KIP Aceh dan Pertarungan Marwah
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
DIALEKSIS.COM | Wibawa lembaga penyelengara Pemilu di Aceh kini sedang dipertaruhkan. Adanya aroma tidak sedap tentang dugaan suap menyuap dalam rekrutmen personil KIP 2023-2028, telah membuat publik menaruh perhatian besar.
Publik sangat berharap agar lembaga penyelenggara Pemilu ini bukan menjadi “petugas” dari partai politik tertentu peserta Pemilu, namun menjalankan tugasnya secara independen, professional, tidak ada tekanan dan kepentingan.
Karena, KIP adalah penyelenggara Pemilu dan Pemilu adalah prosedur utama dalam demokrasi. Melalui pemilulah kedaulatan rakyat diwujudkan. Untuk itu tentunya penyelenggaranya harus bersih, berjiwa kesatria dalam menyukseskan demokrasi, mementingkan kepentingan publik daripada kepentingan kelompok tertentu.
Melalui pemilulah rakyat melakukan reward dan punisment kepada wakil mereka, juga kepada pemimpinnya. Jangan sampai hak korektor rakyat didegradasi oleh KIP yang orang-orangnya cacat secara intelektualitas atau cacat etikabilitas.
Itulah harapan publik yang menginginkan demokrasi ditegakan. Karena KIP adalah penjaga marwah demokrasi. Tentunya dalam menjalankan tugasnya demi terciptanya demokrasi yang bermartabat, KIP wajib ditemani oleh Panwaslih.
Kedua lembaga ini diawasi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Lembaga ini bertugas menjadi penjaga kehormatan lembaga penyelenggara Pemilu. Ada aturan main sebagai penyelenggara, tidak bisa diintervensi pihak lain, apalagi Parpol.
Ketika ada kabar tidak sedap seputar rekrutmen personil KIP Aceh, apalagi isu yang dihembuskan ini berasal dari dewan, Komisi I DPRA, bahwa adanya dugaan suap menyuap dalam penentuan kelulusan seseorang untuk menjadi personil KIP, dugaan ini harus ditindak lanjuti.
Semua pihak tidak boleh abai dalam persoalan ini, apalagi membiarkan dugaan itu berlalu bergitu saja. Karena ini turut menentukan marwah KIP dan sangat menentukan bersihnya demokrasi di bumi Aceh.
DKPP harus turun tangan, mendapatkan kebenaran yang sebenar-benarnya, agar lembaga penyelenggara Pemilu ini mendapat kepercayaan publik. DKPP wajib memeriksa Pansel KIP Aceh 2023.
Apakah proses seleksi yang sudah dilakukan Pansel sesuai dengan SOP. DKPP juga harus memastikan apakah ada hubungan kelulusan komisioner KIP Aceh dengan isu suap yang beredar, apakah ada KKN dengan Partai Politik.
DKPP harus memberi penjelasan terang benderang, agar keraguan publik mendapatkan jawaban, karena sudah disuguhi dengan informasi soal dugaan money politik dalam rekrutmen komisioner KIP . Apalagi dugaan suap ini disampaikan oleh seorang yang punya kapasitas di Komisi I DPRA dengan jabatan wakil ketua Komisi I.
Jika ada indikasi yang seperti diduga terkait adanya mahar dalam proses seleksi, maka seluruh keputusan yang ada wajib dihentikan untuk sementara. Agar kedepanya personil KIP mendapat kepercayaan publik.
Selaian itu bila terbukti adanya suap dalam rekrutmen ini, pihak berwenang yang dapat memeriksa rekening atau kejahatan keuangan perlu turun tangan. Hal ini harus dilakukan demi terciptanya penyelenggara pemerintahan yang bersih dan bermartabat.
Sementara itu, Badan Kehormatan DPRA tidak boleh tinggal diam. Karena persoalan ini sudah menjadi perhatian publik. Badan Kehormatan DPRA wajib memeriksa seluruh dokumen yang dimiliki Komisi 1 DPRA.
Badan kehormatan harus memastikan adakah cacat prosedur atau tidak. Mengapa persoalan ini bisa muncul ke publik, apalagi dihembuskan oleh orang terpercaya di lembaga terhormat. Apakah kalau tidak ada api akan memunculkan asap.
Apapun nanti hasilnya yang dilakukan Badan Kehormatan DPRA harus diumumkan ke publik secara terbuka, karena lembaga DPRA adalah lembaganya wakil rakyat. Mereka dipilih dan digaji dari uang rakyat, untuk itu rakyat harus tahu apa yang dilakukan wakilnya di parlemen.
Semua pihak menginginkan agar penyelenggara Pemilu (KIP dan Panwas) adalah lembaga yang bersih, tidak ada titipan dari kelompok tertentu. Untuk itu menjaga harkat dan martabat lembaga penyelenggara Pemilu ini menjadi “kewajiban” semua pihak.
Bila penyelenggaranya bersih dan bermartabat, tentunya hasil yang diharapkan masyarakat juga akan bersih dan proporsional. Tidak ada kepentingan. Ibarat air yang mengalir dari muara, bila muaranya jernih sampai ke hulu juga akan jernih.
Akankah persoalan yang sudah menjadi perhatian publik ini dibiarkan begitu saja tanpa ada kepastian yang jelas? Sebagai manusia yang bijak, ketika ada masalah tentunya kita tidak akan membiarkanya. Karena menyelesaikan masalah dengan bijak, sesuai ketentuan itulah manusia yang bijak.