kip lhok
Beranda / Gaya Hidup / Seni - Budaya / Daulat Tuanku!

Daulat Tuanku!

Rabu, 28 Februari 2018 13:31 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Rian F. Syafruddin
Foto/ist

Berawal dari keisengan memperhatikan Map berbasis digital, akhirnya mata ini menangkap satu titik yang menarik perhatian. Akhirnya, rasa penasaran ini tersalurkan ketika dua hari yang lalu setelah Subuh, saya sempatkan mengunjungi titik di map tersebut; ‘Makam Sultan Aceh’.

Makam ini berada di dalam Komplek Pemakaman Umum, tepatnya di TPU Utan Kayu, Rawamangun, Jakarta Timur.


Seperti komplek makam pada umumya di Jakarta, dengan ukuran yang sama dan warna nisan yang di cat putih menandakan keseragaman dan kerapian komplek.

Diantara nisan-nisan terserbut, ada satu makam yang agak menonjol dengan nisan berwarna hitam bertuliskan; TOEANKOE SULTHAN MOHAMMAD DAOED IBNAL MARHOEM.

Ternyata inilah pusara Sulthan terakhir Aceh Darussalam, Pahlawan Aceh yang sampai akhir hayat nya mempertahankan ‘kemerdekaan’ dari kolonialisme Belanda.

***

Seorang Raja yang dimakamkan jauh dari negerinya, Raja yang tidak lama menikmati ‘nyaman’ nya Daruddunya (karena terus dalam gerilya perjuangan), dan Raja yang tidak pernah mau menandatangani surat takluknya Kerajaan Aceh Darussalam terhadap ‘Kaphe’ Belanda. Beliau adalah Palang pintu penjaga Marwah Bangsa sampai dengan Akhir hayat nya.

Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, atau lengkap nya; Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah bin Tuanku Cut Zainal Abidin bin Sultan Alaiddin Mansursyah bin Sultan Alaiddin Jauhar Alamsyah bin Sultan Alaiddin Muhammadsyah Marhum Geudong. Beliau adalah Sultan terakhir Kerajaan Aceh Darussalam.

Sultan Alauddin Muhammad Da'ud Syah (Foto: KLTV)Sultan Alauddin Muhammad Da'ud Syah (Foto: KLTV)

Beliau adalah simbol keteguhan hati dan keikhlasan dalam perjuangan. Ketidakmampuan Belanda membujuk Sultan untuk mengaku takluk dalam perjanjian tertulis, adalah Fakta keteguhan hati beliau yang menjadi modal utama semangat melawan Kolonialisme. Diasingkan jauh dari tanah kelahiran dan keluarga adalah konsekuensi yang dihadapinya.

Makam sang Raja yang sangat berjarak dari tanah kelahiran beliau ini semoga tak menjadi Jarak ingatan generasi Aceh sekarang akan perjuangan ‘superhero’ terdahulu.

Sultan Muhammad Daud Syah after submission in Banda Aceh, January 20, 1903Sultan Muhammad Daud Syah after submission in Banda Aceh, January 20, 1903

Syukur! sekarang ini dengan alokasi dana Pemda Jakarta, makam terawat dengan baik.

Tapi, ketika kita mempercayakan perawatan makam sang Raja kepada ‘Batavia’, maka tugas kita berikutnya adalah merawat catatan sejarah perjuangan beliau yang akan kita ceritakan ke anak cucu, sebagai bukti penghormatan kita kepada perjuanganya.

"Bangsa Aceh hantom taloe (dijajah) oleh kaphe Belanda", ini kalimat yang sering kita ucapkan dan dengar. Dan kalimat ini tak akan ada tanpa keteguhan hati seorang Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah!

Daulat Tuanku!


Keyword:


Editor :
HARIS M

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda