publik. 

Apalagi saat ini semua pihak prihatin dengan kemiskinan Aceh yang terus menyandang status termiskin di Sumatera masih ada saja laku tepat sasaran dalam pengelolaan anggaran, termasuk Dana Desa. 

Padahal, lewat keberadaan Dana Desa yang terdistribusi di 6.497 gampong di 290 kecamatan yang ada di Aceh, potensi Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp4.6 triliun dapat ikut berkontribusi bagi mengurangi keluarga miskin di masing-masing gampong. 

Bayangkan, dari 2015 sampai 2022 ini, total kucuran ADD untuk Aceh sudah mencapai Rp34,48 triliun. Tapi, persentase kemiskinan di berbagai kabupaten/kota kecuali Banda Aceh masih saja dua digit, termasuk Bireuen, 13, 25 persen pada Maret 2021. 

Tahun 2022 Bireuen menjadi kabupaten urutan ke-3 terbanyak menerima ADD Rp 442 miliar untuk 609 gampong di 17 kecamatan. Dari 2015 sampai 2022 total ADD untuk Bireuen mencapai 3,1 triliun. 

Mestinya, semua pihak mulai dari Gubernur, Bupati/Walikota, Camat hingga Kepala Desa satu kata terhadap Dana Desa yaitu fokus mewujudkan amanah Desa Tanpa Kemiskinan karena inilah problem utama Aceh. 

Dengan begitu, meski Permendesa No.7/2021 Pasal 9 ayat (1) membuka peluang kerjasama dengan pihak ketiga namun karena kondisi kemiskinan yang ada, termasuk agenda prioritas terkait penanganan stunting, mestilah mengutamakan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) yaitu melalui swakelola yang perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan kegiatan dilaksanakannya dilakukan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) atau sumber daya lokal Gampong serta mengutamakan pola padat karya tunai desa. 

Untuk meningkatkan kapasitas kepala desa, termasuk pengelola Bumdes misalnya cukup memaksimalkan peran tenaga pendamping profesional bahkan desa dapat menggalang bantuan pendampingan kepada kepala daerah hingga Gubernur. Jadi, tidak harus menggunakan jasa pihak ketiga untuk melaksanakan bimtek, apalagi sampai dilakukan di luar desa. Semaksimal mungkin Dana Desa mengalir dan berputar di desa atau antar desa dalam kecamatan/kabupaten/kota. 

Diluar itu, patut untuk diduga sebagai modus menikmati dana desa yang melibatkan pihak ketiga, apalagi dilakukan di luar desa/kecamatan/kabupaten, seperti yang baru-baru ini terjadi untuk desa-desa yang ada di Bireuen. 

Padahal, sejak lama, modus itu sudah sering diingatkan karena rawan pelanggaran hukum. Tapi, kepala desa bahkan hingga kepala daerah seperti tidak berdaya mengelak dari pihak ketiga atau bisa jadi pihak-pihak yang membekingi pihak ketiga. 

Sekarang, jika boleh kita bertanya, adakah daerah sudah mengecek pemasukan pajak dari penyelenggaraan kegiatan yang menggunakan Dana Desa untuk Bimtek? Berdasarkan informasi, masing-masing Gampong disebut harus mengeluarkan biaya sebesar Rp22 juta. Jika ditotal dengan jumlah desa yang ada di Bireuen maka keluar Dana Desa ke luar Bireuen sebesar Rp13 miliar. Apakah pajak penyelenggara sudah diterima oleh Bireuen? 

Jika tidak, kemana uang itu mengalir? Kepada Kepala Desa sebagai fee kegiatan? Kepada peserta sebagai uang saku? Atau, masuk ke kantong pihak ketiga serta yang membantu (beking) yang memastikan seluruh desa di Bireuen bersedia menyediakan uang untuk Bimtek? Lantas, apa yang sudah dilakukan oleh Tenaga Pendamping Profesional? Apa yang sudah dibantu oleh Pemda Bireuen? 

Sebaiknya, Pj Gubernur Aceh perlu segera turun ke kabupaten/kota guna membangun satu visi terkait Dana Desa dan memerintahkan Sekretaris Daerah bersama Kepala DPMG untuk melakukan konsolidasi substansi penggunaan dana desa. 

Jika selama ini sukses mendorong percepatan pencairan dana desa maka sudah saatnya memastikan Dana Desa berkontribusi bagi pengentasan kemiskinan dan pencegahan stunting. Pj Gubernur Aceh juga perlu membangun MoU dengan Aparat Penegak Hukum (APH) di Aceh yang oleh Presiden Jokowi diminta untuk mengawasi Dana Desa untuk tidak mengakomodir pihak ketiga yang hendak mengambil manfaat Dana Desa melalui APH. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda