Beranda / Gaya Hidup / Seni - Budaya / Kearifan Khanduri Apam Di Pidie

Kearifan Khanduri Apam Di Pidie

Jum`at, 13 April 2018 17:41 WIB

Font: Ukuran: - +


* Sebuah Tradisi Syi’ar Yang Hampir Hilang

DIALEKSIS.COM | Pidie - Puluhan remaja dan anak muda Teupin Raya, Pidie memukul rapai sambil bershalawat menyambut H. Muhammad Nazar, Wakil Gubernur Aceh periode 2007-2012, di jalan menuju Meunasah Kupula, Teupin Raya, Geuleumpang Tiga Pidie, 12 April 2018.

Para geuchik, mukim Teupin Raya dan lalu datang pula Camat Geuleumpang tiga T. M. Dawod ikut menyambutnya. Nazar yang saat ini memimpin Partai SIRA setelah partainya itu lebih lima tahun menyepi dari politik praktis sebagai peserta pemilu nampak seperti orang yang sedang dirindukan kehadirannya dalam kegiatan sosial budaya masyarakat itu, yaitu Khanduri Apam— sebuah tradisi yang bernilai syiar Islam yang masih kental diperingati di kabupaten Pidie dan Pidie Jaya.

Sedangkan kabupaten/ kota lainnya di Aceh sudah tidak banyak lagi yang melaksanakannya. Pada masa-masa kesultanan Aceh telah dibudayakan untuk diadakan selama bulan rajab.

Para tokoh masyarakat lainnya juga nampak menyambut Nazar dengan gembira, sementara puluhan ibu-ibu yang sedang membuat apam di bawah tenda ikut berhenti dan ada yang langsung menyapa "peue haba bang Nazar, that trep kamoe preh hawa meuk foto sigo nyoe," kata beberapa ibu yang membuat Nazar tertawa sambil memberikan respon: "ka bereh nyan, siat treuk ta foto beh, peu seuleusoe apam laju ilee, kamoe ka hawa that nyoe.

Lalu ratusan masyarakat dari berbagai gampong dan kemukiman dalam kecamatan Geuleumpang Tiga sebagiannya memasuki gedung meunasah Kupula yang berukuran cukup besar dan sebagiannya nampak bergegas mempersiapkan hidangan apam, buah-buahan dan minuman untuk disajikan kepada para undangan dan masyarakat.

Lalu Nazar pun dipersilakan duduk di atas sebuah kasur yang sudah dibalut rapi dengan kain indah yang membuat Nazar kembali bercanda: Hai pakon na kaso nyoe bak khanduri apam lam meunasah? Hahaha, Nazar tertawa lebar. Pak camat menjawab ini pengganti kursi pelaminan pak wagub, khusus untuk bapak. Lalu Nazarpun mempersilakan Camat dan Geuchik gampong meunasah Kupula untuk ikut sama-sama duduk di atas kasur yang dibalut itu. Acarapun dimulai, dibuka oleh Drs. Rahmat Gade selaku Ketua Panitia Pelaksana kegiatan khanduri apam.

Beberapa menit setelah Ketua Panitia membuka acara, Geuchik Musdir selaku tuan rumah mulai memberi sambutan dan menjelaskan bahwa masyarakat di Teupin Raya masih setia dengan khanduri apam. Biasanya apam dibuat di rumah-rumah lalu dibawa ke meunasah, tetapi kali ini karena akan ada tamu kehormatan khusus maka dibuat di meunasah di bawah tenda yang sudah disiapkan sehingga tamu juga bisa melihat proses bikin apam yang benar dengan rasa yang gurih dan enak. Sekaligus ini merupakan salah satu potensi kuliner dari Pidie raya, termasuk pidie Jaya, kata Geuchik Musdir

Usai sambutan Geuchik Musdir, ketua panitia selaku pembawa acara mempersilakan camat Geuleumpang Tiga untuk ikut memberikan sambutan tetapi dikarenakan waktu yang sempit dan keadaan mendung mulai turun rintik hujan, camat T. M. Dawod meminta panitia untuk langsung mempersilakan H. Muhammad Nazar yang sudah ditunggu-tunggu masyarakat untuk menyampaikan ceramah agama dan budayanya. Lalu pembawa acara mempersilakan Nazar. Maka Nazarpun bangkit dari duduknya dan memulai menyampaikan pemikiran-pemikirannya di hadapan masyarakat yang hadir di dalam gedung meunasah maupun yang menonton dan mendengarkannya di teras serta halaman meunasah.

Dalam ceramahnya, Nazar mengatakan di Aceh itu paling banyak khanduri (kenduri) karena ada sebabnya dan banyak tujuannya. Tetapi prinsip dari pelaksanaan sebuah khanduri adalah harus selalu sesuai dengan nilai Islam dan keimanan. Di Aceh itu, antara agama dan budaya tidak dapat dipisahkan. Ada yang datang dari kebudayaan Islam dan ada budaya lokal yang diislamkan. Karena itu khanduri di Aceh secara umum adalah untuk membangun silaturahmi, mensyiarkan iman, memperkuat jaringan internal sosial masyarakat maupun dengan tetangga yang berbeda gampong. Sehingga dalam acara khanduri apam, khanduri maulid, khanduri udep lainnya dan khanduri mate selalu warga gampong tetangga yang diundang meski belum tentu ada hubungan keluarga secara langsung dengan pelaksana khanduri.

Demikian juga khanduri adalah untuk melatih mentalitas keikhlasan memberi dan juga sebagai wujud rasa syukur sambil berdoa kepada Allah yang telah memberikan rezki. Serta wajib dijaga jangan sampai khanduri itu mubazir, semuanya harus bermanfaat. Nah, jadi tak ada yang salah dalam khanduri, dan bukan itu bukan bid’ah serta tidak dilarang. Bahkan dulu pada masa-masa kesulthanan Aceh, terutama manakala pada saat baru usai terjadi proses pengintegrasian kerajaan-kerajaan kecil menjadi kerajaan Aceh Darussalam di abad XVI, para Sulthan Aceh selalu memanggil para ulama agar memberikan fatwa hukum sunnat terhadap beberapa jenis khanduri seperti maulid, isra’ mi’raj, baraat (nisfu sya’ban) sehingga otomatis menjadi hukum agama di Aceh.

Jadi khanduri di Aceh juga adalah ajang dan instrument silaturrahmi dan rekonsiliasi. Berdasarkan al Quran dan hadis setiap mukmin itu bersaudara. Maka untuk membangun persaudaraan dan mengatasi konflik itu ada banyak cara, termasuk lewat mekanisme khanduri. "Jai pake maka le khanduri," ungkap Nazar. Jika ada anggota dalam sebuah keluarga tidak mau berkumpul dengan saudara-saudaranya yang pernah atau sedang berkonflik internal dalam sebuah khanduri nujoh yang dianggap sakral maka kemungkinan rekonsiliasi lain semakin sulit," lanjut Nazar yang juga seorang peminat urusan-urusan pembangunan, perekonomian, kesejarahan, agama, sosial budaya dan peradaban itu.

Selain itu, dalam ceramahnya Nazar juga mengajak masyarakat agar tidak boleh malu-malu mengakui kekurangan serta mengenal kelemahan agar lahir kelebihan dan kekuatan. Merubah prilaku menjadi lebih baik dan pro pembangunan adalah modal sosial untuk sebuah kemajuan, ungkap Nazar. Para pemimpin dan rakyat masing-masing ada kelebihan dan ada kekurangan. "Ketika saudara memilih seorang pemimpin atau seorang anggota dewan nilailah dengan baik, jangan sampai hanya dihargai seratus ribu rupiah sekali saja lalu dilupakan selama mereka berkuasa. Maka jangan biasakan menjadi pemilih dan politisi uang. Jika saya memilih si A sebagai pemimpin dan si B sebagai perwakilan saya di Dewan lalu saya marah kepada mereka karena alasan mereka tidak mampu atau katakanlah mereka ternyata bodoh maka saya selaku pemilih ikut bersalah besar," jelas Nazar. Karena itu masa lalu itu mari kita jadikan pengalaman, cermin, guru dan nilai, sedangkan masa depan adalah sejarah sebenarnya yang harus kita ukir dengan cemerlang.

