kip lhok
Beranda / Sosok Kita / Sang Guru Mengaji yang Menginspirasi

Sang Guru Mengaji yang Menginspirasi

Jum`at, 28 Agustus 2020 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Herman RN (Santri Pak Jafar, mantan Ketua Harian LPTQ Kecamatan Kluet Utara 1997-2002)
[Foto: Istimewa/Dialeksis.com]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Innalillahiwainnailaihirajiun... Laahaula walaquwata illa billah.. Alfatihah. 

Guru mengaji itu telah pergi. Sosok inspirasi itu telah tiada. Namanya Tgk. Muhammad Jafar. Ia lulusan sarjana muda dengan titel BA. Di kampungnya, Simpang Empat, Kecamatan Kluet Utara, Aceh Selatan, ia membuka kegiatan pengajian. Anak-anak kampung setempat dan kampung tetangga banyak yang belajar mengaji di rumah semipermanen tersebut.

Bukan hanya mengajarkan mengaji Alquran, Pak Jafar juga mengajarkan anak muridnya membaca kitab Jawi. Kegiatan pengajian tersebut dilaksanakan malam hari, selepas magrib. Mengaji secara tradisional ini sudah menjadi kebiasaan orang Aceh umumnya. Banyak teungku di Aceh membuka pengajian tradisional di rumahnya.

Demikian halnya dengan Tgk. Muhammad Ja’far. Ia bersama istri, membuka pengajian di rumahnya. Malam Senin hingga malam Kamis, anak-anak diajarkan membaca kitab Jawi. Kitab-kitab yang dipelajari antara lain Riwayat Nabi, Pelajaran Akhlak, Masailal Muhtadin/ Bidayatul Mubtadi, Tambihul Ghafilin. Adapun malam Jumat dan malam Ahad, para santri belajar mengaji Alquran. Ada kelompok murattal, ada kelompok tilawah, ada juga kelompok hifzil.

Selain itu, para santri yang tidak dibatasi usia tersebut juga diajarkan ilmu tajwid. Singkatnya, rumah yang tidak sebera besar tersebut disulap Pak Jafar layaknya sebuah dayah. Namun, itu bukan dayah. Dari rumah inilah lahir para qari dan qariah wakil Kecamatan Kluet Utara yang kemudian ada yang menjadi juara provinsi. Qari dan qariah tunanetra pun dibina dari rumah waqaf ini.

Ketika konflik belum memanas, aktivitas pengajian dilaksanakan di sebuah balai yang terletak di belakang Masjid Baburrahman, Simpang Empat, Kecamatan Kluet Utara. Pak Jafar yang saat itu menjabat sebagai imum masjid setempat dipercaya mengelola Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Kecamatan Kluet Utara. Akan tetapi, saat konflik kian memanas, aktivitas pengajian tersebut meredup dan perlahan sirna. Pak Jafar mulai memindahkan aktivitas pengajian ke rumahnya.

Sebagai teungku imum sekaligus guru agama di sekolah menengah, Pak Jafar menjalin hubungan dengan camat, Polsek, dan Danramil di Kecamatan Kluet Utara. Di saat itu, ia mulai dilanda fitnah dari kalangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena terlalu dekat dengan pihak polisi dan pemerintah.

Suatu kali, Pak Jafar mendapat ancaman dari kelompok GAM. Akhirnya, dari uang gaji dan hasil kebun di pekarangan rumahnya, Pak Jafar memberikan sumbangan (pajak nanggroe) kepada pihak GAM. Semua dilakukannya agar orang GAM tidak turun gunung mengadakan kontak senjata dengan pihak Polisi/TNI sebagaimana bunyi ancaman tersebut.

Ternyata sumbangan Pak Jafar diketahui pihak Brimob dan Gegana BKO saat itu. Mereka pun minta jatah. Pak Jafar tidak sungkan menyisihkan gajinya yang tidak seberapa untuk pihak aparat keamanan. Satu pesan beliau, “Tolong jangan ganggu murid-murid saya. Mereka kadang pergi mengaji malam hari dan pulang sampai tengah malam. Mereka adalah murid saya. Jangan ditangkap.”

