kip lhok
Beranda / Politik dan Hukum / Polemik "Orang Aceh" Memanas Jelang Pilkada 2024

Polemik "Orang Aceh" Memanas Jelang Pilkada 2024

Selasa, 17 September 2024 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Pengamat kebijakan Publik, Dr. Nasrul Zaman (Foto: Nukilan.id)


DIALEKSIS.COM | Aceh - Pernyataan dua tokoh Aceh tentang syarat calon pemimpin dalam Pilkada 2024 memicu kontroversi di masyarakat. Ahli hukum Zainal Abidin dan mantan komisioner KIP Aceh Munawar menegaskan bahwa calon yang maju di Pilkada Aceh 2024 wajib lahir di Aceh atau berketurunan Aceh.

Pernyataan ini didasarkan pada UU Pemerintahan Aceh No. 11 tahun 2006 dan Qanun No. 7 tahun 2024. Namun, definisi "politis" dari peraturan tersebut justru memicu silang pendapat, terutama di wilayah barat selatan dan tengah tenggara pedalaman Aceh.

Direktur e-TRUST, Dr Nasrul Zaman mengkritisi pernyataan tersebut. "Kita sepakat dengan peraturan yang ada, tapi harus dijelaskan juga siapa yang dimaksud dengan 'Orang Aceh'," ujarnya kepada Dialeksis, Selasa (17/9).

Nasrul mempertanyakan apakah definisi "Orang Aceh" hanya mencakup etnis Aceh pesisir yang berbahasa Aceh, atau juga termasuk sub-etnis lain seperti Kluet, Singkil, Alas, Gayo, Pakpak, Simeulu, Pidie, Pase, Taming, Aneuk Jamee, dan Jeumpa.

"Peraturan yang ada tidak menjelaskan hal ini secara terperinci. Jadi, tidak bisa serta-merta mendefinisikan 'Orang Aceh' hanya sebagai etnis yang bisa berbahasa Aceh," tegas pengamat kebijakan publik ini. 

Polemik ini semakin memanas terkait kasus Walikota Subulussalam incumbent yang beretnis Pakpak/Singkil. Nasrul mempertanyakan, "Apakah calon incumbent tersebut harus digugurkan karena tidak berbahasa Aceh?"

Ia mengingatkan agar pernyataan para ahli hukum tidak bersifat tendensius dan memecah belah rakyat Aceh. "Jangan sampai mengganggu kondisi damai yang sedang kita nikmati selama ini," tambahnya.

Nasrul menekankan bahwa perbedaan penafsiran sebaiknya diserahkan kepada KIP Aceh dan kabupaten/kota yang telah berpengalaman menyelenggarakan Pilkada menggunakan UU PA No. 11 tahun 2006.

"Rakyat Aceh berharap semua yang telah lahir, berdomisili, dan menjadi bagian dari sub-etnis Aceh dapat berkompetisi menjadi pemimpin melalui mekanisme Pilkada," pungkasnya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda