Beranda / Politik dan Hukum / Pengadilan Tinggi Banda Aceh Perberat Hukuman Terdakwa Kasus Pupuk Subsidi di Aceh Tenggara

Pengadilan Tinggi Banda Aceh Perberat Hukuman Terdakwa Kasus Pupuk Subsidi di Aceh Tenggara

Kamis, 26 Oktober 2023 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Majelis hakim PT BNA sedang membacakan putusan terkait kasus perdagangan pupuk bersubsidi di Aceh Tenggara, Rabu (25/10/23). [Foto: dok. Pengadilan Tinggi Banda Aceh]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banda Aceh (PT BNA) memperberat hukuman kepada terdakwa Patuan Markus Alias Sitorus yang terbukti sah melakukan tindak pidana dalam kasus perdagangan pupuk bersubsidi di Aceh Tenggara.

Berdasarkan Putusan PN Kutacane Nomor 44/Pid.Sus/2023 /PN Ktn. Terdakwa Patuan Markus Alias Sitorus dalam perkara pidana khusus tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan perdagangan yang dilarang sebagaimana dalam dakwaan alternatif ketiga Penuntut Umum.

Ketua Hakim PT BNA, Syamsul Qamar, mengatakan perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 110 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Jo Pasal 23 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2023 tentang Pengadaan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.

Selain itu, terdakwa dikenai Pasal 110 UU Perdagangan berbunyi, “Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa yang ditetapkan sebagai Barang dan/atau Jasa yang dilarang untuk diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.

Sedangkan Pasal 23 ayat (3) Permendag Nomor 4 Tahun 2023 mengatur bahwa pihak lain selain Holding BUMN Pupuk, Distributor, dan Pengecer tidak diperkenankan melakukan penyaluran dan memperjualbelikan pupuk bersubsidi.

"Ini sangat merugikan petani dan bahwa perbuatan terdakwa tersebut secara tidak langsung adalah menjadi penyebab gagalnya panen petani di daerah Kabupaten Aceh Tenggara," kata Syamsul Qahar kepada Dialeksis.com, Kamis (26/10/2023).

Dikatakan, semula dalam Putusan Pengadilan Negeri Kutacane yang dibacakan pada 29 Agustus 2023 terdakwa dihukum pidana selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum menuntut hukuman pidana penjara selama 3 (tiga) Tahun dan 6 (enam) Bulan.

Ada beberapa alasan mengapa hukuman pidana kepada terdakwa diperberat, yaitu perbuatan terdakwa adalah merupakan salah satu penyebab kelangkaan pupuk yang selama ini terjadi didaerah-daerah yang ada di Indonesia.

"Menimbang bahwa pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama tersebut, menurut Majelis Hakim Pengadilan Tinggi belum mencerminkan rasa keadilan masyarakat, khususnya masyarakat petani dan juga belum mencerminkan memberi efek jera kepada terdakwa serta dikhawatirkan akan diikuti oleh masyarakat lainnya," ujarnya. [NH]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI