Nanda Putri, Suka Menyapa Orang Saat Lagi Kecapekan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Kepala Penyiaran Radio Assalam UIN Ar-Raniry, Nanda Putri. [Dok. Instagram/Nanda Putri]
DIALEKSIS.COM - Sebagian besar masyarakat pasti pernah mendengar radio. Radio sering menjadi teman perjalanan kita, baik di pagi hari saat kita lagi menyeruput kopi di kedai kopi, atau saat bersantai ria di rumah.
Di radio, kita bisa mendengarkan berita, mendapatkan informasi terbaru, dan kita juga bisa tahu dengan perkembangan lagu-lagu terbaru di Indonesia dan luar negeri.
Mendalami sisi broadcasting (penyiaran), di radio ada sebuah profesi yang menjadi core atau ‘nyawa’ pada radio itu sendiri. Apa lagi kalau bukan ‘Radio Annoucer’ atau sering kita sebut sebagai penyiar radio. Secara umum, profesi ini juga cukup diminati oleh kalangan muda Aceh saat ini.
Nanda Putri, merupakan Kepala Penyiaran di Radio Assalam Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry. Dirinya pada malam Jumat, 21 Oktober 2022 kemarin, dianugerahi piagam penghargaan pada Anugerah KPI Aceh Award 2022. Dirinya terpilih menjadi favorit dalam kategori Penyiar Radio Non Berita Terbaik.
Nanda Putri sudah 7 tahun melintang profesi sebagai seorang penyiar radio. Ia aktif siaran pertama kali pada tahun 2015 di Radio Assalam UIN Ar-Raniry.
Alasan yang memotivasinya betah di radio dikarenakan memang hobinya sekarang ialah menyiar. Nanda mengaku bakat dan minatnya sekarang tertuju ke radio.
Di awal-awal terjun ke dunia siaran radio, studio radio menjadi tempat ternyaman dirinya melepas penat. Sembari menyiar informasi kepada pendengar, Nanda merasa enteng dan rileks. Siaran menjadi tempat Nanda menenangkan diri semisal lagi jenuh dengan kuliah atau pekerjaan.
Nanda merupakan alumni Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah UIN Ar-Raniry. Awal perkenalan dirinya dengan Radio Assalam dilatarbelakangi oleh perasaan ingin mencoba sesuatu yang baru. Nanda saat berada di bangku kuliah memiliki basic MC atau pemandu acara.
“Sebelumnya sudah suka MC, jadi pengen coba jadi penyiar radio. Eh, ternyata betah sampai sekarang,” ucap Nanda kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (23/10/2022).
Nanda bercerita, sebelum dirinya benar-benar on air atau menyiar secara resmi, dia harus mengikuti berbagai pelatihan dan bimbingan. Pada waktu itu, momen yang ditunggu-tunggu Nanda ialah supaya bisa siaran secara resmi. Dia terus memperdalam ilmunya, memperdalam teknik komunikasi, hingga akhirnya Nanda mendapat kepercayaan untuk menyiar secara resmi di Radio Assalam.
Saat pertama kali siaran, Nanda mengaku sangat senang dan bahagia. Baginya, menjadi seorang penyiar radio ternyata cukup seru dan menyenangkan juga.
Di samping itu, Nanda juga banyak mendapatkan ilmu serta wawasan baru saat berprofesi sebagai penyiar radio.
“Mulai dari anak muda hingga orang tua. Banyak pengalaman baru yang bisa saya petik hikmahnya saat mereka bercerita ke saya. Dan itu menjadi ilmu baru, semangat baru juga bagi kita,” ungkapnya.
Nanda juga ternyata sosok yang memiliki banyak cara kala menghadapi hal-hal tidak terduga. Katakanlah semisal seperti kejadian narasumber yang meng-cancel (membatalkan) talkshow, atau dilanda dengan kejadian-kejadian lain.
Bagi Nanda, seorang penyiar harus siap siaga menghadapi momen krisis. Apabila narasumber tidak hadir, penyiar harus bisa mengalihkan materi, meskipun siaran sendiri, harus bisa mengalihkan topik talkshow dengan topik yang baru.
Hanya saja selama berkarier sebagai penyiar radio, Nanda belum pernah berhadapan dengan momen krisis tersebut. Tapi dalam jiwanya, Nanda selalu membekali diri untuk menghadapi berbagai macam skenario supaya siaran radio tak terabaikan.
Selama 7 tahun on air, Nanda ternyata tak pernah merasa bosan atau jenuh menjadi seorang penyiar radio. Adakalanya di saat lagi capek dengan kerjaan, Nanda malah kepingin siaran. Dan inilah yang membedakan Nanda, saat lagi capek malah suka menyapa orang di radio.
Selaku Kepala Penyiaran Radio Assalam UIN Ar-Raniry, Nanda berpesan bahwa public speaking bukanlah hal remeh-temeh lagi sekarang. Malahan public speaking sangat dibutuhkan.
“Di dunia saat ini, public speaking sangat dibutuhkan. Apalagi bagi mahasiswa-mahasiswa milenial. Bukan hanya di radio, tetapi dimana saja public speaking itu sangat penting,” jelas Nanda.
Makanya Nanda sangat berharap kepada mahasiswa di Aceh untuk terus mengasah skill individu, terus meningkatkan public speaking yang baik dan memperdalam cara berinteraksi dengan orang lain. Nanda juga mengajak kalangan muda untuk menaruh minat di radio, karena banyak pengalaman baru yang bisa didapatkan dan ternyata menjadi seorang penyiar radio juga cukup menyenangkan.(Akh)