Beranda / Sosok Kita / Mengenal Syiah Kuala, Sebagai Bapak Pendidikan Aceh

Mengenal Syiah Kuala, Sebagai Bapak Pendidikan Aceh

Minggu, 03 September 2023 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Peminat budaya dan sastra Aceh, Drs. Teuku Abdullah Sulaiman, S.H. alias T.A Sakti. Dokumen pribadi kepada Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Abdurrauf As Singkili bin Ali Al Fansuri, diperkirakan lahir pada tahun 1024 H/ 1615 M di Singkil. 

Ayahnya bernama Syekh Ali Al Fansuri merupakan keturunan Arab yang menikahi wanita Fansur yang tinggal di Singkil, dari pernikahan tersebut melahirkan Abdurrauf.

Abdurrauf kecil mendapat pendidikan dasarnya di desa kelahirannya terutama dari ayahnya. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya, Abdurrauf melanjutkan pendidikannya di Fansur. 

Fansur merupakan pusat pendidikan penting dan tempat yang mempertemukan kaum muslim Melayu dengan kaum muslim Asia Barat dan Asia Selatan. Abdurrauf juga belajar kepada Syekh Syamsuddin As - Samatrani di Banda Aceh.. 

Peminat budaya dan sastra Aceh, Drs. Teuku Abdullah Sulaiman, S.H. alias T.A Sakti mengatakan selama sultan Iskandar Tsani memerintah, beliau menunjukan Nurudin Ar Raniri sebagai Mufti kerajaan Aceh. 

"Pengangkatan Nurudin Ar Raniri sebagai Mufti Kerajaan Aceh menyebabkan terjadinya pergolakan antara pengikut aliran wujudiyyah dengan pengikut Nurudin Ar Raniri sehingga terjadinya pemburuan pengikut Hamzah Fansuri dan pengikut Syamsuddin As Samatrani dan pembakaran kitab-kitab yang dikarang oleh dua ulama tersebut karena dianggap sebagai aliran sesat di depan Mesjid Raya Baiturrahman," kata T.A. Sakti kepada Dialeksis.com, Minggu (3/9/2023).

 T.A. Sakti mengatakan pergolakan antara dua golongan tersebut terus berlanjut sampai pada masa Sultanah Safiatuddin (1641-1675). 

Diawal masa pemerintahan Sultanah telah terjadi pertukaran Mufti (Qadhi Malikul Adil) dari Syekh Ar Raniri kepada Syekh Saiful Rijal, seorang ulama Wujudiah yang baru pulang ke Aceh.

 Melihat kondisi masyarakat yang makin hari semakin bingung dengan perdebatan tersebut, akhirnya Sultanah Safiyatuddin memilih Saiful Rijal sebagai Mufti Kerajaan Aceh dan menyebabkan Ar Raniri pulang ke negeri asalnya India

 Pada saat itulah Syekh Abdurrauf pulang ke Aceh setelah mengembara mencari ilmu ketanah Arab selama 19 tahun. Beliau pulang ke Aceh sekitar tahun 1661 setelah mendapatkan Ijazah dari gurunya Syaikh Ibrahim Al Kurani. 

Setelah selesai penyelidikan, Sultanah mengangkat Syekh Abdurrauf untuk menduduki jabatan Kadhi Malikul Adil atau Mufti yang bertanggung jawab atas admisnitrasi masalah-masalah keagamaan. 

Jabatan tersebut dipangkunya berturut-turut pada masa pemerintahan para Ratu di Aceh (Ratu Safiatuddin, Ratu Naqiyatuddin, Ratu Zakiatuddin, dan Ratu Kamalat Syah).

 Pada hakikatnya pada saat pemerintahan tiga ratu yang terakhir di Aceh Syekh Abdurrauf merupakan orang yang memegang kendali pemerintahan.

Selama menjabat Kadhi Malikul Adil atau Mufti Kerajaan Aceh Darussalam, Syekh Abdurrauf telah menulis 22 judul kitab dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Tarikat Syattariah

Tarekat Syattariah pertama kali muncul di India pada abad ke-15 M. Nama Tarekat Syatariah dinisbahkan kepada seorang tokoh pendirinya yaitu Abdullah asy- Syattar. 

Tarekat Syattariah disebarluaskan di kota Madinah dan Makkah oleh dua orang syekh yang sangat terkenal dikota Haramayn, yaitu Ahmad Qusyasyi dan Ibrahim Al Kurani. Sedangkan tareka Syattariah disebarkan ke Nusantara oleh Syekh Abdurrauf.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Syekh Abdurrauf merupakan seorang tokoh penengah antara pertentangan dua golongan, yaitu golongan wujudiah pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As Sumatrani serta golongan syuhudiah Nuruddin Ar Raniri.

"Mengingat begitu ‘hausnya beliau terhadap ilmu pengetahuan” serta agungnya jasa, wibawa atau kharisma Syekh Abdurrauf atau Syiah Kuala semasa hidupnya, alangkah pantasnya beliau diberi gelar “Bapak Pendidikan Aceh” serta diusulkan sebagai Pahlawan Nasional," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda