Wartawan Langsa Gelar Aksi Tolak Revisi UU Penyiaran
Font: Ukuran: - +
Puluhan wartawan Kota Langsa gelar aksi damai tolak Revisi UU Penyiaran. Foto: for Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Langsa - Puluhan jurnalis yang menamakan diri Solidaritas Wartawan Kota Langsa, menggelar aksi damai menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran, di halaman gedung sekretariat DPRK Langsa, Senin (3/6/2024).
Gabungan organisasi pers seperti PWI, AJI dan lainnya itu, membentang beragam poster dan spanduk bertuliskan penolakan terhadap RUU Penyiaran. Para wartawan berjalan kaki dari Tribun Lapangan Merdeka, menuju lokasi aksi di Gedung DPRK setempat.
Ketika disambangi para pekerja pers, tampak aparat kepolisian dari Polres Langsa bersiaga di pintu gerbang DPRK Langsa.
Usai negosiasi. Polisi pekenankan pengunjuk aspirasi memasuki pelataran gedung dewan dan sigap melakukan pengamanan humanis.
"RUU Penyiaran hasil kerja Banleg DPR RI mengancam kebebasan pers dan meredupkan kehidupan demokrasi," pekik Koordinator Aksi, Mufty Ryansyah,
"Kami pekerja pers dengan tegas menolak draft RUU Penyiaran. Jangan kebiri pers Indonesia. Bila terjadi, ini degradasi namanya," lanjut Koordinator Pokja Advokasi dan Hukum PWI Kota Langsa itu.
Senada, orator lainnya Ray Iskandar menyebut, pembungkaman pers cermin kediktatoran dan menciderai semangat reformasi.
"Kalau wartawan dibungkam lewat RUU Penyiaran. Maka penguasa sedang menari menikmati matinya demokrasi," teriak aktivis 98' yang juga mantan Bendahara Umum PB HMI itu.
Sementara, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Langsa, Mustafa Rani mengungkapkan, mereduksi kebebasan pers, sama halnya dengan membunuh anak kandung demokrasi.
Hal ini, lanjut dia, kontras terlihat pada draft RUU Penyiaran hasil kerja Banleg DPR RI. Dimana, terdapat sejumlah pasal yang bermasalah dan terjadi tumpang tindih.
"Kami minta parlemen Kota Langsa menjadi corong aspirasi, sehingga bisa menyampaikan penolakan ini kepada DPR RI, sehingga penyusunan RUU Penyiaran melibatkan organisasi pers, akademisi dan masyarakat sipil," tegas Mustafa.
Terakhir, Ketua PWI Kota Langsa, Putra Zulfirman membacakan delapan poin petisi penolakan RUU Penyiaran dari Solidaritas Wartawan Langsa, sebagai berikut;
Pertama, ancaman terhadap kebebasan Pers; dimana terdapat pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.
Kedua, kebebasan berekspresi terancam; ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
Ketiga, kriminalisasi jurnalis; adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
Keempat, Independensi Media terancam; revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.P.
Kelima, Revisi UU Penyiaran berpotensi mengancam keberlangsungan lapangan kerja bagi pekerja kreatif, munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya.
"Kami minta DPRK Lamgsa mengeluarkan pernyataan resmi yang menyatakan menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran dan mengirimkan pernyataan tersebut ke DPR RI,” sergah Putra Zulfirman.
Sedangkan, Ketua DPR Kota Langsa, Maimul Mahdi menyatakan pihaknya siap meneruskan aspirasi yang disampaikan pekerja pers.
"Kami siap sebagai wakil rakyat meneruskan aspirasi ini. Tentu kita tidak ingin kebebasan pers dibelenggu," tandas politisi Partai Aceh ini. (*)