Mengenal Sosok Arif Fadillah, Sekretaris DPD Partai Demokrat Aceh
Font: Ukuran: - +
Ketua dan Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi Aceh, Muslim dan Arif Fadillah. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bukanlah hal luar biasa bagi Arif Fadillah, S.I.Kom, M.M dapat menjabat Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Aceh. Baginya, posisi itu lebih sebagai bentuk ekspansi politik yang menghubungkannya dengan rakyat di seluruh Aceh untuk bisa berbuat lebih besar demi kepentingan rakyat Aceh.
Menempatkan posisi Arif Fadillah sebagai Sekretaris, juga bukan tanpa alasan. Ketua DPD Partai Demokrat Muslim, SHI, MM cukup jeli menempatkan orang-orang untuk membantunya menjalankan roda Partai, Arif Fadillah salah satunya.
Siapa sosok Arif Fadillah?
Laki-laki kelahiran 10 Juli 1973 silam ini bagi masyarakat Kota Banda Aceh, bukan sosok yang asing, karena karir politik Arif dimulai sebagai Ketua Dewan pimpinan Ranting (DPRt) Partai Demokrat Gampong Emperom 2002, lantas menjadi Ketua Partai Demokrat Kecamatan Jaya Baru pada Tahun 2009 dan terpilih menjadi Ketua Demokrat Kota Banda Aceh di tahun 2017 sampai sekarang dan kini dipercaya Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Provinsi Aceh periode 2021-2026.
Pasca Tsunami, tahun 2009 masyarakat Dapil 1 Jaya Baru dan Banda Raya memilih Arif menjadi Wakil Rakyat anggota DPRK Banda Aceh dan mmendapat posisi Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRK Banda Aceh dengan capaian 8 kursi kala itu. Berlanjut periode 2014-2019, Arif Kembali terpilih sebagai anggota DPRK Banda Aceh dan dipercaya Partai sebagai Ketua DPR Kota Banda Aceh.
Tentu, Sebagai Ketua DPR Kota Banda Aceh banyak terobosan kerja dilakukan Arif, baik dalam bidang Regulasi Kota, Pengawasan Pembangunan Kota dan Pengangaran terhadap kepentingan masyarakat kota. Fakta itu dapat dilihat dari pencapaian prestasi yang diperoleh oleh Pemerintah Kota Banda Aceh, termasuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banda Aceh yang sangat signifikan dirasakan oleh warga kota Banda Aceh.
Arif Fadillah dibesarkan dari lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya Yusuf Hasan berasal dari Kampung Kandang Samalanga, Kabupaten Bireun, sedangkan Ibunya Murgini berasal dari Keluarga besar Kampung Kuta Alam Kota, Banda Aceh, dan Arif Fadillah dibesarkan di Kuta Alam.
Namun nasib Arif Fadillah kurang beruntung di masa kekanakannya. Dia “Kehilangan” ayah di usianya yang masih berlia karena Ayah dan Ibu berpisah. Perpisahan itu membuat Arif menjalani masa kecil tanpa Ayah. Wajar saja, dimasa kanak-kanaknya masyarakat Kuta Alam mengenal Arif sebagai anak yang bandel, namun punya perstasi sekolah diatas rata-rata.
“Soal itu Ibu punya prinsip kuat. Sejak itu kami di Kuta alam memulai hidup baru. Ibu menjadi tulang punggung keluarga,” kata Arif Fadillah.
Sang Ibu yang cuma punya keahlian pas-pasan dan bekerja serabutan. Ibu membuat dan menjual kue, dan juga menjadi buruh cuci dari rumah ke rumah. Semua dilakoni demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Walau begitu, Ibu tetap menerapkan kedisiplinan tinggi pada anak-anaknya. Semua mendapatkan tanggung jawab, sesuai dengan usia masing-masing.
Arif, sebagai anak keempat dari lima bersaudara, bertugas sebagai pengantar kue ke warung-warung.
Tentu, bermula dari yang kecil itu, usaha menjual “kue” terus berkembang, “Sang Ibu” yang rajin menabung mengembangkan usaha dengan membuka catering kecil-kecilan. Kesibukan Arif Fadillah pun ikut meningkat. Kini Arif setiap pulang sekolah tugasnya mengantar nasi rantangan untuk langganannya mulai dari mahasiswa, polisi, tentara hingga pegawai negeri. Dengan sepeda BMX Arif Fadilah menerobos jalan tikus, agar pesanan pelanggan cepat sampai, pekerjaan itu dijalani Arif hingga duduk di Sekolah Teknik Menengah (STM) yang kini Bernama Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Arif Fadillah adalah alumni MIN Banda Aceh (1986), Sekolah Tehnik Pertama (STP) Peunayong, Banda Aceh (1988) dan STM Lampineung, Banda Aceh (1991).
“Saya selalu dipilih untuk menjadi ketua kelas dari MIN hingga STM,” lanjut Arif.
Selesai STM, Arif Kembali dipanggil sang Ibu. Ibunya menjelaskan apabila dirinya tidak memiliki kemampuan lagi untuk melanjutkan sekolah Arif ke Perguruan tinggi. Arif memaklumi itu, karena ibunya sudah tidak muda lagi, tenaga dan tubuhnya sudah melemah.
“Bilapun kamu ingin tetap kuliah, carilah uang sendiri,” cerita Arif mengenang kata ibu.
Namun Arif tidak berputus asa, berbekal ijazah yang punya nilai di atas rata rata, ia kemudian dilirik perusahaan konsultan Teknik, Seni Bina. Peluang itu membuat Arif melupakan mimpinya menjadi seorang diplomat.
“Alhamdulillah, di tengah kebuntuan, saya justru dilirik oleh perusahaan konsultan. Sementara saat itu banyak yang seumuran dengan saya, justru menjadi pengangguran. ibu ikut gembira, saya sudah sudah bekerja di perusahaan,” katanya.
Lantas, tahun 1997 Arif Fadilah menikahi gadis pujaan hatinya Supiyati, perempuan asal Cirebon Jawa Barat yang dikirim ke Aceh untuk menjadi pendamping transmigrasi di Leungah, Aceh Besar. Namun tidak lama di Aceh, karena situasi konflik, Arif dan Istri memutuskan pindah ke Cirebon dan mulai memasuki dunia perdagangan dan dia berhasil.
Disela berdagang, Arif Fadillah pun memulai karir politiknya di partai politik, yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat, dan berkompetisi merintis politik di Kota Cirebon, walau lulus tes kelayakan menjadi caleg dengan nilai memuaskan, namun bukan prioritas karena Arif berasal dari Aceh.
Tahun 1999 semasa di Cirebon Jawa Barat situasi dan kondisi di Aceh tidak stabil, membuat Arif tidak tenang, karena eskalasi konflik Aceh kian hari kian meningkat, teringat sang ibu yang tinggal sendiri dan berada di Banda Aceh.
Dia lantas memutuskan kembali ke Aceh bersama Istri walau kondisi Aceh yang saat itu tidak aman.
Di Aceh pekerjaan tidak mudah, apalagi kondisi Aceh yang perekonomiannya sedang terpuruk karena konflik. Namun Arif dan Istri bertekat bertahan. Saat itu semua sector pekerjaan dalam kondisi tidak setabil. Pekerjaan teraman yang dilihat adalah bekerja di wilayah kota Banda Aceh, sehingga pasangan ini memutuskan membeli becak sebagai pilihan pekerjaan saat itu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Sejak itulah, sembari menarik becak, tahun 2002 Arif bergabung dengan Partai Demokrat yang baru pertama masuk ke Aceh. Waktu itu, Arif dipercaya sebagai koordinator massa pendirian Partai Demokrat di Hotel Kuala Tripa, Banda Aceh. Tentu lantaran Arif memiliki massa.
Setelah Bersama Partai Dcemokrat, tahun 2009 Arif Fadillah pun mengambil sikap ikut maju dalam pemilihan calon legislatif dan berhasil menjadi Anggota DPRK Banda Aceh.
“Alhamdulillah, kala itu berhasil masuk Parlemen Banda Aceh dan duduk sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat. Partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meraih delapan kursi, dari dapil lima peraih suara terbanyak adalah Arif Fadilah,” kenang Arif.
Setelah duduk di DPRK Banda Aceh, bintangnya kian bersinar. Tahun 2014 dia kembali lolos ke parlemen Banda Aceh dan dipercayakan menjadi Ketua DPR Kota Banda Aceh.
Kini lelaki yang bercirikhas tertawa lepas ini, di percaya menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Demokrat Provinsi Aceh, tentu ruang lingkup kerja politiknya akan lebih luas dan tantangan dinamika politiknya bakal lebih beragam.
"Saya akan bekerja keras dan penuh tangung jawab dalam melaksanakan tugas tugas partai dan tentu akan saya buktikan dengan kinerja dan dalam mencapai target politik partai yang lebih baik lagi demi mengembalikan kejayaan partai berlambang mercy unggul di Aceh pada pemilu 2024 mendatang, tentu dengan tetap semangat “Berkoalisi dengan Rakyat," pungkasnya.[***]