Gading Hamonangan: Debat Pertama Mualem-Dek Fadh Lebih Terarah Kemandirian Ekonomi Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ratnalia
Gading Hamonangan, pengamat sosial politik. Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Aceh - Debat perdana Pilgub Aceh menyisakan catatan menarik tentang potensi wisata religi yang selama ini belum tergarap optimal. Gading Hamonangan, pengamat sosial politik yang telah mengkaji dinamika Aceh selama dua dekade terakhir, melihat gagasan pasangan Mualem-Dek Fadh tentang revitalisasi konsep "Serambi Mekkah" sebagai terobosan yang menjanjikan.
"Mereka hadir dengan program konkret untuk menciptakan lapangan kerja melalui penguatan positioning Aceh sebagai Serambi Mekkah. Ini bukan sekadar jargon kosong, tapi potensi riil yang selama ini terabaikan," ujar Gading kepada Dialeksis.com, Sabtu (26/10/2025).
Dalam analisisnya, Gading memaparkan bagaimana Aceh memiliki "tambang emas" berupa ratusan situs sejarah Islam yang tersebar di 23 kabupaten/kota.
"Bayangkan, kita punya Masjid Raya Baiturrahman yang arsitekturnya mendunia, makam Sultan Iskandar Muda yang melegenda, hingga jejak penyebaran Islam pertama di Nusantara di Samudra Pasai," jelasnya.
Pengamat yang juga aktif dalam forum kajian pembangunan Aceh ini menyoroti bagaimana program tersebut bisa menciptakan efek multiplier bagi ekonomi lokal.
"Ketika wisatawan datang, mereka butuh penginapan, kuliner, transportasi, dan pemandu wisata. Ini membuka peluang kerja bagi masyarakat lokal sekaligus memperkuat identitas Aceh sebagai destinasi wisata halal," paparnya.
Lebih jauh, Gading melihat visi ini sejalan dengan tren global wisata halal yang tengah berkembang pesat. "Malaysia sudah lebih dulu menggarap sektor ini dan menuai hasil signifikan. Aceh dengan warisan sejarah Islamnya yang kaya, seharusnya bisa berbuat lebih," tegasnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa implementasi program ini membutuhkan sinergi berbagai pihak. "Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, ulama, pelaku usaha, dan masyarakat. Infrastruktur harus dibenahi, SDM harus disiapkan, dan yang tak kalah penting, menciptakan ekosistem wisata yang tetap menghormati nilai-nilai syariat," imbuhnya.
Menurut Gading, cara Mualem-Dek Fadh memaparkan program ini dalam debat mencerminkan pemahaman mendalam terhadap potensi dan tantangan yang ada. "Mereka tidak sekadar berbicara tentang apa yang akan dilakukan, tapi juga bagaimana melakukannya dengan mempertimbangkan berbagai aspek sosial, budaya, dan ekonomi," pungkasnya.
Pengembangan wisata religi ini, lanjut Gading, bisa menjadi katalis bagi kemajuan Aceh secara menyeluruh. "Ketika identitas Serambi Mekkah diperkuat, bukan hanya sektor pariwisata yang berkembang, tapi juga ekonomi kreatif, UMKM, hingga pendidikan berbasis nilai-nilai Islam," tutupnya.