Menutupi ceramahnya Nazar membacakan sebuah syair yang nampak berkulitas hadih maja yang dibuatnya secara spontan di HPnya dalam perjalanannya mulai dari pegunungan seulawah hingga ke kota Sigli yang ditulisnya dalam bahasa Aceh. Berikut kutipan lengkapnya:

KHANDURI APAM

Di Nangroë Acèh le that khanduri

syiar islami jeuët keu seumpeuna

khanduri udép khanduri maté

hanjeuët tapeucré syariat ngen adat budaya


Nilai syariat sak lam tradisi

mangat bèk salah adat budaya

geuhukôm sunnat ladôm khanduri

syi’ar islami geu peudong teuga


Ta meukhanduri makna meu bri-bri

silaturrahmi meuikat teuga

nyan kon hai salah kon bid’ah beunci

yang peunténg bak niët ho tameuk jak ba


peutimang tauhid syari’at suci

peukara wajéb hanjeuët tahinda

hanjeuët salah niët ta meukhanduri

Allah pih neubri phahla ngen ridha


nibak uroë nyoë takalon akhi

khanduri apam di Teupin Raya

ban saboh Acèh dilèë nyan syiar tradisi

leubèh lom meuri sigom Pidië Raya


inong ngen agam muda ngen mudi

jaroë ngen gaki siap seudia

lam buleuën rajab apam geukhanduri

peunoh hikeumah ngen bijaksana


asai meuasai apam khanduri

di Nangroë Pidië ngen Acèh dumna

meumacam bagoë haba geurawi

bah laén kali tapeugah teuma


jinoë tapeugah apam khanduri

syiar islami ngen adat budaya

haleuë tapajôh ngen tanikmati

ban mandum akhi jak beutrôk rasa


talam ngen pingan apam khanduri

deungon bismillah laju tabuka

ngen kuah tuhè mangat han sakri

tamah jép kupi mangat lagoë na


nyoë jeunih apam haleuë cicipi

bèbaih nikmati hana bahaya

nyoë apam darat mandum dituri

seusuai syar’i ngen adat budaya


bèk na teumakôt jidrop lé peulisi

apam khanduri hareuëm pih hana

neujak beutrôk kalon beu meuri

bèk salah qalbi jeuët syok wa sangka


meu bida keubit apam yang dipromosi

nyan apam online ba lam nuraka

ngen macam hareuga nyan muda mudi

dijak publoë droë bak sosial media


hai Bansa Aceh ban mandum akhi

nyan aneuk Bansa peuseulamat sigra

leumpah that malèë ka Nangroë syareu’i

lagèë tan wali ngen ureueng tuha


peureunoë aneuk nyan sijak bayi

wajéb hai akhi hukôm agama

bèk tapeubiyeuë aneuk tan keundali

keubeuë keubiri pih ék tajaga


iman agama culok lam haté

mulai bayi sampoë ‘oh tuha

mangat ditu’oh udép syareu’i

haleuë ngen hareuëm wajéb peubida


Sijarah ukeuë ureuëng muda uké

bèk sampé jahé rugoë usia

hareuëm tapeubloë badan ngen tari

jak ta keumbali u jalan agama


Muhammad Nazar

Meunasah Kupula, Teupin Raya, Pidie, Kamis, 12 April 2018

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda