Disdikbud Aceh Besar Usulkan 4 Warisan Budaya Takbenda Baru untuk 2025
Font: Ukuran: - +
Tari Ratoh Talo menjadi salah satu dari empat Warisan Budaya Takbenda (WBTb) baru untuk tahun 2025 yang diusulkan oleh Disdikbud Aceh Besar. [Foto: sehatsenang]
DIALEKSIS.COM | Jantho - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Aceh Besar kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya lokal dengan mengusulkan empat Warisan Budaya Takbenda (WBTb) baru untuk tahun 2025. Usulan tersebut meliputi Adat Mawah, Ratoh Talo, Sie Teuom, dan Boh Itek Deudah.
Kepala Disdikbud Aceh Besar Bahrul Jamil SSos MSi, menyatakan rasa optimisme terhadap pengajuan ini.
"Kami berharap keempat usulan WBTb ini dapat terealisasi. Tentunya, pengakuan ini akan semakin memperkuat identitas budaya Aceh Besar di tingkat nasional," ungkapnya, Selasa (3/12/2024).
Menurut Bahrul Jamil yang akrab disapa BJ, pelestarian budaya lokal menjadi prioritas, baik melalui perlindungan, pengembangan, pembinaan, maupun pemanfaatan. Ia menegaskan, budaya lokal bukan hanya warisan yang harus dijaga, tetapi juga dapat diberdayakan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Kami terus mendorong pengakuan WBTb agar budaya Aceh Besar tidak hanya dikenal, tetapi juga dilindungi dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Saat ini, Aceh Besar telah memiliki delapan WBTb yang diakui, mulai dari Likok Pulo hingga Pok Teuphen yang baru mendapat sertifikat tahun 2024,” tambahnya.
Bahrul Jamil menekankan pentingnya peran aktif seluruh elemen masyarakat dalam menjaga keberlanjutan budaya.
“Pelestarian budaya bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama. Kami berharap semua pihak, baik masyarakat maupun stakeholder, dapat menjaga budaya ini agar terus diwariskan ke generasi mendatang,” tuturnya.
Hingga saat ini, Aceh Besar telah memiliki delapan WBTb yang diakui secara resmi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Aceh Besar saat ini telah mengantongi sertifikat WBTb untuk delapan karya budaya, yaitu, Likok Pulo yang diakui pada tahun 2016, Keumamah (2018), Kuah Beulangong (2018), Likee (2018), Ie Bupeudah (2022), Sie Reuboh (2022), Keu Jreunblang (2023), dan Pok Teuphen (2024)," jelas Kabid Kebudayaan Disdikbud Aceh Besar, Cut Jarita Susanti SPd.
Ia mengatakan, proses pengusulan WBTb membutuhkan kerja sama intensif dengan berbagai pihak, termasuk Majelis Adat Aceh (MAA) dan para maestro budaya.
“Proses pengusulan diawali dengan menginput data Objek Pokok Kebudayaan (OPK) ke dalam aplikasi Data Pokok Kebudayaan (Dapobud). Setelah itu, kami berkoordinasi dengan MAA dan mengajukan nama-nama karya budaya ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh. Jika disetujui, kami melengkapi form pengajuan dengan data rinci, seperti aspek kesejarahan, sosial, hingga fungsi budaya tersebut dalam masyarakat,” papar Cut Jarita.
Disdikbud Aceh Besar juga aktif melestarikan budaya melalui festival seni dan kegiatan pendidikan. Festival seni tradisional seperti pentas Likok Pulo dan Likee rutin digelar untuk memperkenalkan seni tari khas Aceh Besar. Selain itu, lomba memasak kuliner tradisional seperti Kuah Beulangong juga menjadi agenda tahunan.
Di bidang pendidikan, muatan lokal berupa Bahasa Aceh, seni tari, seni musik, dan olahraga tradisional diajarkan di sekolah-sekolah. Bahkan, kegiatan ekstrakurikuler seperti seni drama dan seni ukir juga difasilitasi untuk mendukung pelestarian budaya.
“Pelestarian budaya tidak cukup hanya dengan pengakuan formal. Kami juga mengajak generasi muda untuk aktif mempelajari dan melestarikan budaya melalui pendidikan dan festival. Selain itu, pameran UMKM juga digelar untuk meningkatkan ekonomi masyarakat berbasis budaya,” pungkas Cut Jarita.[*]