Serukan Pilkada Damai, Mafindo Aceh: Stop Hoaks dan Ujaran Kebencian
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Koordinator Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Wilayah Aceh, Destika Gilang. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Koordinator Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Wilayah Aceh, Destika Gilang, menyoroti maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan potensi polarisasi masyarakat yang dapat merusak nilai-nilai demokrasi.
Destika menekankan perlunya kolaborasi antara seluruh elemen masyarakat, termasuk aparat kepolisian, penyelenggara pemilu, organisasi masyarakat sipil (CSO), dan tim sukses (timses) kandidat, untuk menciptakan suasana politik yang sehat.
"Pilkada adalah pesta demokrasi, ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin terbaik. Namun, sayangnya, masih banyak praktik tidak sehat seperti penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang berpotensi memecah belah masyarakat," ujarnya kepada Dialeksis.com, Kamis (21/11/2024).
Destika mengungkapkan bahwa tingkat penyebaran hoaks di Aceh meningkat signifikan menjelang Pilkada.
Ia mencontohkan beredarnya video hasil rekayasa kecerdasan buatan (AI) yang mengaitkan tokoh nasional dengan dukungan kepada salah satu calon.
"Ada juga hoaks seperti isu pengeboman atau klaim yang salah tentang calon tertentu, seperti manipulasi pernyataan untuk memutarbalikkan fakta,” tambahnya.
Menurutnya, pola-pola seperti ini sangat merugikan masyarakat. "Kita tidak memilih pemimpin dengan cara-cara kotor seperti menyebarkan fitnah atau memanipulasi informasi. Pilkada harus menjadi ajang untuk mempromosikan gagasan, bukan kebencian," tegasnya.
Destika mengingatkan tim sukses kandidat untuk berpolitik secara santun dan sportif. "Kami melihat di media sosial, timses banyak yang menggunakan makian, ujaran kebencian, bahkan seruan untuk mengusir pihak tertentu dari Aceh. Hal ini harus dihentikan," tegasnya.
Menurutnya, upaya menciptakan Pilkada yang damai adalah tanggung jawab bersama. Penting bagi semua, termasuk masyarakat, aparat, dan pemangku kepentingan lainnya, untuk menjaga suasana kondusif dan tidak membiarkan kekerasan, intimidasi, atau hoaks mengganggu proses demokrasi.
"Dengan Pilkada 2024 yang semakin dekat, harapan akan pelaksanaan yang damai dan demokratis menjadi sorotan utama. Namun, tantangan berupa penyebaran hoaks dan polarisasi tetap menjadi ancaman yang harus diatasi bersama," pungkasnya. [nh]