DIALEKSIS.COM | Aceh Utara - Ketua Komisi A DPRD Aceh Utara, Tajuddin, mendesak elit politik untuk meredam potensi konflik pascapemilihan gubernur, dengan menekankan pentingnya menjaga stabilitas demokrasi.
Pasca hitung cepat yang mengumumkan kemenangan pasangan Muzakir Manaf dan Fadhulullah, ketegangan mulai terasa dengan munculnya tuduhan dari kubu Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi soal "begal demokrasi" dan "aksi premanisme" di Aceh Utara.
Tajuddin menegaskan bahwa demokrasi adalah proses yang menghormati suara rakyat dan mekanisme hukum. "Demokrasi sejati tidak diukur dari kemenangan, tetapi dari kemampuan kita menghormati perbedaan pendapat," katanya.
Dia menggarisbawahi bahwa perbedaan dalam kontestasi politik adalah hal yang wajar, namun tidak boleh mengancam persatuan. "Perbedaan pendapat adalah kekayaan demokrasi, bukan alasan untuk memecah belah masyarakat," tegasnya.
Tajuddin mendorong semua pihak untuk berpikir kritis dan konstruktif. "Mari kita jadikan pemilihan ini momentum untuk menguatkan persatuan, bukan sekadar ajang pertarungan ego Politik," ujarnya kepada Dialeksis.com (30/11/2024).
Menurutnya, jalur hukum tetap terbuka bagi mereka yang ingin mengajukan keberatan, namun dengan catatan harus menjunjung prinsip-prinsip musyawarah dan keadilan.
"Kritik yang membangun adalah kekuatan demokrasi. Namun, mari kita sampaikan dengan cara yang bermartabat, tanpa menimbulkan gejolak sosial," pungkas Tajuddin.