kip lhok
Beranda / Sosok Kita / Zanki Studio dan Geliat Konten Kreator dari Aceh

Zanki Studio dan Geliat Konten Kreator dari Aceh

Rabu, 13 November 2019 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Stand Zanki Studio di pameran Unsyiah Fair 14. [Foto: Sara Masroni/Dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jam menunjukkan pukul 14.21 WIB. Seorang pria berkacamata duduk menatap gawai sembari sesekali menyapa pengunjung yang menyaksikan video pendek diputar di monitor berukuran 14 inch tepat di atas meja sebuah stand penuh ornamen kuning itu.

"Crew lain pada selesai syuting dan sekarang mereka lagi sibuk editing video untuk ditampilkan besok malam," kata Mahruza Murdani, salah seorang pendiri Zanki Studio saat diwawancara Dialeksis.com di stand pameran Unsyiah Fair 14, AAC Dayan Dawood Banda Aceh, Selasa (12/11/2019).

Memulai debut di industri konten kreatif melalui video pertama mereka berjudul Gombal Gembel yang tayang di Instagram @zankistudio pada 16 Februari 2019 lalu, kini tim konten kreatif ber-genre komedi dengan pendekatan milenial dan Islami itu mulai mendapat tempat di hati publik, terutama milenial di Aceh.

"Inisiatif lahirnya tim konten kreatif ini sebagai bentuk kegelisahan kita terhadap konten negatif yang membanjiri media sosial hari ini," kata Mahruza yang juga kerap disapa Bang Oja sambil sesekali mengayunkan tangan menjelaskan tentang Zanki Studio.

"Kita tidak bisa membendung konten negatif di medsos, tetapi dengan memproduksi konten-konten positif setidaknya para milenial punya pilihan mau mengkonsumsi yang mana," tambahnya.

Mahruza tidak sendirian. Ditemani Ruslan dan Zulfan Afdhilla, ketiga pendiri ini memulai projek di Zanki Studio dengan harapan bisa memberi nilai-nilai kebaikan kepada masyarakat, utamanya para milenial pengguna medsos.

"Langkah awal kita dengan duduk dan menyatukan ide terlebih dahulu, baru kemudian merekrut beberapa talen di depan layar sebagai pengembangan. Sesederhana itu," kata Mahruza semangat.

"Dan sekarang perkembangan Zanki justeru di luar ekspektasi kami," ungkap pria yang akrab disapa Bang Oja ini dengan sumringah.

Mahruza berujar, dalam merintis tim kreatif ini, ia bersama 22 crew lainnya sangat menghindari dulu kepentingan materi seperti uang dan imbalan lainnya dari karya mereka.

"Niat kita Lillah saja, nanti kan Allah yang membantu. Selagi itu untuk kebaikan, pasti ada saja jalan kemudahan," ungkap Mahruza sambil sesekali mengubah posisi duduknya.

"Kemudian perasaan saling membutuhkan satu sama lain. Ini penting sekali. Bayangkan jika suatu pekerjaan yang kita kerjakan sulit, maka hargailah saat orang lain mengerjakannya," kata Mahruza mantap.

Menurutnya, sifat paling hebat dan paling jago sendiri serta lebih mengutamakan finansial ketimbang memproduksi karya dengan baik, kelak akan menghancurkan tim itu sendiri.

"Kita harus paham bahwa untuk mencapai sesuatu yang sempurna itu ada tahapannya. Dan yang paling penting di awal adalah menyatukan hati dan sama-sama merasa punya tanggung jawab dulu," ungkapnya.

"Untuk bisa seperti kita sebenarnya tidak sulit. Yang penting memulainya dengan niat kebaikan, bukan materi seperti uang dan sebagainya," tambahnya.

Kemudian saat ditanya bagaimana sumber keuangan Zanki dalam memproduksi konten, pihaknya mengaku selama ini murni berasal dari kantong tim produksi dan para talen konten itu sendiri.

"Niat kita Lillah ya, jadi output kita kebaikan dan nilai manfaat. Nanti soal uang biar Allah yang ganti," ungkap Bang Oja mantap.

Mahruza berujar, Zanki Studio juga terbuka dengan berbagai pihak yang ingin bekerjasama atau bergabung dalam hal produksi konten.

"Target jangka panjang kita adalah punya rumah produksi sendiri secara mandiri. Sebab untuk saat ini kita baru bisa produksi dari rumah ke rumah dulu, sesuai ketersediaan peralatan yang dibutuhkan," ungkapnya.

Mahruza berharap anak-anak muda di Aceh lihai dalam menangkap peluang di era digital seperti sekarang untuk berkarya dan menebar kebaikan kepada masyarakat luas.

"Pemerintah juga melalui dinas terkait semoga ikut mendukung industri kreatif dengan memberikan pembekalan seperti pelatihan keterampilan kepada masyarakat dan juga memfasilitasi alat untuk produksi dan berkarya bagi para milenial di Aceh," ungkapnya.

"Ini sangat menguntungkan bagi pemerintah sendiri. Selain dapat melahirkan masyarakat yang kreatif dan berdaya, melalui dunia kreatif masyarakat dapat memperkenalkan sekaligus mengharumkan nama Aceh, baik di tingkat nasional bahkan internasional. Bila masyarakat terampil, angka pengangguran berkurang dan peningkatkan perekonomian daerah ikut meningkat pula," pungkasnya. (sm)

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda