Selasa, 12 Agustus 2025
Beranda / Sosok Kita / Nama Syaifullah Menggema Lagi, Inovator Nilam Aceh Raih Indonesia Innovator Award 2025

Nama Syaifullah Menggema Lagi, Inovator Nilam Aceh Raih Indonesia Innovator Award 2025

Selasa, 12 Agustus 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dr. Ir. Syaifullah Muhammad, ST, M.Eng, Kepala Atsiri Research Center (ARC) sekaligus Dosen Universitas Syiah Kuala. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sorot lampu panggung Gedung BRIN, Jakarta, sore itu, menyoroti sosok pria berkacamata dengan jas hitam sederhana. Dr. Ir. Syaifullah Muhammad, ST, M.Eng, peneliti asal Aceh yang telah mengabdikan lebih dari satu dekade untuk membangkitkan kembali kejayaan nilam, melangkah mantap menerima Indonesia Innovator Award 2025, Senin, 11 Agustus 2025.

Di hadapan para peneliti, pejabat, dan tamu undangan, Syaifullah menunduk sejenak sebelum mengucap terima kasih. Lalu, suaranya mengalun, memadukan rasa syukur dan nada reflektif.

“Indonesia ini kaya, tapi kekayaan itu belum sepenuhnya menjadi kesejahteraan bagi rakyat. Inovasi dari perguruan tinggi dan lembaga riset, dengan dukungan pemerintah seperti BRIN, harus memberi dampak nyata pada taraf hidup masyarakat,” ujarnya.

Bagi Syaifullah, penghargaan ini bukan puncak pencapaian, melainkan penanda bahwa perjalanan inovasi masih panjang. 

“Tidak ada negara yang maju tanpa sentuhan ilmu pengetahuan. Saatnya kita memberi bobot lebih pada riset, agar hasilnya benar-benar dirasakan masyarakat,” katanya lagi.

Ia lalu menambahkan pesan yang lebih tajam, seolah berbicara langsung kepada para pemangku kebijakan. “Kuncinya bukan sekadar menciptakan inovasi, tapi memastikan inovasi itu berumur panjang, bisa direplikasi, dan menjadi budaya. Saya ingin nilam Aceh tumbuh di setiap desa, bukan hanya di laboratorium ARC.”

Perjalanan akademiknya terentang jauh. Lulusan S1 Teknik Kimia Universitas Syiah Kuala itu menempuh S2 dan S3 di Curtin University, Australia. Sejak 2016, ia memimpin Atsiri Research Center (ARC) PUIPT Nilam Aceh USK pusat riset yang menjadi episentrum kebangkitan nilam Aceh.

Ketika ia mulai, kondisi memprihatinkan. Hanya empat kabupaten yang masih menanam nilam. Sembilan tahun berselang, melalui teknologi ekstraksi mutakhir dan penguatan ekosistem, 18 kabupaten kembali menggarap komoditas ini. Mutu minyak nilam pun melonjak, hal itu sebabkan kandungan Patchouli Alcohol (PA) 99,8 persen dalam bentuk kristal setara kualitas dunia.

Pendekatan yang ia sebut blue ocean ecosystem menjalin kolaborasi pentahelix melipiuti; akademisi, bisnis, pemerintah, komunitas, dan media. Hasilnya konkret. Sejak 2021, nilam Aceh sudah 35 kali diekspor ke Prancis, melibatkan 282 petani penyuling binaan di Gayo Lues.

ARC tak hanya memproduksi minyak mentah. Lebih dari 30 produk turunan nilam telah memiliki hak kekayaan intelektual dan masuk pasar. Teknologi Molecular Distillation dan Wiped Film Fractionation (WFF) memungkinkan produksi hi-grade patchouli untuk kosmetika, toiletries, dan aromaterapi, menggantikan barang impor mahal.

Di balik layar, Syaifullah rajin merancang dokumen strategis seperti; Sistem Inovasi Daerah Nilam Aceh (2016), Roadmap Atsiri Aceh (2017), hingga Roadmap Nilam Aceh 2020 - 2030 bersama Bank Indonesia. Di dunia akademik, H-index Scopus 17 menjadi bukti kontribusinya, dengan publikasi di jurnal-jurnal bereputasi internasional.

Deretan penghargaan pun mengiringi langkahnya mulai dari pemberian sebagai Innovation Awards Curtin University Australia (2018), Nilam Heritage Awards (2019), Icon Pancasila Awards BPIP (2022), First Winner Global Innovation Awards GIMI Institute Barcelona (2024), hingga penghargaan Kemenperin RI untuk Inovasi Sosial, Lingkungan, dan Bisnis (2025).

Namun, di akhir pidatonya, Syaifullah memilih menutup dengan rendah hati. “Ini bukan soal pribadi saya,” ujarnya pelan. 

“Ini soal bagaimana inovasi bisa membawa Aceh dan Indonesia ke level yang lebih tinggi. Kalau kita ingin sejajar dengan bangsa maju, kita harus berani membangun peradaban berbasis ilmu pengetahuan.”

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI