Rabu, 01 Oktober 2025
Beranda / Sosok Kita / Kisah Inspiratif Tri Sumono: Dari Kuli Bangunan Jadi Miliarder

Kisah Inspiratif Tri Sumono: Dari Kuli Bangunan Jadi Miliarder

Selasa, 30 September 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Tri Sumono. Foto: Istimewa


DIALEKSIS.COM | Jakarta  - Nama Tri Sumono mungkin tak banyak dikenal publik. Namun, kisah hidup pria kelahiran Gunung Kidul, 7 Mei 1973, ini layak menjadi teladan tentang arti kerja keras, keuletan, dan keberanian mengambil peluang. Dari seorang anak desa miskin yang harus bersepeda puluhan kilometer untuk bersekolah, kini Tri menjelma menjadi pengusaha sukses dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan.

Tri dibesarkan oleh ibunda yang berprofesi sebagai petani miskin di sebuah desa di Gunung Kidul, Yogyakarta. Hidup dalam keterbatasan gizi dan ekonomi membuat masa kecilnya jauh dari kata mudah. Untuk mengenyam pendidikan di SMA yang jaraknya 40 kilometer dari rumah, ia harus mengayuh sepeda setiap hari. Meski tak pernah masuk jajaran siswa berprestasi peringkat 39 dari 40 murid Tri tetap menyelesaikan sekolahnya.

Tahun 1993, berbekal ijazah SMA dan tanpa keahlian khusus, Tri nekat merantau ke Jakarta. Ia tidak pernah memilih pekerjaan, semua dijalaninya demi bertahan hidup: mulai dari kuli bangunan hingga tukang sapu kantor. Ketekunannya membuat ia diangkat menjadi office boy, kemudian tenaga pasar, hingga penanggung jawab gudang.

Tahun 1995, Tri menikah dan dikaruniai dua anak. Kebutuhan rumah tangga yang meningkat mendorongnya mencari penghasilan tambahan. Ia pun mulai berjualan aksesori di Stadion Gelora Bung Karno. Dari situlah jiwa wirausaha Tri terasah.

Selama dua tahun ia menjalani pekerjaan ganda: karyawan kantor sekaligus pedagang. Pada 1997, Tri memutuskan berhenti bekerja dan fokus mengembangkan usaha. Usahanya berkembang pesat hingga bisa membeli kios di Mal Graha Cijantung. Dua tahun kemudian, kios itu laku terjual dengan harga tinggi, dan uangnya ia gunakan untuk membeli rumah di Bekasi Utara.

Tak berhenti di sana, Tri merintis usaha toko sembako dan membangun sepuluh unit rumah kontrakan dengan harga sewa murah. Strateginya jitu: para penyewa yang mayoritas pedagang kecil otomatis menjadi pelanggan toko sembakonya. Dari situ, jaringan usahanya mulai terbentuk.

Tahun 2006, Tri mencoba bisnis baru: memproduksi sari kelapa hasil fermentasi air kelapa. Awalnya produk itu gagal karena kualitas tak sesuai standar industri. Namun, Tri pantang menyerah. Ia menemui seorang dosen di IPB untuk belajar fermentasi. Setelah dua bulan belajar, ia kembali memproduksi sari kelapa dan berhasil menembus pasar.

Produk sari kelapanya dipasok ke berbagai perusahaan di Jabodetabek. Keberhasilan ini menarik perhatian Direktur PT San San Abadi, Christian Setyadi, yang mengucurkan modal Rp2 miliar. Dana itu dipakai Tri untuk membeli pabrik, mesin produksi, dan memperluas usaha.

“Masih teringat jelas saat pertama kali memegang uang Rp1 miliar dari hasil kerja keras saya. Rasanya seperti mimpi,” ujar Tri sambil tertawa.

Usahanya kian melebar. Tri memproduksi kopi jahe berlabel Hootrii, dengan distribusi mencapai 50 ribu sachet ke seluruh Indonesia. Ia juga menerima order kemasan susu dari instansi pemerintah. Tak hanya di sektor minuman, Tri berinvestasi pada enam rumah, beberapa mobil, serta usaha peternakan, pertanian, dan perkebunan.

Kini, Tri Sumono dikenal sebagai miliarder dengan beragam lini bisnis. Meski begitu, ia tetap rendah hati dan bahkan masih bekerja di perusahaan lamanya. Selain itu, ia juga dipercaya menjadi guru spiritual oleh sejumlah eksekutif perusahaan besar.

“Kalau mau jadi pengusaha itu harus jujur, ulet, rajin, dan tidak mudah putus asa,” katanya.

Dari seorang anak desa miskin yang hampir putus asa dalam pendidikan, Tri Sumono menjelma menjadi simbol perjuangan dan harapan. Kisahnya menegaskan bahwa dengan keuletan, keberanian, dan ketulusan, siapa pun bisa bangkit dari keterbatasan menjadi sosok inspiratif.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
bpka - maulid