Begitulah cara Pak Jafar melindungi santrinya. Masyarakat di sekitar heran, mengapa santri LPTQ Pak Jafar aman saja keluar tengah malam. Padahal, kalau ada pemuda atau remaja lelaki yang kedapatan berkeliaran malam hari saat itu, sangat mudah hilang. Jika bukan hilang diambil aparat keamanan, hilang ke gunung bersama orang GAM.

Pak Jafar punya strategi melindungi santrinya. Ia sisihnya hasil kebun ubi, pisang, dan nangka yang ditanamnya di sekitar rumah untuk pajak nanggroe dan jatah aparat keamanan. Ketika padi di sawahnya sudah bisa dipanen, Pak Jafar juga menyisihkan hasil tani tersebut untuk kebutuhan santrinya, seperti memperbaiki tempat mengaji. 

Suatu kali, saya ditangkap anggota Gegana BKO. Tidak jelas apa salah saya. Saya dibawa ke belakang sebuah ruko, dekat sumur. Lumayan babak belur saya ketika itu. Begitu saya sebutkan saya murid LPTQ Pak Jafar, anggota Gegana tersebut melepaskan saya. Pak Jafar kemudian meminta sang komandan memindahkan anggota Gegana tersebut ke tempat lain. Saya tidak tahu bagaimana cara komunikasi beliau sehingga anggota gegana itu berhasil dipindahkan.

Begitulah cara Pak Jafar melindungi muridnya. Ia serahkan nyawanya untuk murid-muridnya. Ia korbankan hartanya untuk keamanan masyarakat setempat. Namun, tetap saja ada yang memfitnah dirinya.

Buah fitnah yang teramat anyar ketika itu bahwa Pak Jafar memberikan pajak nanggroe kepada GAM, melindungi GAM, dan terakhir difitnah sebagai salah satu pentolan GAM. Akhirnya, ia ditangkap dan dibawa ke penjara Tapaktuan.

Setelah beberapa bulan dalam penjara, saya datang menjenguk bersama umi (istri Pak Jafar). Saya menangis melihat keadaan beliau, tapi ia malah tersenyum menasihati saya. “Nabi Yusuf juga pernah dipenjara. Ini tidak seberapa. Jangan bersedih,” ucapnya saat kami akan berpisah.  

Sekeluarnya dari penjara, fitnah masih membekas dalam kehidupan Pak Jafar. Akhirnya, ia memutuskan tidak tinggal lagi di Simpang Empat. Apalagi, sang istri sudah meninggal dunia karena sakit. Pak Jafar yang tercatat sebagai guru di SMKN Pasieraja, akhirnya memutuskan tinggal di rumah dinas dalam lingkungan sekolah tersebut.

Setelah menikah dengan seorang perempuan asal Payateuk, Pak Jafar mulai pulang pergi Pasieraja-Payateuk. Sejak ia dipenjara, aktivitas pengajian LPTQ Kecamatan Kluet Utara mulai meredup. Rumahnya yang dulu dijadikan Sekretariat LPTQ Kluet Utara sudah jadi rumah tak berpenghuni. LPTQ tersebut terakhir diserahkan pada pihak kecamatan.

Kemarin, Kamis (27 Agustus 2020) sebuah kabar duka datang Rumah Sakit Yulidin Away Tapaktuan. Tgk. Muhammad Jafar telah meninggal dunia karena sakit diabetes. Para santri Pak Jafar yang sudah berpencar ke berbagai penjuru mulai mengucapkan kalimat-kalimat duka dan untaian doa.

Rasa kehilangan itu tidak mudah, apalagi jika yang hilang adalah sosok guru mengaji yang sudah mengajarkan kita banyak ilmu agama dan cara membaca Alquran. Sosok yang penuh inspirasi dalam menghadapi hidup. Dari sosok ini, ada yang sudah berhasil kuliah hingga ke Al Azhar, Kairo. Dari sosok sederhana ini, ada yang sudah berhasil menjadi dosen, guru, dokter, perawat, dan dai.

Damailah Pak Jafar di pembaringan terakhirnya. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat terindah. Amin ya Rabbalal’amin.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda